Potensi perang dagang paling anyar bukan hanya AS dan Cina, namun juga AS - Perancis. Malah tensi bilateral ini melebihi ancaman gelombang ke 2 Covid Eropa.
Perseteruan ini bermula Juli 2019 silam, ketika parlemen Perancis meloloskan GAFA (Google, Apple, Facebook, dan Amazon) Tax, yang mewajibkan perusahaan-perusahaan tsb untuk membayar pajak sejumlah 3% dari pendapatannya dibawah ketentuan cyber services negara Perancis. Amerika Serikat menentang dengan keras UU ini dan mengancam akan membalas dengan mengenakan pajak terhadap produk anggur (wine) dari negara-negara Eropa. Hal ini berbuntut agitasi kedua negara hingga hari ini.
Perselisihan makin memuncak pasca pandemi ketika raksasa-raksasa teknologi itu mendapat banyak keuntungan di tengah meningkatnya penggunaan internet di tengah isolasi komunal berbagai negara. Sengketa makin resisten hingga level intoleran menyebabkan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
memperingatkan bahwa situasi ini dapat menurunkan GDP kedua negara. OECD juga mengkonfirmasi tidak adanya kesepakatan tahun 2020 ini.
OECD juga mensinyalir perang dagang kedua negara dapat menyeret negara-negara lain untuk terlibat menuju perang dagang global. Apalagi bila negara-negara lain mengikuti jejak Perancis mengenakan pajak terhadap cyber services perusahaan-perusahaan teknologi tsb. OECD meyakinkan komunitas internasional bahwa kesepakatan akan dicapai pertengahan 2021.
Sumber : globalresearch.ca Lucas Leiroz Federal University of Rio de Janeiro
No comments:
Post a Comment