www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, April 25, 2012

Jujur di depan Tiang Gantungan

Suatu waktu di India abad 19 M di masa penjajahan dan pendudukan Inggris, ada seorang syeikh yang didakwa bersekongkol dengan para pemberontak anti penjajahan Inggris yang bernama syeikh al Badawini rahimahullah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1857 M. Syeikh al Badawini dibawa menghadap pengadilan Inggris yang ternyata salah seorang jaksa penuntutnya adalah seseorang yang pernah menjadi muridnya. Maka si penuntut ini berbisik kepada anggota sidang lainnya agar membatalkan tuduhan dan membebaskan terdakwa. Namun syekh al Badawini menolak dan berkata dengan lantang,"Benar, aku telah bersekongkol dengan para pemberontak, dan aku tidak akan membantah tuduhan terhadap diriku." Maka dengan berat hati si penuntut menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan. Ketika syeikh al Badawini dituntun menuju tiang gantungan, si penuntut sambil menangis berkata, "Hingga detik inipun, Andai tuanku mau mengatakan, walau sekali saja, bahwa dakwaan itu palsu, dan tuanku mengaku bahwa tidak terlibat dalam peristiwa pemberontakan, niscaya aku akan berjuang keras untuk membebaskan tuanku." Syeikh al Badawini dengan keras hati berkata,"Apabila aku mengikuti permintaanmu maka sia-sialah amalku, karena aku telah melakukan kebohongan, sekali lagi aku katakan, bahwa benar aku telah bersekongkol dengan para pemberontak, maka lakukanlah apa yang kau inginkan!" Maka eksekusipun dilaksanakan!

Demikianlah suatu kisah seorang ulama yang teguh memegang prinsip kejujuran. Walaupun dihadapkan pada pilihan hidup atau mati, beliau tetap teguh dengan kejujurannya. Sebab bagi sang ulama, hidup ini bukan hanya dunia, masa depan hidupnya adalah hari akhir, dimana titik awalnya alam kubur. Bandingkan dengan kondisi zaman "modern" ini dimana orang dengan mudahnya berbohong bahkan bersaksi palsu hanya untuk jabatan, uang, status, keselamatan dunia, dengan menggadaikan keselamatan akhirat. Ingatlah firman Allah swt dalam surat An-nisaa ayat 135 sbb :
 " Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan." 

Kita diperintah Allah swt untuk berlaku adil dan menjadi saksi karena Allah walau terhadap diri sendiri, ibu bapak, dan kaum kerabat. Bahkan kita adalah umat yang diperintah untuk berlaku adil walau kepada kaum yang kita benci, sebagaimana Al Quran surat Al Maaidah ayat 8 sbb :
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Dikisahkan di India masih pada masa penjajahan Inggris, terjadi sengketa antara orang-orang Hindu dan orang-orang Islam di perkampungan Kandahla, provinsi Muzzaffarnagar, memperebutkan sebidang tanah. Kelompok Hindu mengklain bahwa disana adalah tempat peribadatan mereka, sedangkan umat Islam mengklaim bahwa di tanah itu telah terlebih dahulu berdiri sebuah masjid. Sengketa tak kunjung usai, maka kedua belah pihak membawa masalah ini ke pengadilan Inggris. Pengadilan memperdengarkan dakwaan dari kedua belah pihak, namun Hakim belum puas dengan bukti-bukti yang ada dan oleh karenanya ia bertanya kepada kelompok Hindu, "Apakah ada diantara kamu yang mengenal seorang warga muslim di daerah itu? Mereka menjawab "Benar ada di disana ada seseorang yang bernama Fulan." Yang dimaksud oleh kelompok Hindu adalah seorang ulama muslim yang saleh. Maka Hakim mengirim seorang utusan kepada ulama tersebut agar menghadirkannya di pengadilan. Kepada utusan Hakim sang ulama mengatakan "Aku telah bersumpah untuk tidak mau melihat batang hidung orang asing satupun". Namun akhirnya ulama itu mau juga hadir di pengadilan. Di pengadilan sambil membelakangi Hakim, dia berkata " Yang benar adalah kelompok Hindu, tanah itu adalah hak milik mereka." Berdasarkan keterangan sang Ulama Hakim memutuskan perkara dengan memenangkan kelompok Hindu. Meski kalah dipengadilan, umat Islam mendapat simpati dari kelompok Hindu dan oleh sebab kejujuran mereka, banyak kelompok Hindu yang masuk Islam.

Demikianlah akhlak seorang muslim yang tetap dituntut berlaku adil dan jujur walaupun terhadap pihak agama lain, dan merugikan kepentingan kelompoknya sendiri.

wallahu 'alam.

sumber : Derita Dunia Islam, Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi (Fadlindo,2006)
     

Monday, April 23, 2012

Sultan Ternate Usulkan Dinar sebagai Alat Tukar

     Dinar sebagai alat tukar modern bukanlah sekedar impian. Di berbagai belahan dunia saat ini, penggunaan dinar sebagai alat tukar sudah benar-benar terjadi. Di negeri jiran Malaysia, negara bagian Kelantan sudah melegalkan dinar sebagai alat tukar sehari-hari bahkan tahun lalu negara bagian Amerika Serikat yakni Utah sudah pula melegalkan emas dan perak sebagai alat tukar resmi, lihat link berikut(http://le.utah.gov/~2011/bills/hbillenr/hb0317.pdf) 
        Ternyata penggunaan dinar dan dirham di Malaysia sudah menular pula di negeri ini. Walau baru sebatas wacana, Sultan Ternate Mudaffar Sjah ke 77 dalam Festival Legu Gam 2012 menjelaskan bahwa penggunaan dinar dan dirham dapat meningkatkan kesejahteraan warga Ternate Maluku Utara.(http://www.hidayatullah.com/read/22339/23/04/2012/sultan-ternate-usulkan-penggunaan-dinar-sebagai-alat-tukar.html)
Menurut Sultan, kepemilikan warga terhadap 1 Dinar yang bernilai Rp 2juta dan 1 Dirham seharga perak Rp 67 ribu akan meningkatkan kehidupan ekonomi warganya "Rakyat bisa sejahtera karena nilainya tidak naik atau turun," ucapnya
Lebih lanjut, Sultan menambahkan gagasan itu sejalan dengan hukum Islam. 
"Sesuai perintah Allah, pada saatnya, semua tak lagi berharga kecuali dinar dan dirham," terangnya dikutip Media Indonesia

Sebelum ini, pernyataan serupa pernah disampaikan Ratu Ternate, Boki Ratu Nita Budhi Susanti. Dikutip dari laman dpr.go.id, ia memililki angan-angan diterapkannya konsep nilai tukar Dirham maupun dinar di wilayah kesultanan yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sistem perbaikan moneter Indonesia.
“Organisasi Islam center dunia telah mengadakan rapat bahkan kesultanan ternate ikut serta dalam rapat tersebut membicarakan kemungkinan penerapan nilai tukar baru untuk kesultanan,”paparnya. Alasanlain menurut  Boki,  nilai tukar emas tidak pernah terimbas oleh inflasi. Bahkan, Malaysiapun gaji PNSnya separuh menggunakan emas. “Jika berjumlah besar emas tersebut bisa diterapkan menggunakan kartu seperti halnya ATM,” kata mantan Ketua Dewakara (Dewan Kraton Nusantara) periode 2009 ini.
         Walaupun pendapat Sultan tidak sepenuhnya benar yaitu penggunaan dinar dan dirham akan  meningkatkan ekonomi warga. Sebab dinar dan dirham saja tidak cukup, diperlukan variabel ekonomi Islam lain seperti zakat, wakaf, infaq, sedekah, pasar Islam,dan pembiayaan bebas riba agar kesejahteraan bisa berjalan baik, tentu saja dibawah sistem pemerintahan Islam dengan unsur masyarakat yang taat pada syariat . Namun wacana Sultan dan Ratu Ternate ini patut mendapat apresiasi. Ini juga menjadi sinyal betapa negeri ini rindu pada syariat. 

wallahu 'alam


Wednesday, April 18, 2012

Dollar atau Shekel???


