www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Friday, November 26, 2021

Negara Bangkrut yang Menguasai Dunia (2)

Amerika memiliki kebijakan luar negeri yang berbeda pasca Perang Dunia 2,  yaitu :  kebijakan proteksi pasar dalam negeri  dengan cara membatasi impor dari negara asing. Hal ini dilakukan untuk menjaga tingkat tenaga kerja domestik yang maksimal .

Kini alih-alih menggunakan mesin perangnya untuk mengeruk pundi-pundi kekayaan, AS menjadikan pasar luar negeri sebagai target baru kekuatan ekonomi mereka. Oleh karena itu AS tidak lagi memburu utang perang kepada negara Eropa seperti Jerman, namun menanam modalnya di sana dalam rangka menbangun aliansi   untuk mengalahkan musuhnya kala itu Uni Soviet. Bank Dunia dan Departemen Keuangan AS memberi pinjaman dana kepada Eropa agar bisa kembali bangkit, agar kemudian mampu membeli produk-produk Amerika. 

Amerika tidak senang dengan sistem moneter atau keuangan berbasis emas. Mereka berusaha keras agar emas tidak lagi berperan dalam pembayaran internasional. Maka terjadilah gresham law yaitu bad money drives out good money, emas secara bertahap tidak lagi menjadi cadangan bank sentral negara-negara dunia berganti dengan Dollar yang hakikatnya adalah utang Amerika kepada warga dunia.

Pada tahun 1957 rasio emas dan Dollar Amerika adalah 3 : 1. Namun tahun 1958 Amerika menjual cadangan emasnya senilai $2 miliar sehingga tidak mampu lagi memberi jaminan 100% Dollar yang beredar. Maka kurs $35 Dollar per troy ounce mulai dipertanyakan. Untuk menutupi kekurangan cadangan emas ini, presiden Eisonhower melarang warga AS menyimpan emas dimanapun di seluruh dunia. Pada masa presiden berikutnya John F Kennedy harga emas melambung tinggi, sehingga kurs Dollar dengan emas naik menjadi $40 per troy ounce.

Pada tahun 1961 untuk meredam kenaikan harga emas ini, Amerika dan Eropa membentuk London Gold Pool. Cara kerjanya, ketika harga emas naik karena permintaan konsumen tinggi , maka London Gold Pool menjual cadangan emas, untuk menaikkan supplay,sehingga harga turun. Namun usaha ini tidak mudah. Pada tahun 1960-an  lembaga ini mengalami tekanan dari dua sisi. Pertama, depresiasi Dollar akibat naiknya nilai mata uang Jepang dan Eropa, dan kedua tingginya biaya program dalam negeri yaitu Great Society dan perang Vietnam.

Pada tahun 1964 kondisinya makin parah ketika utang Amerika melebihi nilai cadangan emasnya. Hal ini akibat defisit belanja militer AS. London Gold Pool pun kolaps tahum 1968. Dan sistem harga emas 2 jenjang terbentuk, yaitu harga emas versi "pemerintah" dan versi "privat".

Pada tahun yang sama (1968) presiden Lyndon B Johnson tidak bersedia lagi maju dalam pilpres, akibat tekanan moneter yang dia emban. Penggantinya presiden Nixon mengukuhkan kebijakan terputusnya kaitan emas dan Dollar sama sekali.

Pada akhir tahun tsb AS mengurangi cadangan emasnya dari 700 juta ounce emas menjadi hanya 300 juta ounce. Keadaan ini makin parah, ketika kongres (DPR) AS mengesahkan kebijakan menghilangkan cadangan emas minimum 25% dari Dollar yang beredar. Akibatnya 50 ekonom menandatangani pernyataan menentang kebijakan tsb, karena bisa berakibat mengurangi atau menyebabkan jatuhnya nilai Dollar.

Pada tahun 1971 kewajiban jangka pendek terhadap negara-negara asing (dalam bentuk Dollar yang mesti dikonversi ke emas) melebihi $50 miliar, namun cadangan emas hanya $10 miliar

Mengikuti kebijakan Jerman dan Inggris pada Perang Dunia I, AS melambungkan suplay Dollarnya 18 kali lipat, untuk membiayai perang Vietnam.

Bersambung...






Saturday, November 20, 2021

Negara Bangkrut yang Menguasai Dunia (1)

Pada tahun 1972 tepat satu tahun setelah kegagalan sistem Brettwon Woods oleh Presiden AS Richard Nixon, Michael Hudson seorang analis yang juga ahli sejarah finansial menerbitkan buku berjudul " Super Imperialism" sebuah kritik radikal terhadap kebijakan Nixon yang membuat Dollar mendominasi mata uang" internasional.

Buku tersebut mengalami dua kali revisi dalam 50 tahun terakhir, dan edisi ketiganya terbit sebulan yang lalu.

Dalam buku tersebut Hudson melakukan napak tilas sejarah finansial dunia hingga pada tahun 1971, ketika Amerika secara sepihak menghapus sistem dimana Dollar bernilai setara emas yang sewaktu-waktu dapat ditukar dengannya (emas) pada kurs tertentu.

