Harga komoditas seperti minyak, emas, perak, dan tembaga umumnya mengalami kenaikan dalam jangka panjang seiring dengan jatuhnya mata uang kertas (dalam hal ini Dollar sebagai mata uang utama dunia)
Sebagai contoh harga minyak. Minyak mengalami kenaikan yang amat signifikan dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 1960-an harga minyak/barel hanyalah beberapa dollar saja, namun kini di atas $60. Dalam dekade terakhir, harga minyak yang mengacu pada West
Texas Intermediary oil (WTI) harga tertingginya adalah $140 dan terendahnya $27.
Pada saat yang sama fluktuasi demand-nya cukup rendah. Dalam sejarah rekor harga tertingginya adalah tahun 2008 dan harga terendahnya tahun 2016. Dan dalam periode tersebut (2008-2016) demand globalnya meningkat secara konsisten dari 85,8 juta barel/hari hingga 96,2 juta barel, namun harga minyak justru jatuh secara drastis. Ini berarti volatilitas harga (dinamika kenaikan dan penurunan harag) mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dibanding karakteristik supplay dan demand. Dengan kata lain pengaruh fluktuasi dollar mempunyai korelasi signifikan dengan ketidakstabilan harga minyak, bukan pada sisi demand dan supplaynya.
Pada Juni 2008 harga minyak mencapai rekor tertinggi seiring krisis finansial AS yang dipicu oleh kejatuhan Lehman, pada saat yang sama indeks perdagangan tertimbang (Trade Weighted Index atau TWI) dalam Dollar jatuh pada titik terendah. Setahun kemudian pada 2009 harga minyak jatuh 70% sementara TWI dalam Dollar naik 17%. Dan setelah TWI dalam dollar turun secara bertahap, maka harga minyak naik signifikan dari $42 hingga $114/barel antara Januari 2009 dan April 2011.Kemudian antara Juni 2014 hingga Februari 2016 harga minyak jatuh dari $105 menjadi $27/barel, sementara pada saat yang sama indeks TWI dalam Dollar naik dari 80 menjadi 99. Sehingga jelas korelasi antara harga minyak dan dollar adalah negatif (hubungan terbalik). Maka dapat diambil simpulan bahwa harga minyak lebih dipengaruhi dari fluktuasi nilai dollar dibanding sisi supplay dan demand dari minyak itu sendiri.
Pola yang sama juga terlihat pada komoditas penting lainnya seperti tembaga. Ketika harga minyak naik drastis tahun 2008, harga tembagapun ikut naik. Ketika harga minyak mencapai titik terendah bulan Januari, demikian pula tembaga. Ketika tembaga mencapai harga tertinggi sepanjang sejarah, harga minyak mengikutinya beberapa bulan kemudian.
Publik umumnya menilai kenaikan harga komoditas dari sisi suplay dan demand saja. Namun grafik supplay dan demand dari minyak dan fluktuasi dollar mencerminkan ketidakstabilan lebih kepada sisi transaksi Dollar itu sendiri. Oleh karenanya apabila Dollar sebagai acuan utama harga internasional tidak lagi digunakan maka volatility harga komoditas akan hilang. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apabila emas mengantikan posisi Dollar sebagai mata uang utama, apakah fluktuasi harga tetap terjadi?
Pricing commodities in gold
Ketika emas berfungsi sebagai uang, peran kredit bank (berbasis riba) akan jauh berkurang. Artinya transaksi barang dan jasa antar negara tidak dapat dibiayai dengan kredit tanpa jaminan emas yang setara. Kegiatan impor komoditas seperti minyak dan lain-lain mesti dibayar dengan komoditas riil ekspor. Ini adalah alasan mengapa ketidakseimbangan neraca perdagangan antar negara yang menggunakan mata uang emas tidak terjadi.
Implikasinya adalah sebagian besar spekulasi dari komoditas dalam ekonomi berbasis uang kertas akan ditekan dengan peran mata uang emas, karena spekulasi berbasis kredit atau utang baik jangka pendek atau jangka panjang akan terbatas ruang geraknya. Tentu saja spekulasi tidak bisa hilang sepenuhnya, karena tidak ada yang dapat menghalangi dua pihak untuk berjudi tanpa ada mediator seperti bankir yang menawar kan kredit.
Maka kebutuhan akan manajemen resiko melalui produk derivatif (surat berharga atau produk finansial beserta turunannya) akan berkurang dengan sendirinya, sebagai akibat dari ketiadaan volatilitas dari sisi nilai mata uang. Proteksi dari fluktuasi harga komoditas pada dasarnya berperan sebagai penjamin.
Karenanya harga komoditas dalam emas akan jauh lebih stabil. Kecendrungan akan ketidakstabilan yang timbul akibat aliran kredit perlahan menghilang.
Terkahir, hilangnya peran intervensi bank, akibat penggunaan mata uang emas, memutus ketidakstabilan siklus kredit dibawah sistem fractional reserve banking. Sebab hal inilah yang memunculkan fluktuasi dari daya beli mata uang (kertas) baik melalui menambah jumlah uang beredar dan kredit dan juga ketidakstabilan preferensi atau (kebijakan) moneter yang semuanya berbasis kredit (berbunga). Volatilitas harga yang kita alami saat ini hampir 100% terjadi karena berlebihnya jumlah uang yang beredar yang membelit sistem ekonomi kita. Mengurangi faktor ini berarti mengurangi faktor utama volatilitas harga.
sumber : GoldMoney.com/Prices When Gold is Money, Alasdair McLeod