www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, October 28, 2020

New Gold Standard : Revolusi Chaos atau Jalan Damai

 Sebelum tahun 1914 sistem moneter global berbasis pada Gold Standard klasik, namun dalam satu abad terakhir sistem moneter berubah rata-rata setiap 30 hingga 40 tahun terakhir.

Dalam 31 tahun sejak sistem Gold Standard berakhir, pada tahun 1945, sistem moneter baru muncul di Bretton Woods. Dollar didesain sebagai  World Reserve Currency (mata uang utama dunia)- status yang hingga saat ini tetap berlaku.

Di bawah sistem itu, Dollar dipatok dengan nilai $35 per ounce emas. Tetapi 25 tahun kemudian, pada tahun 1971 Presiden Nixon mengakhiri convertibility secara langsung dari Dollar ke emas.Untuk pertama kali sistem moneter tidak mengandung emas sama sekali.

Hari ini sistem moneter tsb telah berumur hampir 50 tahun, dunia terlambat untuk sistem moneter yang baru. Emas seharusnya sekali lagi memerankan perannya dalam sistem moneter karena bisa jadi emas adalah satu-satunya jangkar bagi sistem moneter internasional dalam masa-masa sulit ini. Namun harga  emas bisa menjadi lebih dan lebih tinggi lagi.

Prospek Gold Standard yang baru akan semakin kuat sejak virus corona dan kekacauan moneter melanda.Karena mata uang di seluruh dunia dalam kondisi rentan seiring resesi di berbagai negara. Apabila kondisi ekonomi di AS dan Eropa semakin parah akan memicu krisis ekonomi yang dalam di belahan dunia lain. Maka saat itulah sistem moneter yang baru membutuhkan pemeran utama yang baru. Dan kandidat utamanya adalah emas.


 


Kehancuran Mata Uang Eropa : Euro (1)

Seandainya ada konstruksi politik yang tidak tertulis dari tujuan berdirinya Uni Eropa adalah untuk memperbudak penduduknya.

Kegagalan Uni Eropa yang berdiri tahun 1999, mulai tak bisa dihindari pada tahun ke 12 dari mulai berlakunya mata uang bersama  kawasan yaitu Euro yang mengikat negara-negara anggota yang amat heterogen.

Hal ini dipicu oleh krisis utang yang melanda sebagian negara-negara anggota, kondisi mayoritas perbankan yang amat rentan, tingkat pengangguran yang tinggi, dan defisit perdagangan yang demikian besar di antara mereka.

Tujuan politik untuk membangun harmonisasi Uni Eropa juga hancur berantakan, karena Jerman dan Perancis terpaksa melakukan penghematan yang luar  biasa untuk membantu krisis yang menjerat Italia (sejak 2008) dan Yunani (sejak 2009)

Pada tahun 1956 setelah  AS memaksa Inggris dan Perancis untuk menarik pasukannya dari terusan Suez,  Kanselir Jerman Konrade Adenauer mengatakan kepada seorang politisi Perancis bahwa bersatunya negara-negata Eropa dalam satu wadah tidak serta merta akan menjadikan Uni Eropa sebagai Global Powers, tetapi satu-satunya cara agar dapat berperan sebagai pengambil keputusan yang diperhitungkan dunia. Satu tahun kemudian perjanjian Roma disepakati yang menghasilkan the Common Market. Pada tahun 1967 berkembang menjadi European Communities dan puncaknya perjanjian Maastricht tahun 1992 menghasilkan Uni Eropa yang mengakomodir kawasan perdagangan bebas yang lebih luas, mobilitas tenaga kerja, tahapan waktu mata uang tunggal, dan pasar terpadu komoditas Uni Eropa,.

Komisi Eropa menindaklanjuti kesepakatan ini dengan penekanan bahwa pasar bersama akan efektif     dengan syarat pemberlakuan mata uang tunggal (yang secara ekonomi tidak logis). Sebagai contoh North  American Free Trade Agreement (NAFTA) tidak pernah mensyaratkan mata uang bersama anggotanya  (AS, Kanada, dan Mexico) sebagai syarat perdagangan bebas kawasan.

