0inSha“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”
Demikian pengakuan seorang warga Pujon,
Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah.
Desa Pujon sangat terkenal. Pujon seolah adalah nama sebuah kota
kecamatan, padahal sesungguhnya adalah sebuah desa yang sangat jauh
dengan aksesibilitas yang rendah. Herannya, jalur transportasi ke desa
penghasil emas ini sangat banyak. Ada kendaraan umum berupa Bus dari
Palangkaraya. Lebih banyak lagi, angkutan umum berupa dengan mobil
kijang merk Avanza atau Innova yang masyarakat Kapuas menyebutnya dengan
Travel.
Kondisi jalan menuju Desa Pujon dan angkutan yang antri karena jembatan runtuh (dok. pribadi - Juni 2012)
Pujon memang terkenal sebagai desa
tempat dimana pekerja penambang emas rakyat bermukim. Selain itu Pujon
menjadi tempat transit bagi banyak pekerja pertambangan batubara dan
perkebunan kelapa sawit swasta. Tak heran, banyak penginapan tersedia di
Desa ini. Namun demikian, Pujon juga terkenal dengan kualitas jalan
yang tak kunjung membaik meski banyak uang yang mengalir kesana.
Pujon adalah desa Emas? Awalnya saya
tidak percaya bahwa di Kabupaten Kapuas banyak sumber bijih emas di
dalam hutan. Saya kemudian terkejut dan terperangah setelah melakukan
survei Akhir April dan Awa Juni tahun 2012. Survei yang saya lakukan
bukan bertujuan untuk melacak sumber emas. Saya sedang penelitian
tentang kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan analisa citra satelit
banyak kawasan hutan bekas terbakar pada lima tahun terakhir ini
mengalami perubahan tutupan lahan. Ada areal yang dominasi lahan terbuka
yang cukup luas di daerah dekat Desa Pujon Kecamatan Kapuas Tengah
Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. Saya menduga-duga, mungkin
ini lokasi tambang emas atau pasir zirkon. Zirkon sejenis pasir halus
sebagai bahan baku keramik dan komponen elektronik.
“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”
Seorang Ibu pengelola Losmen di Desa
Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas menegaskan dugaan saya,
tentang cerita warga Kapuas tentang tambang emas. Benar saja, setelah
saya mulai bergerak, ke arah utara Desa Pujon, sepanjang kanan kiri
jalan bekas Jalan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang kini jadi jalan
Kabupaten, banyak hamparan luas berwarna putih. Laksana padang pasir
berwarna putih terang. Areal tersebut adalah lokasi pembuangan limbah
pasir dari aktifitas penambangang emas rakyat.
Bekas areal penambangan emas rakyat di dekat Desa Pujon (Dok. pribadi April 2012)
Bagaimana mereka “memanen” emas? Menurut
penuturan warga yang pernah menambang, mereka masuk ke dalam hutan yang
sudah mulai terbuka akibat kebakaran, perladangan dan penebangan, lalu
mulai mencari lokasi yang diduga mengandung bijih emas. Pendugaan lokasi
yang mengandung bijih emas dilakukan sesuai pengalaman atau bahkan ada
yang memakai jasa “orang pintar” mealui ritual magis. Setelah lokasi
ditentukan, maka digalilah tanah hingga menembus bagian pasir. Setelah
itu lalu dilakukan penyedotan tanah. Tanah disedot dengan mesin penyedot
khusus yan diarahkan ke mesin lain yang didesain untuk menyaring pasir
dengan air. Bijih emas akan terpisah di bagian penyaring yang mengandung
bahan kimia merkuri (Air Raksa). Bagian lain yakni pasir halus berwarna
“hitam manis” yakni pasir zirkon juga dipisahkan untuk dijual sebagai
“panen tambahan”. Menurut artikel di Kompas.com (Baca :
Pasir Zirkon Diekspor Tanpa diolah),
kulaitas pasir Zirkon dari Kalteng termasuk yang paling baik di
Indonesia. Harga pasir Zirkon menurut pengakuan salah satu warga
mencapai Rp. 6.000,-/kg.