Hidayatullah.com - Dollar atau Shekel, Innaa lillaahi Wa Innaa Ilaihi Raji’uun...
Sebuah ironi yang selalu menimbulkan tanda tanya sejak Tim Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza) tiba di Ibukota Perjuangan Palestina ini ialah mata uang Israel yang menguasai seluruh transaksi ekonomi di Jalur Gaza. Kegagahan Hamas dan Brigade Al-Qassam di medang perang dan diplomasi, belum mampu diwujudkan dalam kegagahannya di bidang moneter.

Mata uang shekel merupakan mata uang utama yang berlaku di Jalur Gaza. Satu shekel sama dengan 2500 rupiah Indonesia. Mata uang Israel itu bisa didapat saat mengambil uang di ATM Bank of Palestine. Pilihannya: dollar Amerika, atau shekel Israel. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun...

“Ya, memang kami akui, kami masih dijajah dengan uang shekel ini,” kata Ya’qub Sulaiman, Ketua Yayasan Salam, sebuah lembaga kemanusiaan yang cukup disegani di Jabaliya, Gaza Utara.

Masih digunakannya shekel sebagai mata uang di Gaza ini menunjukkan, bahwa bagian-bagian lain dari kekuatan ekomi Gaza pun masih dicengkeram oleh penjajah. Misalnya bahan bakar, kebutuhan pokok, bahan bangunan, dan lain-lain.

Dari hasil pegamatan di pasar pusat kota Gaza, barang-barang kebutuhan hidup warga Gaza yang berjumlah 1,7 juta jiwa dipenuhi lewat empat jalur perdagangan. Dari hasil produksi rakyat Gaza sendiri, dari produksi rakyat Palestina di Tepi Barat masuk lewat perbatasan yang dikuasai Israel, dari produksi rakyat dan pemerintah Israel masuk lewat perbatasan-perbatasan dengan kawasan Palestina yang dikuasai Israel, dan yang terakhir dari produksi negara-negara lain terutama Mesir yang masuk baik lewat jalur resmi di pintu perbatasan Rafah, maupun lewat ratusan terowongan rahasia yang tersambung dari rumah-rumah warga Mesir ke rumah-rumah warga Gaza.

Saat Tim SA2Gaza hendak berkunjung ke TK Bintang Al-Quran, sehari sebelumnya, kami berbelanja makanan kecil untuk anak-anak kita itu. Batangan cokelat, biskuit, tongkat keju, permen, noughut, terpajang cantik di toko-toko grosir di pasar pusat kota Gaza.

Abu Mahmud, pedagang yang kami datangi menjelaskan mana barang yang diproduksi warga Gaza, mana yang datang dari Tepi Barat, mana yang bikinan Israel, Turki, Mesir dan lain sebagainya. Tentu saja sebisa mungkin kami memilih makanan bikinan Gaza dan Tepi Barat, paling banter Turki. Israel, no way!

Tapi di toko lain, saat mencari susu kotak, kami dibuat terbelalak saat melihat makanan dan minuman hasil olahan susu (dairy products) seperti susu kotak atau botol, keju, yoghurt, dan lain-lain, sebagian besar merupakan produksi Israel.

Padahal Haji Syu’aib, sebut saja namanya begitu, pemilik toko itu, seorang pendukung Hamas tulen. Kenapa beli produk-produk Israel?

Awalnya Haji Syu’aib tak faham, bahwa pertanyaan yang datangnya dari orang Indonesia itu adalah pertanyaan yang sangat kritis.

“Laaaaah, kita di Indonesia kampanye boikot produk Israel dan Amerika yang mendukung Israel, eeeeeh.... mereka di sini malah berjualan barang Israel...” kata Amirrul Iman, Direktur Operasional Sahabat Al-Aqsha.

Lama-lama Haji Syu’aib memahami, dirinya sedang dikritisi. Lalu buru-buru menjelaskan bahwa tidak semua barang di kedua tokonya yang tempat berdekatan itu berasal dari Israel.

“Ini nih yang ini bikinan Mesir, yang ini bikinan Ramallah, yang ini dari Turki masuk lewat terowongan.. ini juga lewat terowongan... Pemerintah Gaza (Hamas) nggak melarang kami beli barang-barang Israel kok....” katanya memelas.

Setelah diberi penjelasan lebih banyak, barulah kami faham, bahwa memang masih banyak keperluan dasar sehari-hari yang dibanjiri barang bikinan Israel.

Dari manapun asal barangnya, warga Gaza masih dipaksa melakukan transaksi dengan uang shekel.

“Ini seperti seorang suami sadis, yang memukuli habis-habisan istrinya di siang hari sampai babak belur, dan lalu memaksa istrinya melayani nafsu seksnya di malam hari,” kata Amirrul.

Israel tak henti-hentinya menggempur Gaza secara militer, tapi pada saat yang sama memerlukan Gaza dengan pasar 1,7 juta jiwa untuk membeli barang-barang hasil produksinya.

“Mestinya Gaza bisa membalas mengembargo barang-barang Israel ya? Kenapa itu nggak mereka lakukan ya?” tanya Amirrul.*

Jadi, penguasaan ekonomi Gaza sebagian besar masih di tangan Israel. Sampai kapan?

Pertama, sampai pemerintah Hamas mampu mengambil langkah ekonomi yang radikal. Kedua, sampai warga Muslim dunia tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, tapi juga menerobos kepungan Israel dengan melakukan perdagangan.

Ayo kita lihat, produk apa dari Gaza yang bisa diekspor ke Indonesia? Mahal-mahal sedikit nggak apa-apalah. Sebaliknya, produk apa dari Indonesia yang bisa diekspor ke Gaza dengan harga murah? Kita sekarang bukan cuma perlu Jihad Ekonomi, tapi juga perlu Ekonomi Jihad! Bismillaahi Allahu Akbar!!.*


Ada Apa dengan Rupiah?