Maka pada saat itu negara-negara sekutu (Eropa) yang terlanjur menyimpan miliaran Dollar Amerika, tidak lagi dapat menukar dollar dengan emas. Melainkan hanya selembar kertas yang merupakan utang AS ( I owe You)  terhadap negara-negara tsb.

Hudson dalam buku tersebut menulis bahwa" Tidak pernah terjadi sebelumnya sebuah negara bangkrut  berani memaksakan kebangkrutannya menjadi fondasi dari kebijakan ekonomi dunia"

Dan hal ini terjadi hingga saat ini. Negara-negara Eropa pada masa penjajahan silam menguasai negara-negara Asia dan Afrika dengan motif keuntungan perdagangan, menguras sumber daya alam tanah jajahan , mengubahnya menjadi produk jadi, dan menjualnya kembali dengan keuntungan yang besar karena tenaga kerja yang murah atau bahkan budak. Namun Amerika menguasai negara-negara di dunia dengan motif menguasai negara-negara lain melalui dominasi mata uang atau imperialis moneter.

Dengan dominasi  mata uang tsb Amerika mampu membangun industri militer yang amat massif dan juga industri pertanian yang memaksa negara-negara berkembang tergantung produk AS mulai dari bibit, pupuk, hingga produk hasil pertaniannya.

Eropa lebih dulu memutuskan kaitan antara mata uangnya dengan emas sejak Perang Dunia 1 ,  ketika mereka tergoda untuk mencetak mata uang secara massif tanpa jaminan emas yang setara.

Jerman dalam kurun 1914-1918 menghentikan penukaran mata uangnya (mark) dengan emas, seraya menaikkan cadangan mata uang mark dari 17,2 miliar menjadi 66,3 miliar. Sementara musuhnya Inggris melakukan hal yang sama seraya menaikkan suplay uangnya dari 1,1 miliar poundsterling menjadi 2,4 miliar poundsterling. Sehingg basis moneter Jerman naik 6 kali, dan Inggris naik hampir 4 kali.

Ketika negara-negara Eropa terjebak dalam utang yang makin dalam, AS mendulang keuntungan dengan menjual senjata dan produk pertanian, kepada negara-negara yang terlibat perang.

Negara-negara Eropa kemudian dipaksa membayar utang perang ke Amerika dalam bentuk Dollar. Namun pada saat yang sama mereka tidak dapat ekspor ke Amerika karena kebijakan proteksi terhadap negara-negara asing.

Akibatnya Eropa menguras cadangan emasnya untuk membayar utang perang. Maka berpindahlah cadangan emas Eropa ke  Amerika.

Hudson memberi simpulan " Warisan Amerika pasca Perang Dunia 1 adalah : kehancuran Jerman, jatuhnya imperium Inggris, dan penimbunan emas. Di dalam negeri presiden Roosevelt menghentikan kaitan atau penukaran Dollar dengan emas,  larangan memiliki emas bagi warganya (apabila ketahuan terkena pidana), dan devaluasi nilai Dollar hingga 40%. Pada saat yang sama  Amerika menjadi tempat berlabuhnya  "pelarian" emas dari negara-negara Eropa akibat ketakutan perang lanjutan Nazi Jerman. 

Menjelang Perang Dunia 2 Jerman menghentikan pembayaran utang perangnya, begitu pula Inggris. Keadaan Eropa makin parah ketika sisa cadangan emasnya terkuras untuk memerangi Nazi. Hingga akhir 1940-an, AS memegang 70% cadangan emas bank-bank sentral Eropa selain Uni Soviet, sekitar 700 juta ounce.

Pada tahun 1922 sisa-sisa kekuatan Eropa berkumpul di Genoa Italia, untuk membahas rekonstruksi Eropa Tengah dan Timur pasca perang. Tercapai kesepakatan untuk kembali ke sistem standar emas, dimana bank sentral memegang mata uang yang dapat ditukar dengan emas.

Pada akhir Perang Dunia 2 pada tahun 1944, negara-negara sekutu pemenang perang berkumpul di New Hampshire Amerika, untuk membicarakan mata uang yang akan menjadi acuan ke depan. Delegasi Inggris, ekonom John Maynard Keyness mengusulkan agar menggunakan mata uang internasional yang dinamakan Bancor. Namun usulan ini ditolak oleh diplomat Amerika. Dengan cadangan emas yang berlimpah, Amerika mengusulkan Dollar sebagai mata uang internasional, yang sewaktu-waktu dapat dikonversi dengan emas pada kurs $35 per troy ounce (sekitar 31gr). Pada saat yang sama dibentuklah Bank Dunia, IMF, GATT (general aggrement on tarifs and trade) untuk melaksanakan sistem mata uang dunia berbasis Dollar.

Bersambung...



Friday, November 12, 2021

Rekor Inflasi Amerika memicu harga Emas

Di  Amerika inflasi adalah sesuatu yang sensitif. Baik bank sentral Amerika (yang statusnya bank swasta) dan Menteri Keuangan AS selalu berusaha menjaga agar inflasi tetap dan selalu rendah. Namun yang terjadi bulan Oktober lalu benar-benar di luar harapan, angka inflasi bulanan menyentuh 6,2%,  tertinggi dalam 30 tahun terakhir sejak tahun 1990. 

