www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, February 24, 2021

Lockdown : Rakyat Inggris terancam Kehilangan Rumah


Menjelang genap satu tahun kebijakan lockdown, alih-alih menuai prestasi, rakyat Inggris justru  menyalahkan pemerintah Boris Johnson. Mereka menilai kehancuran ekonomi dan sosial di Inggris bukan karena virus corona, namun kebijakan radikal dalam menghadapi pandemi jauh lebih bermasalah dibanding virus itu sendiri.

Hasilnya jelas kebijakan lockdown telah gagal bagi seluruh rakyat Inggris. Lebih dari 70.000 rakyat Inggris kehilangan tempat tinggal sejak awal pandemi. Walaupun menteri perumahan Inggris Robert Jenrick menyatakan Maret tahun lalu bahwa "tidak ada yang harus kehilangan tempat tinggal akibat pandemi"
Namun walaupun pemerintah melarang pengusiran paksa (tempat tinggal) selama 10 bulan terakhir, menurut pengamatan harian Observer sejumlah 207.543 rumah tangga mengadu ke pemerintah lokal terkait pengusiran atau ancaman kehilangan tempat tinggal sejak awal April hingga akhir November 2020.




Warning dari Bank of America

Bank of America pertengahan bulan Februari ini merilis peringatan adanya tsunami moneter yang berujung pada Hiperinflasi atau inflasi yang amat tinggi di Amerika. Hal ini karena mereka memprediksi adanya kenaikan  velocity of people atau pergerakan orang karena era lockdown akan segera berakhir tahun 2021 ini. Ketika pergerakan orang mulai longgar maka akan disusul dengan kenaikan velocity of money atau perputaran uang. Uang yang tadinya ada di pasar finansial  sebagai efek stimulus ekonomi akan mulai mengalir ke pasar riil. Ketika uang mulai mengalir ke pasar riil,
 mata uang Dollar akan mengalami penurunan nilai secara cepat karena aliran Dollar jauh melampaui produksi riil. 

Bahkan Bank of America memberi warning bahwa situasi ini mirip dengan yang terjadi di Jerman (Weimar German Republic) pada akhir Perang Dunia tahun 1918-1919, dimana velocity of money  atau percepatan perputaran uang mencapai 129% dan inflasi  228%. Velocity of money adalah bagus dengan syarat didukung dengan perputaran sektor riil.

Saking cepat turunnya nilai mata uang Jerman kala itu, harga roti di pagi hari akan berbeda dengan harga di sore hari (mengalami kenaikan tajam). Sehingga apabila seseorang mendapat uang di pagi hari, mesti segera dibelanjakan untuk menghindari inflasi. Dan karena nilai mata uang jatuh sedemikian cepat, maka butuh segerobak uang untuk membeli roti.
Maka yang terjadi kemudian adalah aset atau komoditas riil akan jauh melampaui aset finansial. Sebagaimana gambar berikut.



Sumber : zerohedge.com

Saturday, February 20, 2021

Utang AS dan Emas

Ada korelasi positif antara utang Amerika Serikat dan harga emas, yaitu semakin tinggi utang mereka maka semakin tinggi pula harga emas. Sebagaimana yang terjadi tahun 2008 dan 2020. Pada tahun 2008 harga emas menembus rekor tertinggi (saat itu) yaitu $1.023/oz, dan tahun 2020 menembus rekor $2.058/oz.

Pada tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial yang melanda Amerika dan Eropa, pemerintah AS membeti stimulus kepada lembaga-lembaga keuangan secara masif dari utang. Kebijakan ini terkenal dengan nama Quantitative Easing atau QE.  Pada tahun 2020 utang AS semakin membengkak karena  perang melawan pandemi, vaksinasi super massif, dan meningkatnya varian baru virus corona.

Pemerintah baru AS pun meningkatkan stimulus yang berasal dari utang sebesar $1,9 triliun. Hal ini jelas memberi  harga emas promosi di masa depan.