Setiap kita mesti punya pengalaman dengan Rupiah. Pada usia berapapun kita, mesti berinteraksi dengan mata uang ini. Saat saya usia SD di era 1980-an uang pecahan Rp 500, bisa membeli kebutuhan lauk pauk sebuah keluarga pada satu hari. Saya ingat ketika menginap di rumah tante saya di daerah Tangerang pada masa itu, sepupu saya yang sebaya menghilangkan uang Rp500, betapa marah sang tante ketika itu. Ya karena memang uang segitu saat itu nilainya cukup besar. Kini istri saya memberi uang kepada anak untuk membeli permen dengan uang yang sama yaitu Rp 500. Sehingga dalam 30 tahun terakhir daya beli Rupiah turun dari pangan dan lauk pauk satu keluarga menjadi sekedar permen.
Bagaimana masa depan nilai Rupiah terhadap bahan pokok kita, kita ambil contoh beras. Saat ini harga 1 kg beras adalah Rp8.000, dengan asumsi tingkat inflasi 10% maka dengan rumus sederhana FV = PV (1+i)^t, 10 tahun kedepan harga beras adalah Rp20.750/kg, dan 30 tahun lagi harga beras adalah Rp140.000/kg. Dan begitu seterusnya, maka solusi sementara adalah sanering. Sebagaimana pemerintah RI pernah melakukan Sanering Rupiah dengan cara memotong tiga angka nol terakhir dari Rupiah lama menjadi Rupiah baru. Kebijakan ini dituangkan dalam Penetapan Presiden atau Penpres No 27/1965 yang menjadikan Rp 1,000 (uang lama) = Rp 1,- (uang baru). Namun kebijakan ini pun tidak efektif karena angka 0 yang tadi dibuang akan kembali lagi beberapa puluh tahun kemudian seperti saat ini atau menurunnya daya beli Rupiah dari tahun ke tahun.

Berikut fakta-fakta Rupiah lainnya dari tulisan Agung Pribadi sbb : http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/12/30/fakta-fakta-tak-terbantahkan-bahwa-uang-rupiah-menyusut-makin-kecil-dan-makin-kecil/

Fakta pertama:

Sebelum krisis moneter 1997 terjadi harga telur ayam di Jakarta adalah Rp 2.000/kg namun beberapa bulan setelahnya nilai rupiah terhadap dollar merosot seperempatnya (dari Rp 2.500 menjadi Rp 10.000 per USD), harga telur menjadi Rp 7.500/kg dan pada awal 2005, harga telur Rp 8.000/kg maka selama kurun 8 tahun, nilai rupiah (nilai berdasarkan daya belinya) telah turun tinggal 25 % nya.

Jadi jika kita memiliki Rp 100.000 pada th 1997 kita bisa membeli 50 kg telur, pada tahun 2005 uang yang sama hanya bisa untuk membeli 12,5 kg telur saja. Pada bulan Desember 2011 dgn Rp 100.000,- hanya bisa membeli 5,9 kg telur (1 kg telur ayam harganya Rp 17.000,-). Uang rupiah makin nggak ada harganya.

Fakta Kedua:

Ketika awal kuliah th 1991 saya beli 1 porsi nasi goreng atau warteg Rp 800,- skrg 1 porsi nasi goreng atau warteg hrg nya Rp 8.000,- berarti setelah 20 tahun nilai rupiah sudah menyusut menjadi 10% nya.

Fakta Ketiga:

Tahun 1982 ayah kami membeli rumah di cengkareng Jakarta Barat seharga Rp 15 juta tahun 2003 kami menjual rumah yang sama (padahal yang ditaksir dan dijual hanya tanahnya) seharga Rp 150 juta berarti dalam 21 tahun nilai rupiah sudah menyusut tinggal 10 % nya.


Fakta Keempat:

Sekitar tahun 1965 (sebelum krisis ekonomi) ayah saya meminjamkan uang kepada saudaranya sebesar Rp 1 juta.

Setelah ribut sana ribut sini tahun 1985 dibayar sama saudaranya sebesar Rp 1 juta juga.

Ayah saya merasa nggak adil karena uang 1 juta pd tahun 1965 bisa utk membeli rumah di kampung sementara uang 1 juta pada tahun 1985 tidak bisa utk membeli rumah di kampung

coba kalau ayah saya meminjamkan misalnya 5 kambing, nanti kalau utang dibayar dalam bentuk 5 kambing juga pada tahun 1985. Maka akan terjadi keadilan.

Nah 5 kambing itu sama dengan 5 Dinar. Nilai berdasarkan daya beli 5 dinar akan tetap sama dengan 5 kambing. Maka di sini tidak perlu membungakan uang (riba) tapi akan tetap berkeadilan. Aaaaahh indahnya Islam… Uang dinarnya juga tetap akan cukup utk membeli rumah.

Ini dalil bahwa 1 dinar selalu cukup utk membeli 1 kambing:

“”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Fakta Kelima:

Awal tahun 1970-an 1 dinar (emas 4,25 gram 22 karat) kira2 Rp 8.000,- pada tanggal 26 Desember 2011, 1 dinar = Rp 2.237.555,- setelah kira-kira 40 tahun harga dinar meningkat 279,7 x lipat berarti rupiah menyusut tinggal 1/279,7 nya atau tinggal 0,3 % nya.

Setelah kita melihat fakta-fakta di atas maka kita akan beralih ke mana? Ke dollar Amerika? Dollar Amerikapun sudah terkena inflasi berkali-kali selama puluhan tahun. Jadi kita beralih ke apa? Ada mata uang yang tidak terkenal inflasi bukan hanya puluhan tahun, selama 1400 tahun lebihpun mata uang ini tidak terkena inflasi. Lihat hadits di atas 1 dinar selalu cukup untuk membeli 1 kambing. 1400 tahun lebih kemudian 1 dinar (per 26 Desember 2011 = Rp 2.237.555,- cukup untuk membeli 1 kambing yang sangat gemuk sekalipun). Berarti dinar tidak terkena inflasi. Dirham juga. 1 dirham selalu cukup untuk membeli 1 ayam. Setelah 1400 tahun lebih 1 dirham (per 26 Desember 2011 = Rp 72.000) cukup untuk membeli 1 ayam. Subhanallah.

Thursday, April 12, 2012

Gold Price 2 (Paul Van Eeden)

1978 - 1984

Penyimpangan harga emas dari harga aslinya antara 1978 dan 1984 dapat dijelaskan dengan melihat apa yang terjadi selama masa itu.

Sebagai pembalasan terhadap dunia barat yang membantu Israel selama perang Arab-Israel tahun 1973, negara-negara Arab yang tergabung dalam OPEC, memotong produksi minyak dah menaikkan harga minyak dari $3/barel pada Oktober 1973 menjadi $11,65/barel pada Januari 1974, sebuah kenaikan sebesar 288% dalam jangka waktu hanya 4 bulan. Sebagai tambahan, AS dan Belanda dihapus dari daftar negara yang menerima suplai minyak dari OPEC karena kedekatan hubungan mereka dengan Israel.

Bagaimanapun juga hal ini, tidak mendorong harga emas naik. Faktanya harga emas telah mencapai harga yang adil pada 1974, tetap datar selama 1975 dan jatuh 22% pada 1976. Tahun 1978 harga emas telah mencapai harga yang adil kembali. Perilaku pasar ini kelihatan normal dan tidak mengindikasikan terjadinya harga premium (harga yang muncul akibat kebijakan yang eksklusif) emas ebagai akibat dari embargo minyak, atau kenaikan harga minyak secara umum.

Latar belakang ketegangan antara AS dan dunia Arab, krisis penyanderaan Iran tahun 1979 justru menyebabkan kenaikan dramatis harga emas .Ketika 52 warga negara AS disandera oleh mahasiswa Iran pada November 1979, di kedubes AS di Teheran, dan harga emas meningkat tajam dari rata-rata $305 naik hingga $615 pada 1980, dan dengan cepat mencapai $800 per ounce pada bulan Januari 1980. Sandera akhirnya dibebaskan pada 20 Januari 1981, 444 hari setelah penangkapan mereka, dan harga emas kembali turun, untuk mencapai level harga teoritisnya yaitu $236 per ounce.

Dari 1980 hingga 1984 harga emas turun 41% ke angka $361 per ounce, yang hanya berbeda $25, atau 7% dari harga teoritisnya yaitu $336 per ounce.

1984 - 1988

Setelah krisis minyak berakhir, sandera AS di Iran dibebaskan, dan status quo perang dingin yang menakutkan di seluruh dunia, tidak banyak yang terjadi selama 1984 dan 1988 untuk menaikkan harga emas, secara rata-rata, hanya berbeda 7% dari harga teoritisnya selama 4 tahun tersebut. Ini adalah korelasi yang luar biasa.Khususnya dengan melihat bahwa kita memulai dengan harga emas $20,67 pada 1933, dan kita hanya mengandalkan adaptasi logis dari harga emas yang menggunakan dasar alasan harga emas berdasarkan alasan ekonomi yang berbasis moneter yang adil (emas), tanpa modifikasi untuk hasil yang lebih pas dengan realitas.

1988 - 1996

Di permukaan , harga emas di pasar antara 1990 dan 1996 terliha tidak ada pergerakan harga yang ekstrim dari harga teoritisnya, tetapi banyak hal terjadi dibelakang layar.

Perlu dicatat bahwa harga emas aktual mulai menyimpang dari harga teoritisnya pada 1998 (di Indonesia tahun ini adalah puncak krisis moneter dan politik orba).

Pada 1983 perangakat manajeman baru dalam risiko keuangan telah hadir untuk mengurangi akibat dari ketidakstabilan harga emas pada perusahaan tambang yaitu hedging.Total emas yang disertakan dalam hedging meningkat dari 4 ton pada 1983 menjadi 45 ton dalam 1086.Tetapi dari 1987 hingga 1990 total emas yang dihedging mencapai 876 ton.

Tidak jelas apakah ada kaitannya dengan kebijakan George Bush senior atau tidak, M3 tumbuh hanya 6% antara 1989 dan 1993. Inflasi emas di lain sisi adalah 8% sepanjang periode tersebut, sehingga harga emas turun sebesar 2% selama 4 tahun tersebut.

Tekanan turun harga emas ini, melipatgandakan jumlah hedging, menurunkan harga emas aktual sebesar 19% antara 1987 dan 1993. Harga emas kini lebih dari 15% dibawah harga teoritisnya dan tekanan naik kembali dimulai.

Dimulainya kembali inflasi Dollar pada 1994,dan harga emas yang kembali undervalued menyebabkan tekanan naik terhadap emas. Namun pada 1996 harga emas mulai turun 30%, dan mencapai angka $273 per ounce pada 2001. Hal ini terjadi meskipun kenaikan M3, yang mengerek harga emas teoritis mencapai $659 per ounce pada periode yang sama.

Sebelum kita meneliti apada yang terjadi sejak 1996, adalah penting untuk dicatat bahwa walaupun hadirnya hedging antara 1984 dan 1996, harga aktual emas berbeda, dengan ratap-rata hanya 12% dari harga emas teoritis pada tahun-tahun tersebut. Ini adalah 5 dekade setalah kita memulai perhitungan teoritis kita dan sekali lagi mensahihkan konsep dengan basis harga teoritis dari emas.

Nilai Tukar Dollar

Harga emas dikaitkan dengan US Dollar selama periode 1944 dan 1971, ketika Depkeu AS memliki sebagian besar cangan emas negara dan 1 ounce emas setara dengan $35.

Sebelum 1971 sebagian besar mata uang dipatok nilainya terhadap Dollar dengan kurs yang tetap (fixed exchange rate), sehingga harga emas diukur dengan mata uang lain tidak banyak berubah antara 1944 hingga 1971.Setelah 1971 nilai tukar sebagian besar mata uang mulai berfluktuasi. Tidak ada lagi mata uang yang bisa dikonversi ke emas, sehingga tidak ada standar yang riil untuk mengukur “nilai” sebenarnya dari mata uang.

Dollar masih dianggap sebagai salah satu mata uang paling stabil di dunia sebagaimana AS merupakan negara dengan terkuat ekonominya dan juga memiliki perdagangan luar nergeri yang terbesar.Itulah karenanya secara alami tetap digunakan secara de fakto sebagai mata uang utama internasional dan juga cadangan devisa.Tetapi seiring dollar juga memiliki nilai tukar yang mengambang terhadap sebagian besar mata uang lain, adalah mungkin bagi nilai tukar Dollar untuk meningkat sebagai respon terhadap permintaan Dollar, dan menurun akibat tekanan suplay.

Untuk menentukan harga emas dalam mata uang selain dollar adalah dengan cara mengalikan nilai dollar dalam denominasi harga emas dengan mata uang negara lain. Perbedaannya adalah harga emas kini berfluktuasi dalam term nilai Dollar (karena Inflasi Dollar dan inflasi Emas), dan Dollar sendiri berfluktuasi terhadap mata uang lainnya. Jadi harga emas dalam Yen Jepang, sebagai contoh, akan berbeda dengan harga emas dalam Dollar, sebagaiamana yang akan kita lihat nanti.

Dari tahun 1988 hingga 1992 nilai tukar Dollar relatif stabil.Tetapi sejak 1992 nilai Dollar mulai tidak stabil.

Krisis Mata Uang

Bila kita ingat kembali tekanan naik pada harga emas yang diprediksi oleh model sejak 1994, yang menyebabkan kenaikan M3 , tidak mencerminkan harga emas aktual, dan karenanya dari 1996 hingga 2001 harga emas sebenarnya menurun. Alasannya terletak pada kenaikan yang fenomenal dalam permintaan Dollar yang mengikuti rangkaian krisis mata uang, setiap masa krisis menggandakan permintaan lebih jauh, memperketat suplay, dan memperkuat Dollar terhadap sebagian besar mata uang lainnya (maka harga emas menurun)

Selama krisis mata uang, investor mencoba mencari pelarian yang aman, biasanya modal lari ke luar dari negara yang sedang bermasalah. Antara tahun 1992 dan 1994, rakyat Brazil kehilangan nilai atau asetnya secara mendasar. Pelarian modal dari Brazil menciptakan permintaan terhadap Dollar dan beberapa di antaranya menemukan muaranya di AS. Sebagai responnya, nilai Dollar meningkat 10% terhadap Gross Domestic Product (GDP)-index tertimbang dari 35 mata uang yang dimonitor

Dari tahun 1994 hingga 1995 mata uang Mexico yaitu Peso turun hingga di atas 50% terhadap Dollar AS, krisis keuangan terburuk di Mexico sejak masa Revolusi pada tahun 1910. Selanjutanya pelarian modal terus terjadi ke AS dan ini lebih jauh meningkatkan permintaan terhadap Dollar

Yen Jepang kehilangan nilai 24% terhadap Dollar dari 1995 hingga 1996, dan pelarian modal juga terus terjadi ke AS,tetapi satu lagi “krisis besar” terjadi di Asia Tenggara- terjadi tahun 1996 (di Indonesia mulai tahun 1997 dan mencapai puncak tahun 1998).