Generasi mililenial AS tidak terbiasa dengan inflasi yang tinggi, apalagi dengan status Dollar sebagai mata uang utama dunia, turut menjaga keperkasaan ekonomi Amerika yang tercermin  dengan inflasi yang rendah.

Namun pandemi secara perlahan merubahnya. Kebijakan lockdown di seantero Amerika, yang diikuti dengan paket stimulus dengan kucuran dana triliunan Dollar, menyebabkan tingginya jumlah uang beredar. Ketika uang beredar melebihi permintaan pasar atau tidak terserap oleh sektor riil, maka nilai uang akan turun, dan timbullah inflasi. Ketika inflasi naik, emas sebagai cermin nilai barang dan jasa secara umum ikut naik.

Inilah yang terjadi dengan harga emas di pasar internasional pekan ini. Salah satu prediksi bahkan menyebutkan angka inflasi di AS saat ini baru permulaan saja, belum mencapai puncak. Artinya potensi kenaikan harga emas masih terus berlanjut atau mengulangi rekor harga tahun lalu sebesar $2.000 per troy ounce.


Tuesday, November 2, 2021

Pulau Emas yang Hilang di Nusantara

Kerajaan Sriwijaya (yang menurut Ridwan Saidi fiktif) adalah kerajaaan atau kedatuan ternama di Sumatra pada abad 7 hingga 12 M. 

Sriwijaya bepusat di Palembang, Sumatra Selatan, namun pengaruhnya sampai mampu mengontrol selat Malaka.

Secara efektif kerajaan tersebut terbagi dalam 3 wilayah : pertama, wilayah pusat kota, kedua, wilayah kota-kota muara, dan ketiga wilayah pedalaman. Bentuk pemerintahannya adalah federasi, terdiri dari otonom-otonom yang dikepalai oleh datu (atau datuk) yang wajib mengirim upeti kepada pusat kerajaan.

Sriwijaya mengontrol perdagangan maritim internasional, dalam membangun hubungan bisnis  tidak hanya nusantara, namun juga dengan Cina dan India.

Mereka diyakini memegang akses perdagangan maritim ke Cina, dimana permintaan sutra dan kertas amat tinggi.

Galangan kapal amat vital bagi perdagangan yang menghasilkan kapal-kapal yang cepat. Armada laut mereka terkenal kuat untuk mengamankan jalur perdagangan.

Pada tahun 1000 M, Sriwijaya mengontrol penuh hampir seluruh Jawa. Namun dengan cepat Sriwijaya jatuh ke tangan Chola, sebuah kerajaan maritim-dagang India yang menganggap Sriwijaya hambatan bagi rute perniagaan mereka antara Asia Selatan dan Timur.

Pada tahun 1025, Chola menduduki Palembang, menangkap Raja dan menyita hartanya, serta menyerang wilayah kerajaan lainnya.

Pada akhir abad ke 12, Sriwijaya berubah menjadi kerajaan kecil, dan peran dominannya di Sumatra diambil alih oleh Jambi.

Menurut arkeolog maritim asal Inggris  Dr Sean Kingsley, sejumlah eksplorasi telah dilakukan untuk menemukan situs kerajaan Sriwijaya dengan area seluas Thailand dan India, namun belum berhasil.

Dalam publikasi di majalah Wreckwatch di  bulan Oktober Dr Sean Kinglsey mengungkap tentang Sriwijaya yang merupakan bagian dari penelitiannya yang berjudul " Cina dan Jalur Sutra Maritim" setebal 180 halaman.

Pada puncak keemasannya Sriwijaya mengontrol jalur sutra perairan, pasar yang besar dimana penduduk lokal, Arab, dan Cina berniaga.

Ketika kawasan Mediterania barat memasuki  masa kegelapan di abad 8, Sriwijaya malah mengukuhkan kejayaanya, yang beperan sebagai penghubung perdagangan jazirah Arab dan imperium Cina selama 300 tahun lebih.

Dr Kingsley menggambarkan Sriwijaya sebagai "negeri di atas air" dimana kota berdiri di atas sungai.

Jumlah penduduk tidak diketahui secara pasti, namun sebagai gambaran Sriwijaya memiliki 20.000 tentara, 3.000 biarawan, dan 800 kreditur.

Sriwijaya saat itu berada di puncak kemakmuran, hingga pembangunan Borobudur yang demikian megah, berasal dari cadangan emas raja Sriwijaya (dinasti Syailendra).

Dalam 5 tahun terakhir, para nelayan melakukan eksplorasi di sungai Musi dan berhasil mengangkat harta karun berupa koin emas, perhiasan, berlian, patung emas dari dalam sungai.

Berbagai temuan artefak itu berasal dari peradaban Sriwijaya abad 7 hingga 12.

Sumatra sejak zaman dahulu terkenal dengan cadangan emas dan kekayaan alam lainnya, juga sebagai pintu masuk jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara.

https://www.dailymail.co.uk/news/article-10122973/Lost-Island-Gold-Sumatran-fishermen.html