         Jerman adalah salah satu negara yang menolak pembentukan mata uang tunggal Uni Eropa. Hal ini                    beralasan karena Jerman mengalami kemakmuran ekonomi dengan mata uang Deutsche Mark yang kuat         dan stabilitas harga pasca PD II.

       Namun akhirnya Jerman menyerah karena desakan Perancis agar agenda Uni Eropa dengan mata                uang  tunggal tetap  pada 1999. Namun Jerman juga berhasil memberi pengaruh terhadap                                karaktersitik  bank Sentral Eropa (ECB) yaitu :
  1.        Secara formal bank Sentral bersifat independen
  2.        Tujuan tunggal bank sentral adalah stabilisasi harga
  3.        Larangan membeli obligasi dari sesama negara anggota
  4.        Tidak ada "bail out" bagi negara anggota yang mengalami insolvency (ketidakmampuan memenuhi         utang jangka panjang)     
  5.        Lokasinya di kota Frankfurt Jerman.
  6.       Jerman juga memaksakan poin stability agreement yang mendorong penalti finansial anggota  yang       mengalami defisit anggaran dan yang utangnya melebihi 60% dari GDP.

Ketika Jerman dan Perancis dalam perjalanannya (justru) melanggar kesepakatan di atas, maka dewan menteri melakukan voting agar tidak mengenakan hukuman bagi kedua negara, sehingga akhirya kesepakatan di atas menjadi mandul dan tidak lagi berarti. 

Pada musim gugur 2011, beberapa negara Eropa memiliki rasio utang terhadap GDP yang  cukup tinggi  sehingga berpotensi gagal bayar.

Para pemimpin negara-negara Eropa memiliki 3 strategi berbeda untuk menangani situasi ini. Pertama, Kanselir Jerman dan Presiden Perancis Sarkozy(saat itu) meminta bank-bank komersial mesti menaikkan rasio modalnya sesuai dengan standar yang dikehendaki European Financial Stability Facillity, yang berdiri Mei 2010 untuk membiayai pinjaman Yunani dan negara-negara Uni Eropa lainnya mesti ditingkatkan dari $400 miliar menjadi $ 1triliun. Manuver ini bermaksud untuk menyediakan garansi agar Italia dan Spanyol mendapat akses pinjaman modal.

Tetapi rencana untuk menaikkan rasio modal tidak berjalan sempurna, karena bank komersial tidak bersedia mencairkan pinjaman kepada negara-negara lain selain kepada para pemegang sahamnya, hal ini menyebabkan aktivitas ekonomi di Eropa mengalami penurunan.

Strategi kedua adalah atas inisiatif Perancis mendorong bank Sentral Eropa (ECB) untuk membeli surat utang Italia, Spanyol,dan negara-negara lain dengan tingkat utang yang tinggi. ECB telah melakukannya hingga batas maksimal, namun tidak sanggup mendongkrak Italia dan Yunani pada level tingkat utang yang stabil.

Strategi ketiga adalah dengan memanfaatkan figur seperti Angela Merkel  yang ingin mengoptimalkan krisis  ini untuk membangun kesatuan politik. Dia menggaungkan kesatuan fiskal negara-negara Eropa dengan menyerukan negara-negara dengan anggaran yang surplus agar membantu negara-negara dengan anggaran yang defisit setiap tahun. Dalam proses ini komisi  Eropa mempunyai otoritas untuk mereview anggaran nasional dan memaksa negara-negara untuk mengurangi defisit fiskal, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan daya saing internasional.

