www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Sunday, January 24, 2021

Pejabat AS : " Bidik Indonesia & Mauritania Donald Trump Kehabisan Waktu"

Foto : Reuters via Middle East Eye

WASHINGTON (Middle East Eye) - Dua pejabat Amerika Serikat (AS) mengklaim bahwa rezim Trump telah kehabisan waktu sebelum dapat mengamankan perjanjian dengan Indonesia dan Mauritania untuk menormalkan hubungan dengan entitas zionis ‘Israel’.

Dua pejabat, yang berbicara secara anonim, meyakini bahwa Donald Trump akan mendapatkan kesepakatan itu jika dia menjabat selama satu atau dua bulan lagi.

“Mauritania dan Indonesia berada di urutan teratas, tetapi berubah berdasarkan berbagai keadaan,” kata seorang pejabat senior AS.

“Anda dapat memasukkan setiap negara ke dalam daftar, ke titik di mana Iran pada akhirnya akan bergabung dengan Perjanjian Abraham,” klaimnya.

Sumber itu memprediksi Mauritania perlu “berminggu-minggu” lagi untuk menyelesaikan kesepakatan, setelah menantu Trump Jared Kushner mengidentifikasi negara Afrika barat laut itu sebagai kandidat yang mungkin menormalisasi hubungan dengan ‘Israel’.

Seorang pejabat juga menduga bahwa Trump sedang dalam pembicaraan “perantara” dengan Oman untuk menormalkan hubungan dengan ‘Israel’, dan pembicaraan lanjutan dengan Arab Saudi, yang diperkirakan akan memakan waktu lebih lama.

Akhir tahun lalu, pemerintah RI membantah bakal menormalisasi hubungan dengan zionis ‘Israel’, setelah seorang pejabat AS mengatakan kepada Bloomberg bahwa Indonesia dapat menerima $2 miliar bantuan pembangunan dari AS. (Middle East Eye)

Sumber : sahabatalaqsha.com

Waren Buffet : Lain Dulu, lain Sekarang.

Investor kawakan dunia Warren  Buffett bukan penggemar aset tidak produktif dalam bentuk apa pun. Itu sebabnya, dia menghindari investasi pada emas.

Dalam suratnya kepada pemegang saham Berkshire Hathaway tahun 2011, Buffett menunjukkan bahwa emas adalah "favorit besar investor yang 

Dalam suratnya kepada pemegang saham Berkshire Hathaway tahun 2011, Buffett menunjukkan bahwa emas adalah "aset favorit investor yang takut akan hampir semua aset lainnya, terutama uang kertas." Dan agar adil, Buffett mengakui bahwa investor berhak takut terhadap uang kertas sebagai penyimpan nilai, khususnya karena inflasi.

Dalam hal emas, Buffett membahas dua kekurangan utama. Seperti semua aset tidak produktif, emas bukan "prokreasi." Dengan kata lain, emas tidak akan pernah menghasilkan lebih banyak emas, atau apapun yang bernilai, dalam hal ini. Sebaliknya, sumur minyak yang dibeli Berkshire akan menghasilkan aliran minyak yang berharga.

Pabrik pakaian akan mengeluarkan pakaian selama masih beroperasi. Investasi saham dapat menghasilkan dividen, yang kemudian dapat digunakan untuk membeli lebih banyak saham. Tapi satu ons emas yang Anda beli hari ini, akan tetap hanya satu ons emas dalam 400 tahun mendatang.

Kelemahan kedua yang dibahas Buffett adalah kurangnya penggunaan praktis untuk emas. Tentu, emas banyak digunakan untuk membuat perhiasan dan memiliki beberapa aplikasi lain, tetapi permintaan emas yang meluas tidak ada.

Poin Buffett adalah bahwa aset tidak produktif dengan aplikasi industri yang tersebar luas, seperti tembaga atau baja, setidaknya dapat mengandalkan permintaan untuk mendorong harga.

Dalam pidato 1998 di Harvard, Buffett mengatakan:

    "Emas digali dari tanah di Afrika, atau di suatu tempat. Lalu kami meleburnya, menggali lubang lain, menguburnya lagi dan membayar orang untuk berdiri menjaganya. Tidak memiliki utilitas. Siapa pun yang menonton dari Mars akan menggaruk-garuk kepala."

Untuk mengilustrasikan pendapatnya, Buffett menggunakan contoh dari dua kelompok investasi hipotetis. Kelompok pertama berisi semua pasokan emas dunia, bernilai sekitar US$ 9,6 triliun pada saat Buffett menulis surat itu. Kelompok kedua berisi aset dengan nilai yang sama -semua lahan pertanian penghasil tanaman di AS, 16 ExxonMobils, dan modal kerja US$ 1 triliun. (Catatan: Pada saat Buffett menulis surat itu, ExxonMobil adalah perusahaan paling menguntungkan di dunia.)

Inilah idenya. Tidak hanya aset-aset ini akan meningkat nilainya dari waktu ke waktu, tetapi lahan pertanian akan menghasilkan US$ 200 miliar dalam pendapatan tahunan, dan 16 ExxonMobils masing-masing akan menghasilkan laba US$ 40 miliar per tahun, dengan total produksi tahunan US$ 840 miliar per tahun, yang kemudian dapat diinvestasikan dalam aset produktif lainnya.


Faktanya, logika produksi dan reinvestasi inilah yang memungkinkan Berkshire Hathaway tumbuh dari produsen tekstil yang kesulitan pada 1960-an menjadi salah satu perusahaan terbesar di dunia saat ini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa hal yang sama tidak akan terjadi jika Buffett hanya menginvestasikan modal Berkshire dalam emas setelah ia mengambil alih pimpinan perusahaan.

Ini kabar yang mengejutkan bagi sebagian investor mengenai Warren Buffett. Wall Street Journal mengabarkan, Berkshire Hathaway Inc telah menempatkan investasi di salah satu perusahaan pertambangan emas terbesar dunia. Langkah ini menambah panjang daftar investor terkenal yang membuat taruhan terkait dengan logam mulia pada saat terjadi ketidakpastian ekonomi yang signifikan.

Melansir WSJ, Berkshire pada Jumat (14/8/2020) malam mengungkapkan bahwa mereka memegang saham di Barrick Gold Corp senilai US$ 565 juta pada akhir kuartal kedua. Barrick Gold merupakan perusahaan penambang emas terbesar kedua di dunia. Menurut FactSet, dengan jumlah tersebut, Berkshire menjadi pemegang saham terbesar ke-11 di Barrick yang berbasis di Toronto.

Langkah ini cukup mengejutkan karena Buffett di masa lalu mengatakan dia tidak suka berinvestasi di emas. Tidak seperti saham yang membayar dividen atau obligasi berkualitas tinggi, membeli dan menahan logam dalam portofolio investasi tidak menghasilkan pendapatan. Saham Barrick terdiri dari saham biasa yang membayar dividen.

Saham Barrick yang terdaftar di New York melonjak hampir 12% pada hari Senin menyusul berita Berkshire. Saham ini mencapai level tertinggi sejak Februari 2013 dan membawa kenaikan mereka di sepanjang tahun 2020 menjadi lebih dari 60%. Saham perusahaan emas lainnya juga naik. Sementara saham Kelas B Berkshire turun hampir 2% pada hari yang beragam untuk indeks saham utama AS.

Langkah Buffett dilakukan seiring lonjakan harga emas ke rekor tertinggi baru tahun ini. Harga si kuning sempat mencapai US$ 2.000 per ons troi pada awal bulan ini sebelum akhirnya mengalami penurunan tipis.


Langkah Buffett dilakukan seiring lonjakan harga emas ke rekor tertinggi baru tahun ini. Harga si kuning sempat mencapai US$ 2.000 per ons troi pada awal bulan ini sebelum akhirnya mengalami penurunan tipis.


Mengutip CNN, dalam kritikannya yang paling keras terhadap emas, surat tahunan Buffett kepada pemegang saham Berkshire 2011 mengatakan, "Jika Anda memiliki satu ons emas untuk selamanya, Anda masih akan memiliki satu ons pada akhirnya." Dia juga bercanda tentang tumpukan besar emas itu "Anda bisa membelai kubus (emas), tapi dia tidak akan merespon."

Berkshire memang tidak membeli emas asli. Tetapi saham perusahaan pertambangan biasanya naik dan turun seiring dengan pergerakan harga komoditas. Jadi sulit untuk menjadi bullish pada penambang jika menurut Anda harga emas akan anjlok.


Tapi Buffett juga menunjukkan dalam surat pemegang saham 2011 bahwa "apa yang memotivasi sebagian besar pembeli emas adalah keyakinan mereka bahwa ada kecemasan yang akan tumbuh."

Itu membuat investasi Berkshire di Barrick menjadi penting - dan mungkin membantu menjelaskan alasannya.


Pendapat para Ulama Fiqih Klasik tentang Uang

Dalam teks-teks fiqih klasik, uang selalu berarti koin emas (Dinar) dan perak (Dirham) – karena dua jenis uang inilah yang ada pada masa itu. Emas dan perak ini baik berupa uang ataupun bahan batangan atau bentuk lain sangat jelas diatur dalam kitab-kitab fiqih tersebut. Salah satu contoh pengaturan yang sangat tegas tersebut adalah Hadits dari Abu Said, Rasulullah SAW bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, garam dengan garam, sama banyak dan sama-sama diserahkan dari tangan ke tangan. Barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan sungguh ia telah berbuat Riba, penerima dan pemberi sama”. (HR Bukhari dan Ahmad)

Hadits tersebut melarang dua bentuk Riba yaitu Riba Al-Fadl dan Riba Al-Nasi’a. Riba Al- Fadl melarang jual beli antar barang yang sama dengan jumlah yang berbeda. Sedangkan Riba Al-Nasi’a adalah jual beli barang-barang yang disebut diatas atau yang sejenis dengan pembayaran yang tertunda. Sebagian besar ulama sepakat bahwa barang-barang yang disebut diatas merujuk suatu jenis barang – jadi tidak terbatas hanya pada yang disebut dalam hadits. Perbedaan pendapat baru timbul pada bagaimana masing-masing jenis didefinisikan. Pengelompokan jenis yang terkait dengan uang atau emas dan perak juga menjadi bahan perbedaan pendapat berikutnya. Semua mazhab menggunakan permisalan (qiyas) untuk mengelompokkan jenis barang yang sama atau berbeda tersebut.

Imam Hanafi menginterprestasikan 6 komoditi yang dikenakan hukum Riba berdasarkan dua karakteristik yaitu barang-barang yang ditimbang (berdasarkan berat) dan bahan-bahan yang ditakar berdasarkan volume (makilat). Emas dan perak masuk kategori barang yang ditimbang (mawzunat), maka uang dihukumi berdasarkan jenis barang yang ditimbang. Berdasarkan pemahaman ini maka berlaku pula larangan riba Al Nasi’ah untuk barang-barang lain yang biasa ditimbang.

Imam Hambali (781M- 858M) memiliki pandangan yang mirip dengan Imam Hanafi, namun menurut Imam Hambali uang harus diperlakukan secara khusus. Pendapat yang senada juga datang dari Ibn Qayyim yang merupakan murid Ibn Taimiyah tentang kedudukan uang yang khusus tersebut tidak boleh diperluas untuk mencakup juga barang-barang lain diluar uang.

Imam Shafi’i dan Imam Malik menginterpretasikan Hadits Riba tersebut secara berbeda. Dalam pandangan mereka, dua jenis pertama mewakili penentu harga (athman) sedangkan empat jenis barang yang lain terkait dengan makanan. Dengan paham ini segala bentuk jual beli yang dibayar dengan uang secara hukum dibenarkan. Menurut Imam Shafi’i ini uang tidak bisa dikategorikan kedalam makilat maupun mauzunat, melainkan terpisah sama sekali dari jenis barang lainnya berdasarkan kesepahaman antar pengguna uang tersebut. Lebih jauh karena semua barang bisa menjadi alat tukar atau memiliki sifat sebagai alat tukar (thamaniya), pendapat Imam Shafi’i tersebut memberikan banyak kebebasan – dan lebih pragmatis. Pendapat ini juga memiliki alasan praktis bahwa jual beli bahan makanan dengan uang pasti dibolehkan karena juga didukung oleh Hadits Rasulullah SAW, “Cara yang berguna bagi seseorang untuk memperoleh penghidupan”.

Konsep Imam Shafi’i mengenai thamaniya membuka konsep baru tentang uang, uang tidak lagi menjadi komoditi- berbeda dengan emas dan perak dalam bentuk aslinya. Orang memegang uang karena uang mudah dipakai untuk membeli kebutuhan apa saja yang dibutuhkan manusia. Nilai uang adalah berdasarkan kesepakatan dan tidak lagi terbatas pada nilai intrinsik yang terkandung dalam logam yang dipakai untuk membuat uang tersebut. Meskipun demikian Imam Shafi’i sendiri lebih condong untuk menimbang uang berdasarkan berat dibandingkan dengan menghitungnya, hal ini didorong oleh kebiasaan masyarakat pada zamannya yang begitu kuat memegang tradisi untuk menimbang uang. Karena kebiasaan ini, maka yang dikategorikan Riba pada masa tersebut adalah apabila jumlah berat yang berbeda dan bukannya dengan jumlah hitungan yang berbeda.

Imam Malik memiliki pandangan yang lebih jauh lagi tentang uang, ia misalnya tidak menganggap riba apabila terdapat perbedaan berat dalam uang. Apabila ada kelebihan berat dalam pertukaran uang sejenis, Imam Malik menganggapnya sebagai kedermawanan (tafaddul) dan perbedaan berat ini tidak perlu dikompensasikan dengan perbedaan jumlah. Malik juga mengijinkan sebaliknya, yaitu pertukaran uang sejenis dapat juga dilakukan melalui cara menghitung jumlah – dan ini juga tidak perlu dikompensasikan dengan penimbangan dengan berat. Secara historik, pemahaman antara menimbang dengan menghitung uang merupakan langkah yang penting dalam merumuskan konsep tentang uang.

Pada saat uang sudah dicetak dalam bentuk Dinar dan Dirham (bukan lagi dalam bentuk bahan aslinya berupa emas dan perak bongkahan) Menurut Imam Malik, Dinar dan Dirham masuk kategori barang yang harus dihitung, alasannya adalah berdasarkan Al-Qur’an Surat Yusuf 20, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa Dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf”.

Perbedaan pendapat lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah menyangkut nilai tukar antara Dinar dan Dirham. Di awal-awal perkembangan Islam uang Dinar dan Dirham digunakan secara bersama dalam suatu wilayah yang relatif sama, karenanya mau tidak mau terjadi interaksi tukar menukar antar keduanya. Dari sinilah para ahli fiqih berusaha merumuskan nilai tukar Dinar terhadap Dirham dan sebaliknya sejak awal-awal Islam berkembang tersebut. Nilai tukar ini perlu dipahami mengingat banyak hukum Islam yang dikaitkan langsung dengan Dinar dan Dirham sekaligus. Imam Hanafi misalnya menentukan nilai tukar berdasarkan hukum potong tangan dari Hadits Ibn Mas’ud RA. “ Jangan memotong tangan pencuri kecuali ia mencuri (lebih dari) satu Dinar atau 10 Dirham”. Artinya satu Dinar sama nilainya dengan sepuluh Dirham.

Sebaliknya Imam Malik (715 M- 796 M) menentukan bahwa pencuri yang dipotong tangannya apabila dia mencuri seperempat Dinar atau 3 Dirham, yang berarti satu Dinar sama dengan 12 Dirham.

Menarik untuk disimak adalah pendapat Imam Shafi’i yang menentukan nilai tukar berdasarkan beberapa hadits tentang potong tangan. Menurut beliau seperempat Dinar setara dengan tiga sampai delapan Dirham, ini berarti satu Dinar sama dengan 12 sampai 32 Dirham. Dari sini kita tahu bahwa Imam Shafi’ilah yang pertama kali memperkenalkan nilai tukar yang mengambang (floating rate) antar dua mata uang. Sejalan dengan ini Imam Shafi’i pula yang memperkenalkan dasar perhitungan zakat yang berbeda antara pemilik emas dan perak-artinya 20 Dinar sebagai nisab emas dan 200 Dirham nisab perak tidak harus memiliki nilai yang sama . Bagi pemilik emas dia terkena nisab emas dan bagi pemilik perak dia terkena nisab perak dan tidak perlu di equivalenkan antar keduanya. Pendapat ini juga sejalan dengan riwayat tentang Umar bin Khattab pada saat menentukan nilai uang darah pada saat unta menjadi mahal.

Perbedaan pendapat antara mazhab-mazhab yang ada juga terkait dengan nilai intrinsik uang dan nilai yang tertera dalam uang logam yang dicetak. Fulus dan Maghshus keduanya memiliki nilai intrinsik yang lebih rendah dari nilai yang tercetak di koin tersebut. Secara historis fulus dan Magshus merupakan bentuk awal uang konvensional seperti yang kita kenal sekarang yang secara luas diterima oleh para ulama. Namun karena dua jenis koin tersebut memiliki nilai yang jauh dibawah nilai yang tertera di koin yang bersangkutan, maka nilai tukar keduanya sangat tidak stabil. Dampak ketidak pastian nilai tukar ini menimbulkan bahaya lain yang disebut Gharar. Dalam konteks fiqih klasik ketidak pastian atau Gharar ini hanya bisa di amankan melalui dua cara yaitu ; uang hanya dinilai berdasarkan nilai intrinsik-nya seperti uang emas dan perak; atau kalau hal ini tidak bisa dilakukan maka Fulus dan Maghshus hanya dipakai pada lingkungan yang terbatas dimana ada kontrol sosial dan saling kepercayaan yang kuat diantara pelaku pasar sehingga nilai keduanya aman.

Menurut Imam Hanafi (699 M – 767 M) karena Fulus dan Maghsus tidak ditimbang maupun ditakar maka tidak terkena hukum Riba. Imam Shafi’i (767 M-820 M) bahkan tidak menganggap Fulus sebagai uang karena tidak dapat diterima oleh semua orang.

Sumber : Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirhan (M. iqbal) 

Friday, January 22, 2021

StoneX :Trend Emas tetap akan Naik tahun 2021

Investasi emas masih menjadi pilihan di tahun 2021 sebagai proteksi nilai di tengah sejumlah risiko yang ada terutama kondisi  politik dan ekonomi Amerika Serikat, menurut kajian lembaga pemeringkat keuangan internasional StoneX.

Komoditas emas naik rata-rata 27% sepanjang 2020. Tahun ini emas diprediksi tetap berpotensi naik di tengah ketidakstabilan geopolitik dan ekonomi dunia seperti stimulus ekonomi global yang masif, tingkat suku bunga yang rendah (bahkan mendekati negatif), dan terbelahnya politik di AS ( kubu Trump dan Biden).

Terkait dengan penanganan covid 19, investor memandang vaksin belum menjadi obat mujarab untuk mengatasi masalah ekonomi Amerika dan negara-negara lain.

Tingkat GDP (Gross Domestic Product) global juga belum bisa kembali mencapai angka di masa sebelum pandemi, terutama di negara-negara maju. Sementara di negara-negara berkembang nilai GDP diprediksi akan kembali normal seperti sebelum pandemi di tahun 2020.

Politik internasional pasca pemilihan Presiden Biden juga tetap akan tegang ketika berhubungan dengan Cina, yang mempunyai kebijakan mendukung kenaikan harga emas (bertolak belakang dengan kebijakan Biden yang tetap pada kebijakan nilai Dollar yang kuat  atau strong dollar policy). Dalam perspektif domestik AS, politik dalam negeri sangat terpolarisasi pasca pilpres (kubu Trump dan Biden), yang dapat memicu ketidakstabilan politik dan ekonomi di AS. Walaupun berdasarkan survey dari YouGov menyatakan bahwa 62% responden meyakini legitimasi Biden sebagai Presiden.

Sumber : kitco.com

Saturday, January 16, 2021

Tekanan harga emas akibat Kepanikan

Ada keresahan yang merebak akibat hal -hal sbb : Pandemi covid 19 yang menyebabkan lockdowns di sejumlah wilayah, terus memburuknya ekonomi terutama di Amerika Serikat, dan kemungkinan penundaan paket stimulus ekonomi senilai $1,9 Triliun Dollar  yang diluncurkan oleh Presiden AS terpilih Joe Biden.

"Perspektif ekonomi jangka pendek masih bermasalah. Orang-orang mulai panik dan memindahkan aset dalam bentuk tunai", kata Peter Hug direktur niaga global Kitco (dealer emas terbesar dunia).

Ketidakpastian ini mendorong orang untuk menjual asetnya seperti emas, saham dll ke dalam bentuk cash di saat nilai Dollar kembali naik. Kondisi ini membuat harga emas sementara ini mengalami tekanan.

Namun di satu sisi adalah peluang bagus untuk membeli emas saat ini. Jumlah Dollar yang  terlalu banyak membanjiri pasar saat ini, secara bertahap dalam jangka panjang akan melemahkan nilainya. Ketika Dollar melemah, secara otomatis harga emas kembali naik.

"Pasar menaruh perhatian terhadap pencetakan Dollar secara massif sebagai stimulus ekonomi. Bank sentral AS selalu menjaga tingkat inflasi yang rendah, apabila tingkat inflasi menyentuh angka 2%, pertanda mereka tidak sanggup menangani inflasi, dan hal itu bagus bagi emas (potensi kenaikan harga)", kata  Sean Lusk wakil direktur Walsh Trading.

Direktur bank sentral AS Jerome Powel dalam seminar online di The Princeton University Bendheim Center for Finance menyatakan bahwa  bank sentral tidak mengikat diri dengan angka inflasi tertentu. Inflasi yang terlalu rendah justru berbahaya."

Kemungkinan penurunan harga masih ada pekan depan, karena investor lebih membeli emas sebagai proteksi aset semata bukan untuk spekulatif. Namun dalam jangka menengah panjang akan kembali naik.

Sumber : kitco.com
 

Wednesday, January 13, 2021

The Destruction of Freedom

Ada polemik yang mengemuka mengenai pandemi covid hingga saat ini. Berikut adalah pandangan Paul Craig Roberts, penulis asal Amerika, yang juga mantan asisten Menteri Keuangan di era Presiden Ronald Reagan.

"Sejumlah bukti bermunculan bahwa pandemi ini adalah orkestrasi untuk mengurangi kebebasan manusia, karena (kebebasan itu) dapat membawa pada penyakit bahkan kematian.

Seiring uang secara fisik urgen bagi peradaban manusia, pemain global (globalist) ingin menggantikan kedudukannya dengan uang digital yang sifatnya virtual, yang tidak bisa ditarik secara fisik. Anda tidak bisa melakukan pembayaran secara anonim, tidak ada lagi privasi.

Manusia tiba pada revolusi digital tanpa memahami konsekuensinya secara menyeluruh. Mereka menyukai smart phone, internet, video games, sosmed, pembayaran online, bekerja (dan belajar) dari rumah. Sebagian senang dengan kondisi ini seraya menyerahkan otonomi dan kebebasan mereka. Bagi yang tidak menyukainya, pelan-pelan terjebak secara sistemik dalam kondisi ini hingga sadar akan konsekuensinya.

Gideon Lichfield dari MIT menyatakan, tidak ada yang kembali normal setelah Covid, yang ada adalah new normal. 

Setiap orang yang menunjukkan kebebasan, akan menjadi target utama untuk dikorbankan sebagaimanan Bradley Manning (tentara AS yang bersaksi yang menyebarkan video kejahatan perang AS ke wikileaks), Julian Assange, dan Snowden.

Dunia barat telah membeku ketakutan akibat kebohongan dan propaganda yang menghambat kebebasan.




Thursday, January 7, 2021

Krisis dan Kekacauan di Washington

Saat ini kekacauan sedang melanda ibukota Amerika Serikat, Washington DC membuat DPR dan Senat mengevakuasi kantor mereka. Hal ini disebabkan massa dalam jumlah besar menerobos Capitol Hill kawasan pusat pemerintahan AS. Mereka menentang hasil pemilihan presiden bulan November silam yang mensahkan kemenangan Biden.

Anggota legislatif baik kubu Demokrat dan Republik menyeru Donald Trump melakukan intervensi atas kekacauan ini. Demonstran berhasil menerobos gerbang gedung kongres, dan satu orang tertembak.

Presiden AS terpilih Joe Biden menyebut peristiwa ini sebagai "pemberontakan" dan secara bersamaan presiden Trump meminta pelaku kerusuhan ini untuk "kembali pulang". Menurut harian USA Today beberapa jam setelah massa pro-Trump merangsek dengan kekerasan di Capitol Hill, presiden Trump menyeru mereka agar "kembali pulang" namun beberapa kali menyatakan secara tersirat dukungannya atas tuntutan demonstran, dalam video 1 menitnya di twitter, Trump berkicau : "I know your pain, I know your hurt, but you have to go home now. We have to have peace. We have to have law and order."

Bagaimanapun dalam sebuah pesannya presiden Trump menyatakan bahwa kemenangannya dalam pilpres kemarin telah "dicuri" darinya.

Presiden terpilih Joe Biden memberi pernyataan dari Queen Theatre di Willmington Delaware, bahwa "Apa yang kita saksikan saat ini adalah segelintir ekstrimis yang tidak taat pada hukum. Ini bukanlah polemik, ini adalah gangguan ketertiban, kekacauan, hasutan dan ini harus diakhiri. Saya menyeru massa agar kembali pulang dan membiarkan demokrasi berjalan." Biden juga meminta Trump agar bicara di TV nasional dan meminta massa agar mengakhiri demo dengan tertib.

Wednesday, January 6, 2021

Venezuela akan Beralih ke Ekonomi Digital secara Penuh

Presiden Venezuela Nicolas Maduro segera mengumumkan pemberlakuan ekonomi digital secara penuh seiring hyperinflation (meningkatnya jumlah uang yang beredar secara ekstrem sehingga menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa) di negaranya.

Sejak mengalami sanksi dari AS dan jatuhnya harga minyak dunia, mata uang Venezuela, Bolivar hampir tidak bernilai. Akibatnya Dollar AS mengambil alih peredaran mata uang di negara kaya minyak tsb. 

Dalam wawancara stasiun TV Telesur  Jumat 1 Januari silam, Maduro menyatakan "Mereka (AS) telah memerangi mata uang (fisik) kita. Maka kita beralih kepada ekonomi yang lebih prospek yaitu ekonomi yang 100% berbasis digital."

Ini adalah langkah ambisius Maduro teranyar, setelah tahun 2017 silam ketika mata uang Bolivar terjun bebas, dia bersumpah akan beralih pada mata uang Crypto dengan nama Petro yang dijamin dengan minyal, gas, emas, dan berlian. Ketika diluncurkan pada 2018, AS menyebut Petro sebagai mata uang tipuan.

Mata uang Bolivar kehilangan nilai hingga 99% dalam 3 tahun terakhir akibat hyperinflasi ekstrem hingga 5.790% dalam 12 bulan terakhir.

Indonesia sendiri di zaman Presiden Soekarno pernah mengalami hyperinflasi hingga 650% berujung pada pemotongan nilai uang (sanering).

Sumber : bloomberg.com

Suplay Uang dan Jaminan Emas

Dalam teori moneter, suplay uang atau jumlah uang yang beredar di suatu negara ada beberapa klasifikasi. Mulai dari M0, M1, M2, dan M3.  M0 dan M1 adalah adalah uang dalam bentuk koin, uang kertas, dan uang yang ada di bank yang dapat ditarik atau dicairkan kapan saja. Sedangkan M2 adalah MO dan M1 ditambah dengan deposito berjangka, valas, saham, obligasi dan surat berharga lainnya dengan durasi hingga 1 tahun. Sedangkan M3 adalah pengertian suplay uang paling luas mencakup M2 ditambah dengan deposito dan surat berharga jangka panjang. Karakter dari M3 adalah likuiditasnya (pencairan dalam bentuk tunai) kurang dibanding M1 dan M2. Kemudian M3 lebih berhubungan dengan korporat atau perusahaan besar dibanding usaha kecil atau individu.

Idealnya suplay uang di suatu negara atau di dunia mesti dijamin sejumlah emas dengan nilai setara. Apabila suplay uang lebih besar dari emas yang dijaminkan, maka daya beli (purchasing power) uang tsb akan menurun dari waktu ke waktu.

Dalam skala global, suplay uang (M2) di seluruh dunia saat ini sekitar $100 Triliun. Maka idealnya jumlah emas yang ada di bank-bank sentral dunia juga senilai $100 Triliun pula. Namun jumlah cadangan emas bank-bank sentral dunia saat ini adalah 34.000 metrik ton. Apabila dinilai dengan harga pasar emas saat ini yaitu $1.920 per troy ounce, maka totalnya $ 2 Triliun atau hanya 2% dari total suplay uang M2. Artinya total uang beredar di dunia saat ini hanya dijamin dengan 2% emas saja. Maka yang terjadi selanjutnya adalah daya beli uang (kertas) menunjukkan trend menurun.

Gambar berikut adalah suplay uang (M2) 12 negara maju dunia per 2020.


Akibat suplay uang melampaui yang semestinya, maka  nilai mata uang Dollar AS dan Euro terhadap emas (per miligram) terus menurun dalam 11 tahun terakhir  dapat dilihat di bawah ini (periode Jan 1999 - Sept 2020)






Monday, January 4, 2021

Inflasi antara paham Keynesian dan Klasik

Dalam ekonomi modern (diwakili oleh paham Keynessian) pengertian inflasi yaitu kenaikan tingkat harga secara umum adalah tidak tepat. Pengertian inflasi menurut mazhab klasik adalah kenaikan jumlah uang (yang beredar) yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa. Untuk memahami teori uang dan kredit secara konsisten kita mesti mengacu pada definisi yang tepat. Efek atau akibat terhadap harga (kenaikan barang dan jasa) hanyalah salah satu konsekuensi saja dan itu bukanlah inflasi. 

Efek dari kenaikan jumlah uang dan kredit tergantung pada respon dari manusia atau penduduk suatu negeri. Di negara yang penduduknya gemar menabung, kenaikan jumlah uang menyebabkan bertambahnya nilai tabungan nasabah pada neraca bank. Situasi ini mendorong mengalirnya modal dari bank untuk investasi industri. Hal ini mendorong inovasi  produk, produksi yang lebih efisien, dan harga yang kompetitif di pasar yang mendorong turunnya harga produk tsb, walaupun jumlah uang beredar naik.

Kita bisa melihat efek ini pada produk-produk elektronik yang berasal dari negara Asia Timur, terutama Jepang dan Cina. Sebaliknya negara-negara yang penduduknya tidak gemar menabung, bahkan cenderung konsumtif, terutama Amerika dan Inggris, investasi produksi terasa kurang, dengan tekanan impor amat kuat. Maka yang terjadi kemudian adalah konsumsi mendominasi dan kenaikan jumlah uang beredar di tangan orang-orang, efek berikutnya adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum.



Friday, January 1, 2021

Kisi Kisi Ekonomi dan Moneter 2021

The Federal Reserve (bank sentral AS) mulai kehilangan tajinya terhadap Dollar. Nilai Dollar terus menurun terhadap mata uang asing  dan terhadap komoditas lainnya.

Menggelembungnya jumlah Dollar terutama selama pandemi menyebabkan total Dollar yang beredar di luar Amerika Serikat saat ini sekitar $27,7 triliun.

Suatu saat gelembung ini akan meletus menyisakan investor Dollar termenung akibat  kejatuhan fiat money (mata uang kertas), obligasi, dan pasar modal yang dapat terjadi setiap saat. Pertanyaan yang muncul kemudian, ketika mata uang kertas  hancur, apa gantinya? Apakah cryptocurrency seperti bitcoin atau logam mulia seperti emas?

Ketika peradaban moneter saat ini tinggal debu-debu, jelas yang tinggal bersinar hanyalah emas. Ini pula yang sedang dipersiapkan oleh bank-bank sentral di dunia dengan membeli emas, yang terbukti menjadi mata uang paling lama digunakan dalam sejarah umat manusia.

Berikut refleksi ekonomi dan moneter 2020 dan kisi kisinya tahun 2021 menurut pemaparan Alasdair Mcleod dari goldmoney.

Tahun 2020 ditandai dengan penurunan tajam sektor finansial Amerika sebelum Maret yang ditandai dengan tergerusnya indeks saham S&P 500 sejumlah 1/3 nilainya. Hingga akhirnya the Fed memotong tingkat bunga menjadi 0% tanggal 16 Maret, diikuti dengan pengumumuan kebijakan Quantitative Easing (stimulus bantuan finansial) dalam jumlah tak terbatas, di hari Senin berikutnya.

Krisis Covid 19 mengakibatkan ekspansi moneter yang massif, kebijakan yang diambil untuk menyelamatkan ekonomi dari pusaran arus kontraksi kredit bank. Sebagaimana terlihat dalam gambar (1) berikut :
Semuanya berbalik setelah pengumuman the Fed mengenai penetapan suku bunga mendekati 0% di bulan Maret. Secara sederhana copper (tembaga) mewakili komoditas dan bahan baku, S&P mewakili aset finansial dengan bunga yang tidak tetap, dan emas mewakili mata uang non pemerintah.

Pasca pengumuman the Fed, ketiga komponen tsb menunjukkan konsistensi seiring merosotnya prediksi ekonomi ke depan. Dimana emas tampil  sebagai lindung nilai sebagai dampak kenaikan harga yang signifikan.

Sebagai akibat inflasi moneter (karena peredaran Dollar secara masif), maka nilai Dollar (mengacu pada indeks tertimbang perdagangan Dollar) jatuh, sebagaimana dalam gambar (2) berikut :
Secara umum apabila nilai 
mayoritas komoditas dan aset financal (non-fixed interest) spt saham naik secara bersamaan, maka hal itu adalah refleksi dari jatuhnya daya beli mata uang (kertas) diukur dari komoditas dan aset finansial tsb. Bahkan nilai Dollar jatuh dibanding mata uang asing lainnya, mengacu dari indeks tertimbang perdagangan dan kenaikan nilai mata uang yang ada pada gambar di atas. Perlu dicatat sebagaimana Dollar, mata uang asing lain juga mengalami kenaikan suplay uang, namun efek penurunan daya beli terbesar ada pada Dollar. 

Dalam gambar (3) dibawah ini menggambarkan skala pembiayaan pemerintah AS yang lebih banyak diperoleh dari pasar obligasi (surat utang) melalui Quantitative Easing daripada melalui pungutan pajak.


Inflasi Uang 

Yang perlu dicermati adalah satu-satunya kebijakan paling penting dari the Fed adalah inflation of money supply atau kenaikan jumlah uang beredar tanpa dibarengi dengan pergerakan aset riil, dan yang terjadi kemudian adalah semakin bertambah uang beredar (money supply) maka kekayaaan berpindah dari sektor produktif ke eksekutif. Semakin bank sentral mendorong bank swasta untuk ekspansi kredit maka  kekayaan (wealth) berpindah dari ekonomi rakyat kepada  konglomerat, dari nasabah kepada debitur bermasalah. Para elit eksekutif meyakinkan diri mereka sendiri bahwa inflasi uang baik untuk ekonomi. Namun kini situasinya semakin liar. Inflasi moneter akan menjadi kekuatan destruktif yang nyata sepanjang 2021.

Ada dua tujuan dari inflasi moneter, pertama untuk memastikan anggaran pemerintah selalu tersedia, kedua untuk memastikan lapangan kerja tersedia penuh dengan target inflasi terukur ( di AS target inflasi adalah 2%). Dalam poin ini badan statistik pemerintah ditekan agar target inflasi sesuai target, sehingga the Fed (bank sentral AS) dapat memacu suplay uang dengan maksimal.

Dalam rangka menutupi defisit pemerintah, bank sentral AS menekan suku bunga hingga mendekati nol, bahkan bank sentral lain memberlakukan suku bunga negatif (dimana bank mengenakan biaya terhadap nasabah yang menyimpan uangnya di bank).The Fed belum sejauh itu, namun ada sinyal bahwa biaya modal dari utang pemerintah semakin naik, sebagaimana gambar (4) yaitu imbal hasil (yield) dari surat utang atau obligasi pemerintah AS jangka 10 tahun terus menurun, di bawah ini :
Bagi investor jelas dari gambar di atas bahwa yield dari obligasi AS menunjukkan trend menurun, ditambah dengan kejatuhan nilai Dollar yang mengacu pada indeks tertimbang perdagangan Dollar, maka dapat dinyatakan bahwa pemegang- investasi berbasis- Dollar akan kehilangan uangnya.

The Fed akan menghadapi masalah yang sama dengan John Law di Perancis  awal tahun 1720 ketika upaya mempertahankan nilai aset yang berasal dari mencetak uang mulai gagal, menyebabkan nilai aset perusahaannya ( ventura Missisipi dan bank miliknya) dan uang kertas cetakannya hancur. Mata uangnya tidak bernilai di pasar valuta asing London dan Amsterdam dalam kurun kurang dari 9 bulan, begitu pula valuasi saham venturanya tergerus lebih dari 80%.

Kesamaan situasi di atas dengan sekarang tidak bisa dielakkan. Ketika pelaku monopoli moneter kehilangan kendali atas pasar mata uang, maka tidak hanya kejatuhan pasar sekuritas yang terjadi tetapi juga kehancuran nilai mata uang kertas utama dunia saat ini yaitu Dollar Amerika. Ketika nilai Dollar jatuh, mata uang lainnya akan terkena imbasnya (ikut jatuh).