www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, October 28, 2020

Kehancuran Mata Uang Eropa : Euro (1)

Seandainya ada konstruksi politik yang tidak tertulis dari tujuan berdirinya Uni Eropa adalah untuk memperbudak penduduknya.

Kegagalan Uni Eropa yang berdiri tahun 1999, mulai tak bisa dihindari pada tahun ke 12 dari mulai berlakunya mata uang bersama  kawasan yaitu Euro yang mengikat negara-negara anggota yang amat heterogen.

Hal ini dipicu oleh krisis utang yang melanda sebagian negara-negara anggota, kondisi mayoritas perbankan yang amat rentan, tingkat pengangguran yang tinggi, dan defisit perdagangan yang demikian besar di antara mereka.

Tujuan politik untuk membangun harmonisasi Uni Eropa juga hancur berantakan, karena Jerman dan Perancis terpaksa melakukan penghematan yang luar  biasa untuk membantu krisis yang menjerat Italia (sejak 2008) dan Yunani (sejak 2009)

Pada tahun 1956 setelah  AS memaksa Inggris dan Perancis untuk menarik pasukannya dari terusan Suez,  Kanselir Jerman Konrade Adenauer mengatakan kepada seorang politisi Perancis bahwa bersatunya negara-negata Eropa dalam satu wadah tidak serta merta akan menjadikan Uni Eropa sebagai Global Powers, tetapi satu-satunya cara agar dapat berperan sebagai pengambil keputusan yang diperhitungkan dunia. Satu tahun kemudian perjanjian Roma disepakati yang menghasilkan the Common Market. Pada tahun 1967 berkembang menjadi European Communities dan puncaknya perjanjian Maastricht tahun 1992 menghasilkan Uni Eropa yang mengakomodir kawasan perdagangan bebas yang lebih luas, mobilitas tenaga kerja, tahapan waktu mata uang tunggal, dan pasar terpadu komoditas Uni Eropa,.

Komisi Eropa menindaklanjuti kesepakatan ini dengan penekanan bahwa pasar bersama akan efektif     dengan syarat pemberlakuan mata uang tunggal (yang secara ekonomi tidak logis). Sebagai contoh North  American Free Trade Agreement (NAFTA) tidak pernah mensyaratkan mata uang bersama anggotanya  (AS, Kanada, dan Mexico) sebagai syarat perdagangan bebas kawasan.

         Jerman adalah salah satu negara yang menolak pembentukan mata uang tunggal Uni Eropa. Hal ini                    beralasan karena Jerman mengalami kemakmuran ekonomi dengan mata uang Deutsche Mark yang kuat         dan stabilitas harga pasca PD II.

       Namun akhirnya Jerman menyerah karena desakan Perancis agar agenda Uni Eropa dengan mata                uang  tunggal tetap  pada 1999. Namun Jerman juga berhasil memberi pengaruh terhadap                                karaktersitik  bank Sentral Eropa (ECB) yaitu :
  1.        Secara formal bank Sentral bersifat independen
  2.        Tujuan tunggal bank sentral adalah stabilisasi harga
  3.        Larangan membeli obligasi dari sesama negara anggota
  4.        Tidak ada "bail out" bagi negara anggota yang mengalami insolvency (ketidakmampuan memenuhi         utang jangka panjang)     
  5.        Lokasinya di kota Frankfurt Jerman.
  6.       Jerman juga memaksakan poin stability agreement yang mendorong penalti finansial anggota  yang       mengalami defisit anggaran dan yang utangnya melebihi 60% dari GDP.

Ketika Jerman dan Perancis dalam perjalanannya (justru) melanggar kesepakatan di atas, maka dewan menteri melakukan voting agar tidak mengenakan hukuman bagi kedua negara, sehingga akhirya kesepakatan di atas menjadi mandul dan tidak lagi berarti. 

Pada musim gugur 2011, beberapa negara Eropa memiliki rasio utang terhadap GDP yang  cukup tinggi  sehingga berpotensi gagal bayar.