Proses pengelolaan bantuan ini telah berhasil pada Italia dan Yunani. Yang paling dramatis adalah kasus Yunani. Pada akhir Oktober 2009 Yunani tidak berhasil mendapat pinjaman dari pasar modal internasional, sehingga mesti mengandalkan tambahan utang dari bank Sentral Eropa dan IMF untuk membayar gaji PNS dan mempertahakan bantuan sosial mereka. Kanselir Angela Merkel dan Presiden Perancis Sarkozy mengundang PM Yunani George Papandreau ke Brussels dan menyatakan kepadanya agar menghentikan rencana referendum nasional terkait penghematan yang disyaratkan oleh negara-negara Eropa. Mereka menekankan kepada Papandreau untuk membujuk parlemen Yunani agar mau mengurangi anggaran defisit yang dirancang Merkel dan Sarkozy atau dikeluarkan dari Uni Eropa. Papandreau setuju dan memaksa parlemen untuk mengeluarkan Undang Undang terkait. Papandreau kemudian mundur, dan Lucas Papademos, mantan vice president bank sentral Eropa yang ditunjuk sebagai PM Yunani sementara dengan tugas utama  memotong anggaran yang dirancang Brussel (markas Uni Eropa). Namun parlemen yang baru menolak dan demonstrasi besar-besaran rakyat Yunani menunjukkan bahwa mereka tidak mau tunduk begitu saja terhadap skenario yang dipaksakan oleh Jerman seperti memberhentikan PNS, mengurangi permintaan pasar di saat tingkat pengangguran double digit dan kejatuhan GDP secara cepat. Sedangkan di Jerman, publik marah atas kemurahan hati Jerman mentransfer dana untuk membantu ekonomi Yunani dan mengganggap aturan baru bank Sentral Eropa mengarah pada perubahan radikal.

Situasi di Italia berbeda karena mereka belum terikat dengan transfer dana dari bank Sentral Eropa atau IMF. Perancis dan Jerman memaksa Italia untuk mengikuti aturan anggaran yang baru seiring dengan  mundurnya PM Silvio Berlusconi dan diganti oleh seorang teknokrat pemerintah untuk mengatasi masalah fiskal Italia. Mata uang Euro kemudian mengalami konflik internal dalam kawasan.

Walaupun negara-negara Uni Eropa berhasil mengurangi defisit anggaran mereka, namun tetap belum berhasil mengatasi perbedaan kemampuan daya saing  jangka panjang, yang berpotensi menimbulkan  perbedaan neraca perdagangan.

bersambung


      
 
















Tuesday, October 20, 2020

US-French Trade War



Potensi perang dagang paling anyar bukan hanya AS dan Cina, namun juga AS - Perancis. Malah tensi bilateral ini melebihi ancaman gelombang ke 2 Covid Eropa.

Perseteruan ini bermula Juli 2019 silam, ketika parlemen Perancis meloloskan GAFA (Google, Apple, Facebook, dan  Amazon) Tax, yang mewajibkan perusahaan-perusahaan tsb untuk membayar pajak sejumlah 3% dari pendapatannya dibawah ketentuan cyber services negara Perancis. Amerika Serikat menentang dengan keras UU ini dan mengancam akan membalas dengan mengenakan pajak terhadap produk anggur (wine) dari negara-negara Eropa. Hal ini berbuntut agitasi kedua negara hingga hari ini.

Perselisihan makin memuncak pasca pandemi ketika raksasa-raksasa teknologi itu mendapat banyak keuntungan di tengah meningkatnya penggunaan internet di tengah isolasi komunal berbagai negara. Sengketa makin resisten hingga level intoleran menyebabkan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 
memperingatkan bahwa situasi ini dapat menurunkan GDP kedua negara. OECD juga mengkonfirmasi tidak adanya kesepakatan tahun 2020 ini.

OECD juga mensinyalir perang dagang kedua negara dapat menyeret negara-negara lain untuk terlibat menuju perang dagang global. Apalagi bila negara-negara lain mengikuti jejak Perancis mengenakan pajak terhadap cyber services perusahaan-perusahaan teknologi tsb. OECD meyakinkan komunitas internasional bahwa kesepakatan akan dicapai pertengahan  2021.

