
India and Indonesia terjebak dalam penurunan mata
uang mereka yang begitu cepat hari Senin lalu (19/8), dimana Rupee dan Rupiah
jatuh dengan tajam terhadap Dollar AS, diduga karena aksi lepas saham di lantai
bursa.
Rupee India terus menurun tanpa henti, menembus
angka terendah dalam sejarah terhadap Dollar AS dan menggagalkan rencana
pemerintah untuk menenangkan pasar keuangan yang rapuh.
Rupee menyentuh angka terendah Rs62.70 di siang
hari, turun di bawah level terendah sebelumnya hari Jumat di angka 1,7% .
Pada hari Senin indeks Sensex sebagai patokan nilai saham turun 2,3 %.
Rupiah Indonesia jatuh 2% , sehingga memicu
indeks saham utama terkoreksi 5,6%. Data yang dirilis hari Jumat (16/8)
oleh Bank Indonesia menunjukkan defisit neraca berjalan Indonesia semakin
melebar di kwartal kedua sebesar 4,4% dari GDP. Sehingga dalam setahun ini saja Rupiah sudah turun 14% terhadap Dollar AS
Seperti India, Indonesia bergantung dari modal
luar negeri untuk mendanai defisitnya. Namun investor internasional telah
menarik dananya dari negara-negara berkembang sejak Mei lalu, di tengah harapan
AS mulai melonggarkan kebijakan moneternya untuk membantu negara-negara
berkembang.
Rupee India telah menyusul Dollar Australia dan
Yen Jepang di jajaran kinerja mata uang terburuk di kawasan Asia tahun ini, dimana
telah jatuh 12% terhadap Dollar AS. Di tingkat global hanya Real Brazil dan
Rand Afrika Selatan yang mencatat penurunan nilai yang lebih besar.
Rangkaian intervensi oleh Bank Sentral India di
pekan-pekan terakhir ini bertujuan untuk menjaga pasar obligasi mereka agar
tidak jatuh terlalu jauh.
Selama akhir pekan lalu sejumlah pejabat tinggi
negara termasuk PM India Manmohan Singh mencoba menenangkan kekhawatiran
investor dari dua hal yaitu melemahnya pertumbuhan ekonomi dan melebarnya
jurang defist neraca berjalan yang akan mendorong ekonomi India ke titik
kritis.
Terlebih lagi, pemerintah melonggarkan kontrol
modal investor asing, yang diikuti dengan serangkaian peraturan yang membatasi
arus modal bagi institusi domestik sehingga menyebabkan pasar lebih
berhati-hati. Derasnya arus modal dari luar negeri (khususnya dalam Dollar AS)
akan segera menggerus mata uang domestik India.
"Saya tidak pernah melihat kepercayaan diri
ekonomi India sedemikian rendah, terutama pada perusahaan-perusahaan domestik."
kata seorang investor internasional pada sebuah institusi global yang tidak
ingin disebut namanya.
"Tetapi masalahnya adalah tidak ada yang
benar-benar bisa yang dilakukan oleh mereka (pemerintah) saat ini, mengingat
semua ini terjadi akibat pasar global...Pemerintah dapat menghindari situasi
yang makin memburuk dimana mereka gagal pekan lalu, namun sekarang semuanya
sudah amat terlambat untuk menghentikan ini. Jurang defisit neraca berjalan
sudah tinggi dan kepercayaan diri mereka telah hilang."
India saat ini menghadapi rangkaian pilihan
kebijakan yang rumit, mengingat setiap langkah untuk memperbaiki masalah yang
mendasar dari defisit neraca dapat menjadi bumerang, dan butuh beberapa bulan
baru bisa dilihat hasilnya, sementara kepercayaan pasar terus turun dengan
cepat, kata seorang analis.
"Turbulensi ini akan terus berlanjut dalam
jangka pendek, namun kekacauan yang terjadi Jumat pekan lalu benar-benar dipicu
oleh kekhawatiran bank sentral India (RBI) untuk melakukan kontrol modal
asing," kata Shubhada Rao, ekonom senior Yes Bank di Mumbai.
"Saya pikir hal ini berlebihan...tetapi masalahnya adalah ketika India
mencoba untuk memperbaiki defisit neracanya dan ini butuh waktu lama, pasar
sudah bereaksi cepat dengan berita hanya dalam semalam."
No comments:
Post a Comment