Dari tahun 1996 hingga 1998 Rupiah kehilangan nilainya hingga 76% terhadap Dollar, yang menyebabkan efek domino yang menyeret Korea Selatan, dimana mata uang Won turun 56%, Ringgit Malaysia turun 40% dan Peso Philipina turun 40%. Pelarian modal benar-benar menggila, sebagaian besar menuju AS, dan menaikkan nilai Dollar hampir 30% terhadap GDP-indeks tertimbang.

Pada 1998 Rusia mengalami gagal bayar utang luar negerinya, menyebabkan mata uang Ruble turun lebih dari 70% di tahun 1998 saja. Euro di luncurkan tahun 1999 dan juga mulai mengalami penurunan pertamanya sebesar 28% terhadap Dollar. Kembali ke tahun 1998 , mata uang Brazil yang baru yaitu Real kembali kolaps, mata uang Turki Lira jatuh pada tahun 2000 dan diikuti pula oleh Peso Argentina tahun 2002

Dari semua kasus pelarian modal ke AS. Akibatnya, nilai Dollar naik hingga lebih dari 120% dari 1990 hingga 2002 terhadap GDP-indeks tertimbang mata uang (weight index currencies)

Terlepas dari apa yang harga emas lakukan terhadap mata uang selain Dollar, harga emas dalam Dollar berhubungan terbalik dengan nilai tukar Dollar. Mirip seperti aktivitas impor, apabila Dollar menguat harga akan turun. Hampir terjadi korelasi sempurna antara penurunan harga emas, antara tahun 1996 dan 1998, dan kenaikan nilai tukar Dollar sebagai akibat dari gelombang masuk modal dari luar AS.

Ini menjelaskan penyimpangan dari teori harga emas setelah 1998, tetapi hal ini tidak menjelaskan mengapa harga aktual emas stabil antara tahun 1998 hingga 2001, dan mulai meningkat 30% pada 2002, sementara nilai tukar Dollar tidak menurun.

Konsolidasi harga emas aktual dari 1998 hingga 2001, dan kenaikan berikutnya tahun 2002, sebagai akibat kenaikan harga emas yang menggila yang pada akhirnya mempengaruhi harga emas dalam Dollar.

Emas dalam Mata Uang Selain Dollar AS

Kita dapat menghitung harga emas dalam mata uang lain dengan cara mengkalikan harga emas dalam Dollar dengan nilai tukar mata uang tersebut terhadap Dollar (misal saat ini harga emas dalam Dollar adalah $1.658 per ounce atau sekitar 31 gram, kemudian kalikan dengan nilai Rupiah dalam Dollar yaitu Rp9.150, hasilnya bagi 31 maka ketemulah harga emas/gr sebelum ditambah biaya cetak dll).Kita dapat menghitung harga emas dalam berbagai mata uang dengan mengkalikan harga emas dalam Dollar dengan nilai tukar mata uang tersebut terhadap Dollar. Apabila kita lakukan ini terhadap seluruh 35 mata uang dalam GDP indek tertimbang kita, kita sebenarnya dapat menghitung harga emas rata-rata tertimbang di dunia, kecuali Dollar. Mata uang yang ditimbang dengan GDP memberikan pengaruh yang sedikit terhadap harga emas, sebab risiko fuktuasinya amatlah besar. Dengan melakukan perhitungan cermat, ditemukan fakta yang mengherankan bahwa emas sedang mengalami kenaikan harga dan diprediksi akan terus naik selama lebih dari 5 tahun dengan amat jelas. Secara rata-rata harga emas di seluruh dunia naik lebih dari 70%, dan tidak ada yang megetahuinya, karena kabanyakan orang terlalu terpaku terhadap Dollar dalam menghitung harga emas.

Harga Emas Teoritis

Model kita menunjukkan bahwa dengan kenaikan M3 dan inflasi emas sejak 1947, emas seharusnya senilai $700 per ounce sejak 2002. Namun harga emas pada tahun 2003 hanya senilai $325 per ounce. Bagaimana menjelaskannya?.

Ketika harga emas tidak menyimpang dari harga teoritisnya untuk jangka yang panjang sejak krisis penyanderaan warga AS di Iran, harga emas saat ini tidak dapat kembali dibawah harga teoritisnya untuk waktu yang lebih lama.

Faktanya, bukan karena kenaikan nilai tukar Dollar yang luar biasa selama dekade terakhir, dimana harga emas aktual hanya berbeda kurang dari 10% dari harga teoritisnya. Hal ini dapat terlihat dengan kembali pada 1990-an dan gagalnya nilai tukar dollar dan emas dengan kurs yang tetap; dengan kata lain, hakikatnya mencoba menjaga agar nilai Dollar tetap,walaupun sudah tidak dikaitkan dengan emas.

Anda dapat melihat hasil dari perhitungan ini yang digambarkan dalam diagram 1 dengan garis modifikasi harga emas. Perlu dicatat bagaimana harga emas tetap pada jalur harga emas teoritis , dan Anda harus ingat bahwa dua garis tersebut adalah independen satu sama lain. Harga teoritis dengan basis harga emas adalah $20,67 pada 1933 dan disesuaikan dengan inflasi.Harga emas yang disesuaikan dengan inflasi mengalami penyimpangan dari harga emas aktual sejak 1990.Korelasi yang tidak terbantahkan ini bulanlah kebetulan, dan memunculkan pertanyaan apakah Dollar dapat mempertahankan nilai tukarnya saat ini.

Defisit Neraca Perdagangan

Arus masuk modal ke AS memiliki pengaruh yang lebih luas bagi ekonomi Amerika dari sekedar naiknya nilai tukar Dollar AS. Hal ini telah didiskusikan pada Februari 2003, cukup dikatakan disini bahwa Defisit Perdagangan berpengaruh secara langsung terhadap penguatan Dollar karena menyebabkan aktivitas impor lebih murah dan ekspor lebih mahal , selama booming ekonomi yang dipropagandakan oleh arus masuk modal dari luar negeri.

Barry Eichengreen, dari Universitas California Berkeley telah menunjukkan data historis bahwa negara-negara maju faktanya dapat mengeliminasi defisit neraca perdagangan dalam jumlah besar.Kabar baiknya adalah defisit neraca perdagangan dapat dikurangi dalam waktu cepat. Kabar buruknya adalah hal tersebut mesti diiringi dengan resesi yang parah dan dalam waktu yang panjang.Sebagai contoh defisit neraca perdagangan AS, tidak pernah terjadi kita hanya mengalami resesi, selalu depresi.

Betatapun dalam dan panjangnnya krisis, penurunan ekonomi adalah pasti, adalah tidak mungkin untuk membayangkan bahwa AS secara kontinu menarik kelebihan dana dari luar negeri sebesar $400 milyar setiap tahun. Dan ketika negara luar menghentikan tabungannya ke AS, sehingga kita membiayai sendiri konsumsi kita, efeknya sudah jelas Dollar akan turun.

Euro

Pada dasarnya saya tidak menyukai Euro, sebagai mata uang kertas yang terakhir, tetapi Euro memberi dunia sebuah alternatif mata uang utama dunia selain Dollar. Kalau bukan karena fakta Dollar dicetak sejumlah $600 milyar setiap tahun, saya mungkin tidak akan memberi Euro alternatif kedua.

