www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, December 14, 2016

In Memoriam Safran

Foto polisi menggendong dua buah hatinya.
Ahad pagi 4 Desember 2016 lalu saya coba browsing tentang momen  2/12 di monas. Setelah puas membaca, entah mengapa saya masuk ke situs berita yang jarang saya buka. Disana ada berita pesawat polisi jatuh sabtu 3/12. Langsung terlintas di kepala saya nama salah seorang teman, Safran, seorang pilot Polri. Cuma saya tidak yakin sebab setahu saya dia bawa helikpoter, sedangkan yang jatuh pesawat. Namun saya ikuti terus beritanya, sontak saya melihat foto di samping yang dimuat di situs tsb.


Reflek saya bergumam, "kayak Safran...". Namun saya belum begitu yakin, saya terus menyelesaikan membaca. Ketika menemukan namanya di daftar penumpang,  saya kaget. Berbagai perasaan campur aduk datang silih berganti, kaget, sedih, tidak percaya dll. 

Bagaimana tidak kaget, Rabu 30 November atau 3 hari sebelum jatuhnya pesawat saya masih sempat main tenis melawan almarhum di lapangan Timah kelapa dua. Skornya cukup ketat 8-7. Setelah selesai tenis dia mampir di warung dekat lapangan. Saya jarang mampir ke warung setelah main, namun karena saya melihat dia nongkrong disitu saya hampiri. Saya memperlihatkan koin Dinar kepadanya. Karena memang sebelumnya dia tertarik dengan Dinar. Ketika saya perlihatkan Dinar, saya diserbu berbagai pertanyaan, pertanyaannya bagus-bagus, dan saya jawab sebisanya. Dari tema Dinar, obrolan beralih ke tema pesawat dan helikopter, karena dia pilot gantian saya serbu dia dengan berbagai pertanyaan, dan dengan sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan orang awam seperti saya. Yang menarik adalah dalam obrolan santai sekitar 20 menit itu seingat saya almarhum menyebut kata takdir lebih dari tiga kali. Ini setelah temanya mengkerucut tentang kecelakaan pesawat. Setiap menjelaskan berbagai kasus populer kecelakaan pesawat di negeri ini, dia selalu menutup dengan kata-kata. "Tapi itu sudah takdir mas...." sambil matanya menatap lurus ke depan.

Saya hanya mengenalnya di lapangan tenis atau masjid dekat rumah. Namun dari interaksi yang terbatas itu saya mengenalnya sebagai orang yang pendiam, bicara hanya seperlunya,  memperhatikan pendidikan agama, dan  humoris. 

Malamnya saya takziah ke rumahnya bersama teman-teman tenis. Ayah dan istri almarhum terlihat tabah menghadapi musibah ini. Istrinya seorang anggota Brimob bermarga Siregar yang malam itu berbalut hijab syari terlihat terlihat tegar. 

Dan cukuplah kematian itu sebagai peringatan....
Semoga Allah menerima semua amal soleh almarhum dan memberi nikmat surga.