Sumber : globalresearch.ca Lucas Leiroz Federal University  of Rio de Janeiro


Monday, October 19, 2020

Siklus harga Emas di tengah Pemilihan Presiden AS

Pemilihan Presiden Amerika Serikat selalu menjadi sorotan dunia . Sebagai negara adi daya peristiwa politik terlebih pemilihan presiden negeri paman Sam ini tentu menyedot perhatian publik.

Karena partai di Amerika hanya  Republik dan Demokrat, maka calonnya pun hanya 2 pasang. Petahana Donald Trump dari Republik akan berhadapan dengan sang penantang Joe Biden dari Demokrat . Pada debat pertama 30 September silam yang berlokasi di  Sheila and Eric Samson Pavilion Cleveland, Ohio berakhir rusuh karena kedua kandidat saling serang secara pribadi dibanding berdebat masalah substansi.

Namun fokus tulisan ini tidak membahas peluang Republik dan Demokrat dalam pilpres 3 November mendatang, namun terkait hubungan  Pilpres AS dengan harga emas.

Dalam beberapa dekade belakangan ada pola signifikan antara pilpres AS dengan harga emas, dimana menjelang pilpres atau beberapa waktu setelah pilpres harga emas internasional cenderung datar atau bahkan turun, Sebagaimana grafik dibawah yang menggambarkan pergerakan harga emas dalam 4 pilpres AS terakhir yaitu pada tahun 2004, 2008,2012 dan 2016.

 

 

 Sumber : bloomberg.com

Pada pilpres 2016 silam harga emas mengalami tekanan pasca pilpres sebelum kemudian naik secara signifikan.  Sedangkan pada pilpres 2008 harga emas turun sesaat sebelum kemudian rally atau mengalami trend naik hingga pilpres 2012. Sedangkan pada 2004 harga emas mendatar pasca pemilihan dan kemudian bergerak naik smoothly hingga pilpres berikutnya.

Dari gambaran di atas investor dapat mempertimbangkan untuk membeli emas dalam rentang waktu pilpres Amerika, karena harga emas saat itu biasanya berada dalam tekanan. Pilpres 2012 adalah pengecualian dimana harga emas naik menjelang pemilihan dan mengalami penurunan pasca pilpres. 

Faktor lainnya adalah pandemi yang masih menjadi masalah negara-negara dunia, sehingga anggaran hingga untuk memberi stimulus terhadap bisnis, rumah tangga, dan konsumen dll hingga 2021 akan semakin besar. Peningkatan anggaran untuk memberi stimulus ekonomi diharapkan dapat menaikkan permintaan terhadap emas, karena ditengah ketidakpastian ekonomi, konsumen akan mencari investasi yang lebih aman.










Wednesday, October 14, 2020

Saudi Lancarkan Aksi Boikot Impor terhadap Turki

Para pengusaha Turki menyatakan bahwa pemerintah Arab Saudi melakukan berbagai upaya untuk memblokade impor dari Turki. Mereka memperingatkan bahwa hal ini dapat mengganggu rantai suplay global.

Dalam sebuah pernyataan Sabtu (10/10) lalu, ketua asosiasi yang membawahi delapan grup usaha terbesar di Turki menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Arab Saudi memprotes kebijakan pemerintahnya yang memaksa mereka menandatangani kesepakatan untuk tidak melakukan impor dari  Turki, dan juga mengeluarkan Turki dari daftar peserta tender proyek-proyek besar di Saudi.

Mereka juga menyatakan bahwa ada peringatan dari A.P. Moller-Maersk A/S, jasa kontainer terbesar di dunia, mengenai kemungkinan gangguan distribusi ke Arab Saudi berkaitan dengan seruan boikot impor terhadap Turki  melalui Twitter dari ketua Kadin Saudi Ajlan Al Ajlan.