Instalasi penyedot dan penyaring pasir penambang emas rakyat di Desa Pujon (dok. pribadi April 2012)
Berapa panen yang mereka peroleh?
Menurut salah satu warga yang pernah ikut menambang emas dengan metode
sedot pasir, bila mereka beruntung, tim penambang bisa mendapat bijih
emas seberat 1- 2 ons . Harga bijih emas paling murah dijual ke
pengumpul seharga Rp. 100.000/gram. Kalau sebesar 1 ons berapa? Nilai
ini tentu harus dibagi-bagi ke beberapa penambang yang ikut dalam
kegiatan pemanenan emas ini. Tentu saja bagian terbesar adalah pemilik
mesin sedot yang biasanya juga pemodal kegiatan penambangan. Ini
penuturan salah satu warga yang bisa saja tidak sama antar mereka.
Selain pemanenan emas model lubang dalam
atau sedot pasir di darat, ada pula penambang emas melakukan penyedotan
dan penyarigan pasir yang mengandung emas di atas sungai dimana warga
Kapuas jamak menyebutnya dengan Sistem Lanting. Sistem Lanting adalah
penambangan emas di tengah sungai dengan alat penyaring yang terapung.
Aktifitas penambangan emas masyarakat dengan system ini banyak ditemukan
di sepanjang Sungai Kapuas dari Desa Pujon menuju Desa Jangkang.
Instalasi alat penyedot dan penyaring pasir
penambang emas rakyat di pinggiran Sumgai Kapuas dekan Desa Pujon (dok.
pribadi Juni 2012)
Sistem penambangan dengan lubang dalam
yang menghasilkan tailing atau limbah pasir bercampur Merkuri yang
merusak hutan dan air sungai. Sistem Lanting yang menyedot pasir di
sungai langsung, yang menyebabkan air keruhdan tercemar bahan kimia
serta mengakibatkan pendangkalan sungai.
Air limbah hasil kegiatan penambangan emas rakyat di Desa Pujon (Dok. pribadi April 2012)
Areal Hutan yang rusak akibat timbunan pasir hasil kegiatan penambangan emas rakyat (dok. pribadi April 2012)
Kondisi Sempadan sungai Kapuas di Dekat Desa
Pujon akibat timbunan pasir dari kegiatan penambangan emas rakyat (dok.
pribadi Jumi 2012)
Dua sistem ini hampir mengubur cara
pendulangan emas metode tradisional yang hanya memakai alat penyaring
kayu berbentuk bulat seperti piringan hitam yang besar. Seperti yang
saya temukan di pinggiran alur sungai di dekat Desa Bajuh Kapuas Tengah,
dimana seorang ibu mendulang emas dengan metode tradisional. Seorang
ibu yang dipanggil dengan Nami mempraktekkan cara mendulang emas pada
saya dan teman-teman survei. Ibu Pendulang emas itu memisahkan kerikil,
pasir dan bijih emas. Tidak sampai satu menit, butiran-butiran emas
kembali kami lihat di piringan hitam besar yang terbuat dari kayu itu.
Lalu Sang Ibu memasukkan hasil saringan tersebut dalam toples plastik
beserta pasir Zirkon. Sederhana dan ramah lingkungan. Tanpa air raksa
dan limbah pasir yang menggunduk merusak aliran pohon, air dan tanah.
Penambang emas tradisional dengan cara menyaring pasir dengan piringan terbuat dari kayu (dok pribadi April 2012)
Apa dampak perekonomian bagi warga desa?
Tentu saja sangat jelas terlihat. Di Desa Pujon, ibukota Kecamatan
Kapuas Tengah, beberapa fasilitas modern telah terbangun. Ada menara
salah satu operator seluler, jalan desa yang mulai di bangun dan
aktifitas perekonomian yang makin ramai. Lima tahun lalu, menurut warga
yang biasa berdagang di desa ini, saat ini Pujon sudah demikian berubah.
Termasuk juga harga-harga barang. Contohnya seperti yang saya alami,
hanya makan 3 porsi sarapan pagi sederhana saya sudah harus merogoh uang
Rp. 60.000,- untuk membayarnya. Mahal bukan? Namun buat orang Pujon,
harga seperti itu sudah normal karena penghasilan dari tambang emas
sangatlah besar.
Kondisi Pusat Desa Pujon (dok. pribadi Juni 2012)
“Disini, Pak. Mangga yang harganya Rp. 500,-/buah di Kuala Kapuas laku dijual Rp. 5.000,-. Harga tidak jadi soal.”
Demikian ungkap salah satu pedagang yang
dulu sering bolak-balik Kuala Kapuas – Pujon menggambarkan betapa
mudahnya mendapat uang di Desa penambang emas ini.
Akses jalan dari Kecamatan Timpah ke
Pujon saat ini jauh lebih baik. Awalnya Pujon adalah Desa yang bisa
ditembus melalui jalur sungai Kapuas atau melalui jalan Eks HPH. Jalan
Eks HPH inilah yang diperbaiki dan kemudian dijadikan jalan Kabupaten
yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Timpah dan Kecamatan Kapuas
Tengah. Dulu sekitar 5 tahun lalu, ongkos angkutan dari Kuala Kapuas ke
Pujon mencapai Rp. 300.000,- karena sulitnya akses. Namun saat ini,
ongkos mobil Kuala Kapuas-Pujon turun jadi Rp. 100.000,-.
Catatan penting lain adalah selain
kemakmuran yang dirasakan warga sekitar areal penambangan emas, dampak
lingkungan nampaknya diabaikan begitu saja. Para penambang tanpa peduli
membuang begitu saja limbah pasir kasar yang dalam istilah penambangan
besar disebut Tailing. Limbah penambangan inilah yang merupakan ancaman
lingkungan yang sangat nyata. Selain rusaknya tanah dan vegetasi di
areal hutan, air sungai yang tercemar Merkuri sangat berbahaya bagi
manusia dan lingkungan.
Air limbah mengandung merkuri hasil kegiatan penambangan emas rakyat (dok. pribadi April 2012)
Banyak pohon dan tumbuhan masti tertimbun pasir limbah penambangan emas rakyat (dok. pribadi Juni 2012)
Saya melihat dan merasakan sendiri air
sungai berwarna coklat kemerahan yang berbusa mengalir begitu saja ke
sungai. Saat saya berniat ingin membuang air besar di sungai di dekat
penambangan emas, saya mengurungkan niat karena bau air yang sangat
menyengat. Air dari aliran sungai yang keruh di dekat penambangan akan
masuk ke Sungai Kapuas hingga membuatnya menjadi keruh dan tercemar.
Karenanya, beberapa warga tidak mau memakan ikan yang dipancing atau
diambil dari sungai Kapuas, khawatir sudah terpapar Merkuri.
Sungguh prihatin melihat fakta kondisi
lingkungan yang akan mereka nikmati dalam jangka panjang. Meski saat ini
hasil dari penambangan emas sudah menaikkan status ekonomi mereka, apa
yang akan mereka, warga dari desa sekitar penambangan emas, yang akan
nikmati setelah emas habis?
Semoga banyak pihak tidak hanya
memikirkan bagaimana mendapat uang sebanyak-banyaknya dari tambang emas,
namun juga memikirkan kelestarian lingkungan sebagai warisan pada anak
cucu kita. Semoga pihak yang berwenang dan bertanggung jawab segera
merespon dampak negative yang nyata dari aktifitas penambangan emas
rakyat. (Achmad Siddik)