Tetapi inflasi Dollar, membongkar apa yang terjadi sebenarnya dibalik keajaiban ekonomi Amerika, arogansi kebijakan luar negeri Amerika, dan mungkin yang paling penting, slogan bahwa dampak yang merugikan dari perang terhadap terorisme hanya terkait dengan kepentingan Amerika saja-tidak disebutkan kaitannya dengan misalokasi kapital dan meningkatnya utang yang saling berkait kelindan dengan perang.-seluruhnya adalah jaminan virtual bahwa dollar akan kehilangan statusnya sebagai mata uang utama dunia.

Ada dua alasan mengapa dollar menjadi mata uang utama dunia.Pertama, Dollar bisa dikonversi ke emas. Dua, Dollar mengalami permintaan untuk menyelesaikan transaksi internasional, seiring AS menjadi negara dengan ekonomi dan perdagangan terbesar di dunia.

Pengenalan Euro telah memberikan alternatif yang layak selain Dollar.Dia juga bukanlah mata uang yang dijamin dengan emas, sehingga Euro juga tidak lebih baik dari mata uang kertas lainnya, dan ekonomi secara keseluruhan dari Uni Eropa adalah sama ukurannya dengan AS. Tetapi Eropa mempunyai satu keuntungan besar dibanding AS : Mereka memiliki defisit perdagangan yang surplus. Sedangkan AS masih harus berjibaku mengatasi defisit neraca perdagangan mereka, dan kita tahu ini mesti berdarah-darah.

Euro mungkin akan mendapat tekanan dari kebijakan luar nergeri AS.Sebuah reaksi dari imperialisme AS yang telah menyebabkan beberapa negara mengkonversi cadangan devisa mereka dari Dollar ke Euro dalam jumlah yang besar.

Hal ini merupakan poin penting bagi ekspansi Uni Eropa.Semakin banyak negara yang bergabung dalam Uni Eropa, permintaan Euro akan meningkat, dan kebutuhan dollar akan menurun.

Emas, Proteksi Nilai

Sebagian orang berharap terjadinya krisis moneter sebagai sebab harga emas naik, khususnya seperti yang terjadi dengan krisis di Asia Tenggara. Beberapa orang berpendapat saat itu emas gagal untuk memproteksi asset sekama krisis, tetapi faktanya adalah.

Harga emas tidak naik dalam Dollar AS-karena AS sendiri tidak mengalami krisis. Bagaimanapun harga emas dalam Yen Jepang naik 34% antara 1995 dan 1996.Tahun berikutnya harga emas melonjak lebih dari 40% dalam Peso Philipina dan Ringgit Malaysia, dan naik 67% dalam Won Korea. Indonesia menderita paling parah selama krisis Asia Tenggara dimana harga emas naik hingga 400% dalam Rupiah

Krisis mata uang selanjutnya akan terus terjadi dibawah dominasi dollar sebagai mata uang utama dunia. Emas akan sekali lagi memainkan perannya sebagai lindung nilai dan proteksi modal. Pertanyaannya adalah apakah Anda memilih untuk memilikinya atau tidak.

Gold Price 1 (Paul Van Eeden)

Berikut adalah artikel pakar emas Paul Van Eeden (Presiden Cranberry Capital Inc.) dengan judul Gold Price. Dengan tulisan ini kita dapat memahami sejarah harga emas dengan berbagai peristiwa sejarah yang menjadi latarbelakangnya. Mulai dari kenapa harga emas naik tajam pada 1980-an dan turun pada 2001, dengan menggunakan model statistik harga emas dengan basis 1947 (saat itu harga emas $35/ounce). Digambarkan pula krisis moneter Asia Tenggara pada 1997-1998 yang memberi imbas kenaikan harga emas yang signifikan bagi masing-masing negara dengan kenaikan emas tertinggi terjadi di Indonesia.Tulisan ini memang cukup jadul, ditulis tahun 2003 sehingga cakupan modelnya hanya sampai tahun 2002 saja. Namun sebagai pengenalan awal bagaimana harga emas bergerak, artikel ini cukup memadai. Karena artikelnya cukup panjang saya bagi menjadi 2 bagian.
Artikel aslinya bisa dilihat disini http://www.silverbearcafe.com/private/gold101.html

Saya percaya sejarah kenaikan harga emas telah dimulai.Berikut penjelasannya.

Harga emas mempunyai hubungan yang terbalik dengan Dollar AS. Saya tahu kedengarannya begitu sederhana dan gamblang, tetapi ketika saya menyatakan hal ini pertama kali pada Januari 1998, peristiwa ini menjelaskan mengapa harga emas tidak melanjutkan kenaikannya yang terus-menerus hingga Dollar AS kembali menguat terhadap mata uang utama lainnya,sayangnya tidak ada yang memperhatikan hal ini dengan serius. Hari ini Anda hampir tidak pernah mendengar analis logam mulia yang bicara mengenai harga emas tanpa mengkaitkan dengan Dollar AS dalam paragrap yang sama.

Saya telah menghabiskan beberapa dekade menganalisa harga emas, belajar bukan bagaimana harga emas berubah, tetapi mengapa harga emas berubah. Hal ini membuat kita memahami kenapa hal ini terjadi, yang membuat sebagian investor menuai untung dan sebagian investor lainnya buntung. Apa yang akan Anda baca tentang harga emas berikut ini adalah hasil riset orisinil yang sepanjang pengetahuan saya tidak pernah dipublikasikan sebelumnya.

Emas adalah teka-teki bagi sebagian besar analis keuangan, yang karena alasan itulah mengapa investasi emas sering dianggap negatif atau dicemooh. Hanya sedikit orang yang dapat memahami tentang logam mulia ini, padahal hanya dengan menggunakan satu prinsip pertama di atas, adalah mungkin untuk menjelaskan mengapa harga emas rata-rata mencapai $378,04/oz selama 13 tahun dari tahun 1984 hingga 1996; kenapa harga emas menurun dari tahun 1996 hingga 2001; dan mengapa harga emas naik dengan mendadak dari tahun 1970 hingga 1980 – tetapi kembali jatuh dari tahun 1980 hingga 1982.

Dengan menggunakan prinsip yang sama, Anda akan melihat mengapa harga emas akan naik setidaknya dua kali lipat dalam beberapa tahun kemudian, dan kemungkinan naik hingga 3 atau 5 kali lipat.

Hal ini akan mengejutkan Anda untuk melihat betapa sederhana metodologi ini sesungguhnya. Tetapi kemudian, masalah yang begitu rumit dapat dipecahkan dengan begitu sederhana,dengan komponen yang mudah dimengerti. Hal ini sering dialami oleh mereka yang tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan dibalik teori-teori rumit yang tidak masuk akal atau analisa yang tidak bisa dikuantifisir seperti konspirasi.

Tulisan ini tidak akan membosankan Anda dengan sejarah dunia, tetapi ini benar-benar penting untuk menyeimbangkan pemikiran kita. Mari kita mulai dari Gold Standard, karena kita tahu berapa harga emas pada periode tersebut (US$35/oz), dan terus berlanjut dengan harga $325/oz saat ini (tahun 2003-artikel ini ditulis tahun 2003), dan mengapa saya berfikir harga emas akan menembus angka di atas $700 dalam waktu dekat (dan saat ini harga emas sudah mencapai $1.660 per ounce).

Mata Uang dengan Nilai Tukar Mengambang (Floating currencies)

Selama Gold Standard, nilai emas ditentukan oleh daya belinya dan nilai mata uang kertas, ketika keduanya eksis, diukur nilai mata uang kertas itu terhadap emas. Akibat dari inflasi mata uang kertas karena harus membiayai Perang Dunia I dan II,maka seluruh negara meninggalkan Gold Standard dan emas kehilangan perannya sebagai mata uang.

Perjanjian Bretton-Woods tahun 1944 menjamin stabilitas dunia tanpa hard money (mata uang berbasis logam mulia semata tanpa keterlibatan uang kertas) dengan menggunakan Dollar AS yang dapat dikonversi dengan emas pada kurs yang tetap, dan kemudian menempatkan Dollar AS sebagai mata uang utama dunia terdahap seluruh mata uang asing lainnya. Defisiensi tertanam dalam perjanjian Bretton Woods yang memungkinkan AS untuk mencetak Dollar AS tanpa syarat, karena rasio antara Dollar dan emas adalah tetap, dan merupakan sebuah ketetapan. Oleh karenanya, dari tahun 1934 hingga 1971 emas memiliki “nilai” $35/oz hanya karena Franklin Roosevelt menetapkan demikian pada tahun 1934.

Kekeliruannya adalah AS dapat mencetak mata uang Dollarnya sesuai keinginan, tanpa berakibat terhadap nilai Dollar itu sendiri, sementara negara-negara lain di dunia harus memproduksi barang dan jasa untuk mendapatkan Dollar, puncaknya terjadi pada akhir 1971 ketika Richard Nixon memaksa untuk meninggalkan nilai tukar tetap antara Dollar dan emas.

Jadi berapa “nilai” satu troy ounce emas hari ini? Karena sebagian besar mata uang di dunia menganut nilai tukar mengambang, yang berarti nilai tukar mata uang mereka bernilai relatif terhadap mata uang lain yang semuanya ditentukan oleh kekuatan pasar, maka Anda harus spesifik dengan mata uang yang mana Anda ingin menilai harga emas. Untuk menjawab ini kita akan membatasinya dengan mata uang Dollar AS. Oleh karenanya pertanyaannya menjadi, Berapa nilai 1 troy ounce emas dalam Dollar saat ini?

Dua faktor yang selalu mempengaruhi nilai relatif emas dalam setiap mata uang .Yang pertama adalah kenaikan jumlah mata uang Dollar (inflation of dollars) dan kedua adalah kenaikan jumlah emas (inflation of gold).

Ketika jumlah Dollar meningkat (inflasi), Dollar kehilangan daya beli dan biasanya ditunjukkan dengan kenaikan harga barang dan jasa. Ini menegakkan alasan ketika dollar mengalami inflasi, hal ini juga menaikkan harga emas dalam dollar, walaupun nilai inheren emas atau daya beli emas tidak terkena pengaruh.

Demikian pula, bila jumlah emas meningkat, nilai emas akan menurun. Dikarenakan materi fisik emas dari seluruh emas yang telah ditambang bisa berubah dalam berbagai bentuk, yang menjadi satu alasan mengapa emas begitu cocok untuk menjadi uang dalam urutan pertama. Jumlah emas yang ditambang dalam satu tahun terakhir adalah sedikit sekali dibanding jumlah seluruh emas yang pernah ditambang. Dengan demikian tingkat inflasi emas adalah persentase produksi tambang emas baru dibagi seluruh emas yang pernah di tambang sepanjang masa yang ada di atas bumi, yang pada gilirannya sama dengan jumlah total emas sejak pertama kali ditambang di dunia.

Konsekuensinya, perubahan harga emas dalam Dollar, dari waktu ke waktu berada pada proporsi inflasi Dollar dan berhubungan terbalik secara proporsional dengan inflasi emas. Kita dapat menghitungnya dengan teori harga emas (Aun) sebagai berikut:

Aun = Aun-1(M3n/M3n-1)(GPn-1/GPn)

Dimana [Au = harga emas; M3 = suplay uang; GP = produksi emas]

Namun agar rumus ini dapat dicari kita perlu menetapkan waktu dimana emas dihargai dengan benar. Ini berarti kita mesti kembali ke masa Gold Standard dan menghitung mulai dari masa itu

Reserve currencies

Perang Dunia I (selanjutnya disingkat PD I) menghancurkan tidak hanya properti fisik juga mata uang Eropa melalui mekanisme inflasi. Setelah perang, sebagian besar negara terjebak dalam utang yang besar dImana kecil bagi mereka untuk melunasinya.

Sebelum PD I Poundsterling Inggris (yang juga dijamin dengan emas) adalah mata uang utama dunia karena London adalah pusat keuangan terbesar kala itu dan Inggris juga merupakan negara dengan aktivitas perdagangan terbesar di dunia. Tetapi ekspansi moneter untuk membiayai PD I memaksa sebagian besar negara, termasuk Inggris, untuk melepaskan Gold Standard sementara (sehingga lebih mudah bagi mereka mencetak mata uangnya tanpa jaminan emas yang memadai).

Pada tahun 1923 Inggris mengumumkan untuk melunasi seluruh utang akibat perang, sebagai usaha mengembalikan kepercayaan ekonomi Inggris dengan mata uang Poundsterlingnya. Untuk mencapai hal ini Inggris harus menaikkan pajak yang justru memberi beban baru bagi ekonomi mereka yang sudah lumpuh.

Pada usaha yang kedua, dalam mendorong kepercayaan pasar, Inggris memulihkan Gold Standard di tahun 1925, dengan menggunakan kurs sebelum perang. Pada saat yang sama banyak negara lain melakukan devaluasi (menurunkan nilai pasar) mata uangnya sebagai usaha untuk mengurangi beban utang perang dan untuk merangsang ekonomi. Kembalinya Inggris ke sistem Gold Standard oleh karenanya mengatrol nilai Poundsterling lebih tinggi, akibatnya ekspor Inggris melemah dan aktivitas impor marak,sehingga mengarah pada erosi yang lebih jauh dalam ekonominya.Akibatnya pada tahun 1931 Inggris dipaksa untuk melepaskan Gold Standard kembali. .

Kebalikan dari Inggris, AS kembali ke sistem Gold Standard pada tahun 1919. Dimana menaikkan posisinya dalam perdagangan global, menempatkan Dollar dalam posisi sebagai pengganti eksistensi Poundsterling sebagai mata uang utama dunia.

Akhir dari Sistem Gold Standard

Depresi ekonomi pada tahun1929 mempercepat kontraksi deflationary economic (suatu kondisi dimana terjadi penurunan permintaan barang dan jasa sehingga berakibat pada turunnya harga barang dan jasa dan menghasilkan pengangguran masal). Kombinasi dari kebangkrutan berturut-turut pada bank dan perusahaan, kerugian masal di wall street, meningkatnya pengangguran dan menurunnya kepercayaan pasar, menyebabkan naiknya tingkat suku bunga tabungan dimana orang berusaha mempertahankan modal mereka. Karena sebagian besar orang menabung, dan menekan belanja atau konsumsi, akibatnya permintaan terhadap barang dan jasa menurun yang mengarah pada melemahnya aktivitas ekonomi yaitu Great Depression (krisis besar di dunia pada awal tahun 1930-an).