“Masalah ini telah menjadi isu bilateral ekonomi kedua negara dan mengarah pada gangguan rantai distribusi global", dalam pernyataan bersama yang ditandatangani oleh pelaku industri, eksportir, importir, kontraktor dan asosiasi. “Setiap inisiatif baik dari pemerintah atau non-pemerintah untuk melakukan boikot perdagangan antara kedua negara akan memiliki dampak negatif dan merugikan  ekonomi kedua negara.”

Sentra Komunikasi Pemerintah Arab Saudi menolak melakukan pembatasan impor terhadap produk Turki dalam pernyataan mereka tanggal 3 Oktober.

Turki tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan banding ke WTO (World Trade Organization) terkait permasalahan ini. Arab Saudi adalah tujuan ekspor Turki terbesar ke 15 yang mencakup  karpet, tekstil, bahan kimia, gandum, furnitur, dan baja senilai $1,91 miliar dalam 8 bulan pertama tahun ini. Angka ini turun 17% dibanding 2019. 

Sebagian disebabkan karena pandemi, walaupun nilai  impor dari Turki terus turun tiap tahun sejak 2015, menurut data statistik Saudi.

Eksportir Turki melihat alasan politis di balik boikot impor  Saudi 

Kedua negara berseteru hebat  dalam beberapa tahun terakhir, berkaitan dengan pembunuhan mutilasi kolumnis Washington Post  Jamal Khashoggi- yang kerap mengkritik pemerintah Saudi melalui tulisan-tulisannya- tahun 2018 silam di konsulat Arab Saudi di Istanbul.

Erdogan adalah sekutu dekat mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi dari organisani Islam Ikhwanul Muslimin yang mana hal ini mendorong Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir melakukan aliansi untuk memboikot Turki. Hal ini membuat Riyadh dan Ankara saling berhadapan dalam konflik  Libya, sebagaimana 4 negara Arab yang dipimpin Saudi memboikot Qatar.

 Sumber : bloomberg,com

(Update dengan sanggahan dari pemerintah Arab Saudi pada paragraf ke 5.)

Saturday, October 10, 2020

Defisit dan Perang Dagang AS - Cina

 U.S. trade deficit with China for 2019 was $345.6 billion with total U.S. imports from China at $452.2 billion and total U.S. exports to China at $106.6 billion. 

  

Defisit neraca perdagangan AS terhadap Cina tahun 2019 adalah $345,6 miliar. Angka ini turun 18% dari defisit neraca perdagangan 2018 senilai $418,9 miliar. Defisit neraca perdagangan terjadi ketika nilai ekspor AS ke Cina hanya $106,6 miliar, sedangkan impor AS terhadap Cina mencapai $452,2 miliar. 

Komponen terbesar Impor AS ke Cina adalah komputer telepon seluler, pakaian, mainan, dan peralatan olahraga. Sebagian besar impor ini berasal perusahaan-perusahan AS yang mengirim bahan baku ke Cina untuk kemudian mengalami proses perakitan yang lebih murah di Cina. Ketika hasilnya dikirim kembali ke AS, terhitung sebagai impor.

Sedangkan impor Cina dari Amerika adalah pesawat komersial, kacang kedelai, dan semi konduktor. Pada tahun 2018 Cina membatalkan impor kacang kedelainya, ketika Presiden AS Donald Trump melancarkan perang dagang dengan cara menaikkan tarif impor baja dan produk-produk lainnya dari Cina. Tahun 2019 impor kacang kedelai Cina ke AS naik 2 kali lipat menjadi $8 miliar, walaupun masih jauh nilainya dari impor produk serupa sebesar $12 miliar sebelum perang dagang.

 

Defisit Perdagangan Tahunan

Pada tahun 2019 nilai defisit perdagangan AS dengan Cina pada tahun 2012 sebesar $315,1 miliar, kemudian naik  $367,3 miliar tahun 2015, selanjutnya turun $346,8 miliar tahun 2016. Kemudian naik kembali $418,9 miliar tahun 2018, sebelum kemudian turun $345,6 tahun 2019.


Cina mampu memproduksi barang konsumsi dengan biaya yang lebih rendah dibanding negara-negara lain, dan membuat AS dan negara-negara tsb tergiur membeli darinya. Mayoritas ekonom berpendapat harga yang kompetitif dari Cina ini karena 2 faktor :

1. Standar hidup yang rendah, sehingga upah tenaga kerjapun rendah.

2. Nilai tukar mata uang Cina (Yuan) tetap terhadap Dollar AS (fixed exchange rate)

Apabila AS melakukan proteksi dagang terhadap Cina, maka penduduk Amerika akan membayar harga lebih tinggi dari produk dalam negeri, dan defisit perdagangan Amerika akan berkurang. Namun faktanya hal ini tidak terjadi karena orang Amerika lebih memilih membeli komputer, elektronik, dan pakaian dengan harga yang murah dari Cina. Walaupun ini berarti hilangnya sejumlah lapangan kerja di Amerika sendiri, karena lebih memilih membeli produk dari luar, dibanding membangun industri  dalam negeri.

Cina sebagai negara dengan aktivitas ekonomi dan populasi terbesar di dunia, mesti membagi produksi mereka terhadap 1,4 miliar penduduk. Cara paling umum untuk mengukur standar hidup suatu negara adalah dengan menghitung GDP (Gross Dometic Product). Pada tahun 2019 GDP per kapita Cina adalah $16.784.

Cina mematok nilai mata uangnya Yuan terhadap sekeranjang mata uang utama dunia,termasuk Dollar. Dengan kata lain Yuan memiliki nilai tukar tetap terhadap Dollar atau Fixed Exchange Rate . Maka ketika nilai mata uang Dollar jatuh, Cina membeli Dollar melalui Departemen Keuangan AS untuk menjaga nilai tukar Dollar tetap kuat.

 

Akibat

Cina mesti membeli surat utang pemerintah AS dalam jumlah besar, hingga Juni 2019  Cina menjadi kreditor terbesar bagi Amerika. Saat ini posisi ini dipegang oleh Jepang. Sebagai catatan total utang pemerintah Amerika terhadap Cina mencapai 16% dari total utang luar negeri AS.

Sejumlah pihak menaruh perhatian terhadap hal ini, sebab nilai utang Amerika yang demikian besar terhadap Cina berimplikasi terhadap daya tawar Cina secara politik melalui kebijakan fiskal dan kekhawatiran apabila Cina menjual surat utangnya kepada pemerintah AS.

Dengan tetap membeli surat utang pemerintah AS, akan menjaga suku bunga Amerika tetap rendah. Sebaliknya apabila Cina berhenti membeli surat utang AS, maka suku bunga mereka akan naik, dan AS masuk dalam jurang resesi. Hal ini tentu tidak dikehendaki oleh Cina, sebab mayoritas pangsa pasar produk Cina adalah penduduk Amerika.

Perusahaan AS yang tidak sanggup bersaing dengan produk Cina yang lebih murah, akan menekan ongkos atau bubar jalan. Sejumlah perusahaan menekan ongkos produksi dengan melakukan outsourcing pekerjaan ke Cina atau India.Mengukur Industri Manufaktur di AS adalah dengan menghitung jumlah pekerjaan. Total pekerjaan turun 35% dalam rentang 1998-2010 di AS, kemudian turun hanya 12% sejak 2010 hingga akhir November 2019. Secara keseluruhan pekerjaan manufaktur di AS turun rata-rata sekitar 27% sejak 1998.

 Apa yang sudah Amerika Lakukan?

Donald Trump telah mengenakan kenaikan tarif impor 25% produk baja dan 10% produk alumunium dari Cina yang berlaku efektif sejak 6 Juli 2018. Kebijakan ini  memberi kerugian terhadap Cina $ 34 miliar. Cina membalas dengan membatalkan seluruh kontrak impor kacang kedelai dari AS.

