Aveesiena Dinar
www.gata.com
Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS
 
Wednesday, June 26, 2024
Lockbite 3.0 membobol sistem perbankan AS
Monday, April 29, 2024
Dana Pensiun Pemerintah Thailand beralih ke Emas dan Minyak
Wednesday, November 29, 2023
"Israel" Bangkrut?
Perang dengan kelompok Hamas di Gaza, Palestina, ternyata merugikan Israel. Bahkan setidaknya US$ 269 juta (sekitar Rp 4,1 triliun) per hari hilang di negeri itu.
Perang Gaza dikatakan memberikan pukulan yang lebih besar terhadap perekonomian negara tersebut dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Hal ini ditegaskan lembaga pemeringkat Moody's dalam sebuah laporan berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan Israel.
"Kerugian keseluruhan dari perang ini bisa mencapai US$ 53,5 miliar (Rp 830 triliun), hampir 10% dari PDB," menurut laporan itu mengutip data dari Institute for National Security Studies (INSS), dimuat Senin (27/11/2023).
"Sehingga mengancam masa depan ekonomi Israel," tambahnya.
Meski begitu tingkat keparahan terhadap perekonomian akan bergantung pada lamanya konflik militer. Ini juga terkait prospek jangka panjang situasi keamanan dalam negeri Israel.
Guncangan ekonomi akan datang dari berkurangnya investasi. Ini juga menyebabkan gangguan pada pasar tenaga kerja, dan melambatnya pertumbuhan produktivitas.
"Meskipun ketidakpastian masih sangat tinggi, kami yakin dampaknya terhadap perekonomian bisa lebih parah dibandingkan konflik dan kekerasan militer sebelumnya," tegas Wakil Presiden Senior Moody's, Kathrin Muehlbronner
Sumber : cnbc.com
Tuesday, November 28, 2023
Ang Swee Chai, Dokter Bedah Ortopedi di Kamp Pengungsi Palestina
Malam tanggal 14 September 1982, kedamaian yang tercipta seketika hilang. Suara ledakan bom membuatnya terbangun dari tidur. Berita tengah malam mengabarkan ledakan terjadi di Beirut Timur dan menewaskan Presiden Lebanon, Bashir Gemayel. Serangan tersebut dilakukan dengan dalih mencari sisa-sisa aktivis PLO yang diduga masih berada di Beirut Barat. Esoknya, di tengah dentuman bom Israel, Rumah Sakit Gaza menjadi sibuk. Seluruh perawat harus memulangkan para pasien rawat inap yang kondisinya mulai membaik agar dapat memberi ruang bagi para korban baru. Sejumlah tindakan operasi dibatalkan. Meski demikian, tidak ada keluhan dari para pasien. Salah satu dari mereka bahkan berkata, "Tidak apa-apa dokter, kami tahu, bukan anda yang membatalkan operasi kami. Ariel Sharon-lah (kala itu menjabat Menteri Pertahanan Israel) yang membatalkannya," kenang Ang Swee Chai. Hingga sore hari, bom semakin mendekati Rumah Sakit Gaza. Pada pukul 16.30, ia mendengar kabar "Israel" telah menyerbu Rumah Sakit Akka dan menembak mati para perawat, dokter, dan pasien. Malam harinya, kamp Sabra dan Shatila dikepung. Rentetan peluru milisi Kristen Maronit, Phalange--sekutu Israel di Lebanon--dimuntahkan kepada penduduk Palestina.
Mayat-mayat bertumpuk di gang-gang kamp dan buldoser menghancurkan rumah-rumah kamp. [...] setidaknya 3.000 orang terbunuh," tulisnya dalam Middle East Minor mengenang perjalanan saat dibawa tentara Israel. Pada 1 November 1982, ia bersama Ellen Siegel, perawat asal Amerika Serikat, turut memberikan kesaksian atas pembantaian terhadap warga Palestina di kamp Sabra dan Shatila dalam Komisi Kahan yang digelar di Yerusalem. Namun kesaksiannya dinyatakan sangat bertentangan dengan informasi dari pejabat IDF (militer Israel) yang terlebih dahulu memberikan kesaksian. Akhirnya komisi tersebut tidak dapat mengurangi penderitaan rakyat Palestina. Beberapa hari berikutnya ia kembali ke Inggris seiring dengan masa kerjanya sebagai sukarelawan telah habis. Sejak itu, anggapan tentang masyarakat Palestina sebagai sekumpulan teroris lenyap dalam benaknya. Ia tidak dapat menoleransi aksi-aksi militer "Israel" yang sebelumnya ia dukung dan hormati sebagai orang-orang pilihan Tuhan dalam keyakinannya. Mendirikan Medical Aid for Palestinians Sekembalinya ke Inggris, ia mendapat sambutan dari para sahabat dan suaminya, Francis Khoo. Ang Swee Chai berniat untuk melanjutkan perjuangannya membela rakyat Palestina.