Akibat utang yang massif, jumlah Dollar yang beredar pun memuncak, akibatnya nilainya pun semakin lama semakin turun. Terlebih lagi bila disandingkan dengan harga emas. Yang terjadi kemudian emas mengancam eksistensi Dollar. Maka kampanye negatif dari IMF dan Bank Sentral untuk menyudutkan emas melalui berbagai instrumen makin gencar beberapa dekade terakhir.
Jika disandingkan dengan pasar finansial tradisional (pasar modal).Maka kinerja emas melampaui instrumen pasar modal dengan return 10% dalam semua mata uang (fiat money) sepanjang 20 tahun terakhir. Sebagaimana dalam gambar berikut :

Utang AS

Kembali ke utang Amerika. Utang domestik AS saat ini mencapai $28 triliun, ini belum termasuk Unfunded Liabilities (utang yang tidak cukup dana atau aset untuk membayarnya, biasanya dana pensiun) sebesar $159 triliun, sehingga total utang AS $187 triliun atau apabila dibagi rata-rata, maka setiap warga  AS berutang $480.000 atau sekitar Rp6,27 miliar. Bahkan inipun belum termasuk unaccounted federal expenditures (belanja federal yang tidak tercatat, umumnya belanja militer) yang ditemukan oleh Prof. Mark Skidmore dan mahasiswanya di Michigan State University.

Utang Global

Bagaimana dengan global debt? Utang global saat ini mencapai $277 triliiun tahun lalu, atau 365% dari total GDP (Nila produksi dalam negeri bruto) dunia. Sedangkan derivatif (instrumen utang yang digunakan sebagai jaminan untuk mengambil utang baru) yang pada tahun 2002 mencapai $100 triliun, saat ini diperkirakan telah mencapai lebih dari $1 quadrillion. Tak heran investor ternama Warren Buffet bertahun-tahun silam menyebut derivatif sebagai "financial weapons of mass destruction" (senjata finansial pemusnah massal).

Suatu negara tidak bisa terus berutang dan membelanjakannya serampangan dengan dalih kesejahteraan. Terus berutang untuk mengatasi masalah anggaran adalah siasat tidak masuk akal dan putus asa yang dijalankan para politisi yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja.

Kebijakan seperti ini hanya akan menjerumuskan negara dan mata uang ke dalam jurang hyperinlasi (inflasi super tinggi) sebagaimana yang telah menimpa pengo Hungaria, drachma Yunani,  Dollar Zimbabwe, Dinar Yugoslavia (Dinar ini bukan dalam pengertian mata uang berbahan emas tapi berbahan kertas dan koin), papiermark  Jerman sepanjang sejarah sebagaimana dalam gambar sbb :

Sumber : bmg-group.co

Wednesday, February 17, 2021

Faktor Turunnya Harga Emas

Pasar emas mengalami sedikit guncangan kepercayaan diri seiring turunnya harga emas sejak Jumat pekan lalu. Ada beberapa faktor penyebab menurut sejumlah analis, yang pertama banyak investor yang berpindah ke investasi mata uang kripto bitcoin yang sedang mengalami rekor tertingginya yang muncul sebagai trend baru menghadapi inflasi. Kedua naiknya angka indeks Dollar di pasar uang internasional, dan yang ketiga aksi jual besar-besaran di pasar modal memicu kepanikan di pasar logam mulia atau komoditas.

Ole Hansen kepala strategi komoditas Saxo Bank, menyatakan bahwa emas sedang mengalami mode wait and see. Dalam situasi ini emas bisa turun lebih rendah untuk melakukan tes terhadap pasar, tambahnya.

Sedangkan Adam Button chief market strategist di Forexlive.com menyatakan bahwa pasar sedang bergerak  di antara jatuhnya stimulus,  kekhawatiran inflasi, dan naiknya indeks Dollar. Butuh beberapa waktu bagi emas untuk kembali naik."

"Ketika emas turun di bawah $1.800 maka adalah kesempatan baik untuk beli, namun tidak dalam full position (dalam jumlah besar). Mulai secara bertahap dan dalam skala kecil." kata Phillp Streible chief market strategist di Blue Line Future.

Bon Haberkorn  broker komoditas senior dari RJO Future menyatakan bahwa "pergerakan harga emas saat ini sedikit menimbulkan misteri, karena secara fundamental (jumlah Dollar beredar yang maasif, utang luar negeri AS yang menggunung dll) harga emas berpotensi untuk terus naik."

Sumber : kitco.com