Kenaikan tarif impor ini memperbesar biaya impor baja yang kebanyakan berasal dari Cina. Kebijakan ini hanya berselang sebulan setelah Trump mengenakan tarif dan kuota impor panel surya dan mesin cuci dari Cina. Cina adalah pemimpin pasar global dalam produksi panel surya. Pengenaan tarif ini memukul pasar saham sesaat setelah pengumuman tarif tsb.

Akhirnya pada 13 Desember 2019 Trump mengumumkan kesepakatan dagang antara AS dan Cina. Penandatanganan dilakukan tanggal `15 Januari 2020.



Sunday, October 4, 2020

Defisit Perdagangan AS

Setelah Perang Dunia II tahun 1945 Amerika Serikat muncul sebagai pemenang dan  bertransformasi sebagai negara "superpower" (berdampingan dengan Uni Soviet kala itu). Sejak saat itu AS memainkan peran utama dalam berbagai bidang termasuk dalam moneter dengan  US Dollar sebagai mata uang utamanya.

Ekonomi Amerika Serikat pun menggeliat. Cadangan emas yang ada di bank sentral AS (The Federal Reserve) naik menjadi sekitar 25.000 atau 26.000 ton. Namun setelah PD II berakhir negara-negara yang sebelumnya menyimpan cadangan emasnya di Amerika Serikat mulai menarik kembali emasnya (repatriation)

Ketika Eropa dan Jepang berjibaku membangun kembali negaranya setelah kehancuran pada Perang Dunia II, penduduk Amerika Serikat sebaliknya sangat percaya diri akan masa depan. Alih-alih membangun industri sebagaimana Eropa dan Jepang, mereka menghindarinya dengan alasan pembangunan pabrik-pabrik hanya akan menimbulkan polusi udara. Akibatnya kebijakan pemerintahan yang baru adalah melakukan impor terhadap barang subtitusi dari negara-negara lain.

Sehingga Amerika Serikat tidak menjadikan produksi dalam negeri sebagai prioritas. Mengapa mesti produksi, ketika mereka dapat membeli segala produk yang dibutuhkan  dari  negara lain seperti Jepang, Cina, Eropa, dan negara-negara berkembang dengan menggunakan mata uang mereka yang berharga yaitu Dollar Amerika. Walaupun AS memiliki comparative advantage dalam produksi spt produk agrikultur, kimia organik, pesawat, transistor, suku cadang motor,komputer, perangkat telekomunikasi.

Dengan kekuatan Dollar, mereka  membeli produk-produk negara lain dengan murah. Setelah beberapa dekade berikutnya, akhirnya Amerika  mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara eksportir.

Seiring hilangnya emas dari cadangan bank sentral dalam rangka menutup defisit ekspor, tibalah saatnya ketika AS tidak sanggup lagi membayar defisit tersebut. Maka pada 15 Agustus 1971, Presiden Nixon mengambil keputusan sepihak untuk tidak lagi membayar defisit perdagangan AS dalam bentuk emas. Sejak saat itu AS membayar impor dengan menggunakan uang kertas Dollar. 

 

Berikut defisit perdagangan dengan 5 negara mitra utama dagang mereka (data 2019) : 

1. Meksiko - volume transaksi perdagangan $615 miliar, dengan nilai defisit $102 miliar

2. Kanada  - volume transaksi perdagangan $612 miliar, dengan nilai defisit $27 miliar

3. Cina      - volume transaksi perdagangan $559 miliar, dengan nilai defisit $346 miliar

4. Jepang   - volume transaksi perdagangan $218 miliar, dengan nilai defisit $69 miliar

5. Jerman  - volume transaksi perdagangan $188 miliar, dengan nilai defisit $67 miliar


Konsekuensi yang kasat mata dari kebijakan ini adalah deindustrialisasi ekonomi AS, seiring  hilangnya industri, hilang pula pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas (well-paying job). Dan seiring hilangnya pekerjaan-pekerjaan tersebut, hcadangan emas di  bank sentral AS berpindah ke luar negeri untuk menutup defisit perdagangan dengan negara-negara eksportir.