Para pemimpin negara-negara Eropa memiliki 3 strategi berbeda untuk menangani situasi ini. Pertama, Kanselir Jerman dan Presiden Perancis Sarkozy(saat itu) meminta bank-bank komersial mesti menaikkan rasio modalnya sesuai dengan standar yang dikehendaki European Financial Stability Facillity, yang berdiri Mei 2010 untuk membiayai pinjaman Yunani dan negara-negara Uni Eropa lainnya mesti ditingkatkan dari $400 miliar menjadi $ 1triliun. Manuver ini bermaksud untuk menyediakan garansi agar Italia dan Spanyol mendapat akses pinjaman modal.

Tetapi rencana untuk menaikkan rasio modal tidak berjalan sempurna, karena bank komersial tidak bersedia mencairkan pinjaman kepada negara-negara lain selain kepada para pemegang sahamnya, hal ini menyebabkan aktivitas ekonomi di Eropa mengalami penurunan.

Strategi kedua adalah atas inisiatif Perancis mendorong bank Sentral Eropa (ECB) untuk membeli surat utang Italia, Spanyol,dan negara-negara lain dengan tingkat utang yang tinggi. ECB telah melakukannya hingga batas maksimal, namun tidak sanggup mendongkrak Italia dan Yunani pada level tingkat utang yang stabil.

Strategi ketiga adalah dengan memanfaatkan figur seperti Angela Merkel  yang ingin mengoptimalkan krisis  ini untuk membangun kesatuan politik. Dia menggaungkan kesatuan fiskal negara-negara Eropa dengan menyerukan negara-negara dengan anggaran yang surplus agar membantu negara-negara dengan anggaran yang defisit setiap tahun. Dalam proses ini komisi  Eropa mempunyai otoritas untuk mereview anggaran nasional dan memaksa negara-negara untuk mengurangi defisit fiskal, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan daya saing internasional.

Proses pengelolaan bantuan ini telah berhasil pada Italia dan Yunani. Yang paling dramatis adalah kasus Yunani. Pada akhir Oktober 2009 Yunani tidak berhasil mendapat pinjaman dari pasar modal internasional, sehingga mesti mengandalkan tambahan utang dari bank Sentral Eropa dan IMF untuk membayar gaji PNS dan mempertahakan bantuan sosial mereka. Kanselir Angela Merkel dan Presiden Perancis Sarkozy mengundang PM Yunani George Papandreau ke Brussels dan menyatakan kepadanya agar menghentikan rencana referendum nasional terkait penghematan yang disyaratkan oleh negara-negara Eropa. Mereka menekankan kepada Papandreau untuk membujuk parlemen Yunani agar mau mengurangi anggaran defisit yang dirancang Merkel dan Sarkozy atau dikeluarkan dari Uni Eropa. Papandreau setuju dan memaksa parlemen untuk mengeluarkan Undang Undang terkait. Papandreau kemudian mundur, dan Lucas Papademos, mantan vice president bank sentral Eropa yang ditunjuk sebagai PM Yunani sementara dengan tugas utama  memotong anggaran yang dirancang Brussel (markas Uni Eropa). Namun parlemen yang baru menolak dan demonstrasi besar-besaran rakyat Yunani menunjukkan bahwa mereka tidak mau tunduk begitu saja terhadap skenario yang dipaksakan oleh Jerman seperti memberhentikan PNS, mengurangi permintaan pasar di saat tingkat pengangguran double digit dan kejatuhan GDP secara cepat. Sedangkan di Jerman, publik marah atas kemurahan hati Jerman mentransfer dana untuk membantu ekonomi Yunani dan mengganggap aturan baru bank Sentral Eropa mengarah pada perubahan radikal.

Situasi di Italia berbeda karena mereka belum terikat dengan transfer dana dari bank Sentral Eropa atau IMF. Perancis dan Jerman memaksa Italia untuk mengikuti aturan anggaran yang baru seiring dengan  mundurnya PM Silvio Berlusconi dan diganti oleh seorang teknokrat pemerintah untuk mengatasi masalah fiskal Italia. Mata uang Euro kemudian mengalami konflik internal dalam kawasan.

Walaupun negara-negara Uni Eropa berhasil mengurangi defisit anggaran mereka, namun tetap belum berhasil mengatasi perbedaan kemampuan daya saing  jangka panjang, yang berpotensi menimbulkan  perbedaan neraca perdagangan.

bersambung


      
 
















No comments: