www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Monday, April 15, 2019

Ketidakstabilan Dollar terhadap Komoditas

Harga komoditas seperti minyak, emas, perak, dan tembaga umumnya mengalami kenaikan dalam jangka panjang seiring dengan jatuhnya mata uang kertas (dalam hal ini Dollar sebagai mata uang utama dunia) 

Sebagai contoh harga minyak. Minyak mengalami kenaikan yang amat signifikan dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 1960-an harga minyak/barel hanyalah beberapa dollar saja, namun kini di atas $60. Dalam dekade terakhir, harga minyak yang mengacu pada West Texas Intermediary oil (WTI) harga tertingginya adalah $140 dan terendahnya $27. Pada saat yang sama fluktuasi demand-nya cukup rendah. Dalam sejarah rekor harga tertingginya adalah tahun 2008 dan harga terendahnya tahun 2016. Dan dalam periode tersebut (2008-2016) demand globalnya meningkat secara konsisten dari 85,8 juta barel/hari hingga  96,2 juta barel, namun   harga minyak justru jatuh secara drastis. Ini berarti volatilitas harga (dinamika kenaikan dan penurunan harag) mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dibanding karakteristik supplay dan demand. Dengan kata lain pengaruh fluktuasi dollar mempunyai korelasi signifikan dengan ketidakstabilan harga minyak, bukan pada sisi demand dan supplaynya.

Pada Juni 2008 harga minyak mencapai rekor tertinggi seiring krisis finansial AS yang dipicu oleh kejatuhan Lehman, pada saat yang sama indeks perdagangan tertimbang (Trade Weighted Index atau TWI) dalam Dollar jatuh pada titik terendah. Setahun kemudian pada 2009 harga minyak jatuh 70% sementara TWI dalam Dollar naik 17%. Dan setelah TWI dalam dollar turun secara bertahap, maka harga minyak naik signifikan dari $42 hingga $114/barel antara Januari 2009 dan April 2011.Kemudian antara Juni 2014 hingga Februari 2016 harga minyak jatuh dari $105 menjadi $27/barel, sementara pada saat yang sama indeks TWI dalam Dollar naik dari 80 menjadi 99. Sehingga jelas korelasi  antara harga minyak dan dollar adalah negatif (hubungan terbalik). Maka  dapat diambil simpulan bahwa harga minyak lebih dipengaruhi dari fluktuasi nilai dollar dibanding sisi supplay dan demand dari minyak itu sendiri.


Pola yang sama juga terlihat pada komoditas penting lainnya seperti tembaga. Ketika harga minyak naik drastis tahun 2008,  harga tembagapun ikut naik. Ketika harga minyak mencapai titik terendah bulan Januari, demikian pula tembaga. Ketika tembaga mencapai harga tertinggi sepanjang sejarah, harga minyak mengikutinya beberapa bulan kemudian.

Publik umumnya menilai kenaikan harga komoditas dari sisi suplay dan demand saja. Namun grafik supplay dan demand dari minyak dan fluktuasi dollar mencerminkan ketidakstabilan lebih kepada sisi transaksi Dollar itu sendiri. Oleh karenanya apabila Dollar sebagai acuan utama harga internasional tidak lagi digunakan maka volatility harga komoditas akan hilang. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apabila emas  mengantikan posisi Dollar sebagai mata uang utama, apakah fluktuasi harga tetap terjadi?

Pricing commodities in gold

Ketika emas berfungsi sebagai uang, peran kredit bank (berbasis riba) akan jauh berkurang. Artinya transaksi barang dan jasa antar negara tidak dapat dibiayai dengan kredit tanpa jaminan emas yang setara. Kegiatan impor komoditas seperti minyak dan lain-lain mesti dibayar dengan komoditas riil ekspor. Ini adalah alasan mengapa ketidakseimbangan neraca perdagangan antar negara yang menggunakan mata uang emas tidak terjadi.
Implikasinya adalah sebagian besar spekulasi dari komoditas dalam ekonomi berbasis uang kertas akan ditekan dengan peran mata uang emas, karena spekulasi berbasis kredit atau utang baik jangka pendek atau jangka panjang akan terbatas ruang geraknya. Tentu saja spekulasi tidak bisa hilang sepenuhnya, karena tidak ada yang dapat menghalangi dua pihak untuk  berjudi tanpa ada mediator seperti bankir yang menawar kan kredit.

Maka kebutuhan akan manajemen resiko melalui produk derivatif (surat berharga atau produk finansial beserta turunannya) akan berkurang dengan sendirinya, sebagai akibat dari ketiadaan volatilitas dari sisi nilai mata uang. Proteksi dari fluktuasi harga komoditas pada dasarnya berperan sebagai penjamin.

Karenanya harga komoditas dalam emas akan jauh lebih stabil. Kecendrungan akan ketidakstabilan yang timbul akibat aliran kredit perlahan menghilang.

Terkahir, hilangnya peran intervensi bank, akibat penggunaan mata uang emas, memutus ketidakstabilan siklus kredit dibawah sistem fractional reserve banking. Sebab hal inilah yang memunculkan fluktuasi dari daya beli mata uang (kertas) baik melalui menambah jumlah uang beredar dan kredit dan juga ketidakstabilan preferensi atau (kebijakan) moneter yang semuanya berbasis kredit (berbunga). Volatilitas harga yang kita alami saat ini hampir 100% terjadi karena berlebihnya jumlah uang yang beredar yang membelit sistem ekonomi kita. Mengurangi faktor ini berarti mengurangi faktor utama volatilitas harga.
 sumber : GoldMoney.com/Prices When Gold is Money, Alasdair McLeod

Saturday, April 6, 2019

Bank Sentral Gagal Menjaga Nilai Mata Uang

Bank sentral tertua di dunia ternyata bukan bank sentral Inggris atau Amerika,  dia adalah Rijsbank,  bank sentral Swedia. Berdiri 351 tahun yang lalu pada tahun 1668. Sebagaimana bank sentral lainnya di dunia, salah satu fungsinya adalah menjaga agar nilai mata uangnya stabil dan terjaga,  demikian pula Rijsbank yg dalam websitenya mempunyai moto " We ensure that money retain it's value... " ("kami memastikan nilai mata uang tetap terjaga"). Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Alih-alih stabil, mata uang Krone Swedia tergerus nilainya dari waktu ke waktu.  Selama abad 21 ini saja Krone Swedia turun nilainya hingga 80%, bahkan sejak 1971 nilainya tergerus hingga 99%. Tentu saja apabila patokan nilainya disandingkan dengan emas sebagai acuan nilai yg adil sepanjang sejarah.

Pada tahun 1600-an Swedia sudah menggunakan mata uang emas dan perak sebagai alat transaksi, namun karena mesti mengongkosi perang yg berkepanjangan, emas dan perak inipun hilang dari peredaran.  Sebagai gantinya Swedia memperkenalkan mata uang tembaga. Kebijakan ini bertujuan ganda,  selain sebagai mata uang juga untuk mempertahankan nilai tembaga di pasar Eropa. Karena Swedia adalah eksportir tembaga terbesar di dunia.

Falun mine adalah perusahaan tambang yg ditunjuk untuk mencetak koin tembaga ini. Tambang ini berdiri tahun 1288, sebelum akhirnya berubah nama menjadi Stora Kopparberg Mining tahun 1347. Stora memenuhi kebutuhan 2/3 konsumsi tembaga di Eropa dan tentu saja membiayai perang Swedia.

Tahun 1644 Stora mulai memproduksi koin tembaga ukuran besar untuk menjaga agar nilai pasar tembaga tetap tinggi. Pecahan koin terbesarnya adalah sepanjang 62cm dengan berat 20kg. Tentu bukan ukuran yang praktis untuk dibawa dalam kantong.

Bank pertama di Swedia,  Stockholm Banco berdiri tahun 1656. Bank ini memperkenalkan bank notes (secarik kertas sebagai bukti kepemlikan emas atau perak yg disimpan di bank-dalam kasus ini adalah tembaga) untuk menggantikan sejumlah koin tembaga yang disimpan bank.  Oleh karenanya Swedia adalah negara pertama di Eropa yang menerbitkan bank notes. Yang terjadi kemudian persis sama dengan eksperimen yang dilakukan John Law di Perancis awal tahun 1700-an dan kolapsnya Mississippi Company di AS yang terjadi akibat penerbitan bank notes yang jauh melampaui aset yang dijaminkan di bank.

Ditengah kekacauan inilah Bank sentral Swedia berdiri tahun 1668 sebagai  ganti dari Stockholm Banco. Sejak awal berdiri undang-undang Swedia menegaskan tujuan berdirinya adalah "maintain the domestic coinage at it's right and fair value" (menjaga mata uang domestik dengan nilai yg stabil dan adil). Namun setelah 331 tahun kemudian, nilai krone Swedia tergerus hingga 99%, dengan kata lain tujuan berdirinya bank sentral di atas sudah tidak lagi relevan.

Norges Bank

Bergeser ke Norwegia, Bank sentral mereka Norges Bank juga mempunyai tujuan yang tidak berbeda dengan Swedia "Price stability by means of monetary policy" dan "to keep inflation low and stable" . Namun faktanya Norwegia adalah negara dengan biaya hidup yang sangat tinggi. Cadangan devisa emas mereka juga nyaris tak ada-karena hanya tersisa 7 batang emas,  setelah mereka menjual cadangan emas mereka sejumlah 37 ton tahun 2004. Sehingga harga emas dalam mata uang mereka Norwegia Krone saat ini mencapai rekor tertinggi.

sumber : Egon von Greyerz,  kingworldnews. com