Pemerintah butuh untuk meningkatkan belanja atau konsumsi untuk merangsang ekonomi, tetapi bagaimana Anda membuat orang meningkatkan belanja di kala mereka sedang gencar menabung? Orang cenderung untuk belanja lebih selama masa inflasi karena uang kertas mereka relatif kehillangan daya beli terhadap barang dan jasa.Sehingga bagi mereka lebih baik segera membelanjakannya sesegera mungkin, sebelum daya belinya turun lebih jauh.

Untuk merekayasa inflasi dan merangsang belanja, pemerintah mengambil langkah untuk mendevaluasi Dollar (menurunkan nilai pasar dari Dollar). Tapi tidak bisa dengan mencetak lebih banyak Dollar, karena emas juga merupakan komponen dari sistem moneter (artinya dalam sistem gold standard pencetakan Dollar mesti diikuti dengan sejumlah cadangan emas yang memadai sebagai jaminan). Apabila pemerintah melakukan devaluasi terhadap Dollar, dengan cara mencetak lebih dari biasanya, orang akan mengalihkan tabungan mereka dalam bentuk emas tanpa ada peningkatan konsumsi.Individu melakukan penimbunan emas dan karena tabungan dalam sistem perbankan pun saat itu terikat dengan emas pula, maka bank harus menjaga cadangannya, yang sebagian besarnya dalam bentuk emas.

Sepanjang emas berlaku sebagai alat tukar, langkah devaluasi Dollar tidak akan berakibat pada peningkatan belanja atau konsumsi. Untuk memecahkan dilema ini, Presiden AS kala itu Roosevelt mendeklarasikan kepemilikan emas secara pribadi adalah melanggar hukum (illegal) pada tahun 1933, hal ini membebaskannya untuk mencetak dollar sesuai kebutuhannya. Berikut pernyataannya :

"By virtue of the authority vested in me by Section 5 (b) of the Act of October 6, 1917, as amended by Section 2 of the Act of March 9, 1933 ..., in which Congress declared that a serious emergency exists, I as President, do declare that the national emergency still exists; that the continued private hoarding of gold and silver by subjects of the United States poses a grave threat to the peace, equal justice, and well-being of the United States; and that appropriate measures must be taken immediately to protect the interests of our people." Franklin Roosevelt - March 9, 1933

(“Dengan wewenang yang berlaku pada saya dalam section 5(b) berdasar Act of October 6, 1917, sebagaimana yang telah di amandemen dengan section 2 dari Act of March 9, 1933..., dimana Kongres telah mendeklarasikan bahwa telah terjadi keadaan darurat, Saya sebagai Presiden, mendeklarasikan bahwa keadaan darurat nasional masih terjadi; bahwa penimbunan emas dan perak oleh warga negara AS merupakan ancaman kematian bagi perdamaian, keadilan yang setara, dan kelangsungan negara AS; dan langkah yang tepat perlu diambil dengan segera untuk melindungi kepentingan rakyat kami” Franklin Roosevelt- 9 Maret 1933.

Hal ini tidak mempengaruhi status Dollar sebagai mata uang utama dunia, dimana orang asing masih dapat mengkonversi dollar yang mereka pegang ke dalam emas pada kurs yang tetap.

Pada tahun 1933 satu koin emas senilai $20 dengan berat 0,9675 ounce emas.Jadi harga emas/ounce saat itu adalah $20,67 (yaitu $20/0,9675), dimana nilai ini berlaku sejak tahun 1879 ketika AS bergabung dengan sistem Gold Standard . Executive Order pada 9 Maret 1933 memaksa warga negara untuk mengganti emas mereka kedalam mata uang kertas Dollar pada kurs $20,67 per ounce.

Pada awal tahun berikutnya Roosevelt menaikkan harga emas sebesar 69% menjadi $35 per ounce ( 1 ounce sekitar 31,103477 gram), oleh karenanya secara instan mendevaluasi Dollar sebesar 41%.

Dollar untuk Emas

Kembali pada tahun 1933, ketika emas adalah mata uang, satu ounce-nya bernilai $20,67.Oleh karenanya kita dapat mengatakan bahwa emas mengalami overpriced (kondisi dimana suatu barang dinilai dengan harga yang terlalu tinggi) pada tahun-tahun selanjutnya ketika Roosevelt dengan semena-mena mematok harganya senilai $35 per ounce pada 1934.Tetapi bila emas mengalami overpriced pada harga $35 per ounce pada tahun 1934 , kapan sebenarnya harga emas memang bernilai $35 per ounce? Kita dapat menemukan jawabannya dengan melihat perpindahan emas ke dalam dan keluar dari AS (dalam hal ini melalui US Treasury atau semacam Departemen Keuangan AS-selanjutnya disingkat Depkeu AS), dan daya beli Dollar AS.

Karena harga emas dinaikkan nilainya sebesar $35 per ounce pada tahun 1934, yang berarti secara signifikan mengalami overpriced saat itu, dan oleh karenanya berpengaruh pada permintaan Dollar AS sebagai mata uang utama dunia saat itu, cadangan emas dunia meningkat tajam dari 8.998 ton pada tahun 1935 menjadi 19.543 ton pada tahun 1940, dimana banyak orang asing menukar emas dengan Dollar untuk mengambil keuntungan singkat dimana pemerintah AS yang memfasilitasinya.Orang berbondong-bondong menukar emasnya dengan Dollar ke Depkeu AS untuk diganti dengan Dollar, yang selanjutnya dikonversi dengan mata uang lokal (di negara masing-masing) dengan keuntungan sebesar 69%, tentu saja setelah dikurangi biaya transaksi.

Hingga tahun 1952 cadangan emas dunia mencapai 20.663 ton dan AS memiliki sekitar 33% dari seluruh emas di dunia dan lebih dari 65% dimiliki oleh pemerintah AS

Tetapi setelah tahun 1952, inflasi Dollar AS yang terus menerus, membuat dunia sadar bahwa $35 yang mereka miliki tidak lagi senilai 1 ounce emas. Penukaran Dollar yang masif terhadap emas, susutnya cadangan emas AS hingga 58% ke angka 8.584 ton hingga tahun 1972 .Pada tahun 1972 cadangan emas AS kurang dari yang pernah dimilikinya tahun 1935, tapi pada tahun 1972 jumlah Dollar yang beredar sekitar 10 kali lipat dari 1935 sebagaimana terukur dari perubahan M1( jumlah uang yang beredar di publik + Demand Deposit + Checkable Deposit + Traveler Check)

Kita tahu emas mengalami overvalued (estimasi harga yang terlalu tinggi) setidanya pasca tahun 1940 karena dunia mengkonversi emas ke dollar secepat yang mereka bisa. Kita juga tahu bahwa emas mengalami undervalued (estimasi harga yang terlalu rendah) setelah tahun 1952 karena dollar ditukar ke emas dengan kecepatan yang luar biasa pula. Cadangan emas AS bertahan pada posisi 20.000 ton sejak 1940, ketika emas mengalami overvalued hingga tahun 1952 ketika emas mengalami undervalued. Jadi antara tahun 1940 dan 1952 orang menduga emas “bernilai” $35 per ounce.

Perubahan dalam Consumer Price Index/CPI (indeks harga yang digunakan untuk mengukur harga kebutuhan pokok yang dibandingkan dengan basis periode tertentu) memberi kita ukuran bagaimana inflasi Dollar berakibat pada daya beli. Ini berarti kita dapat menentukan ketika emas benar-benar bernilai $35 per ounce dengan melihat bagaimana CPI berubah sejak 1933, ketika kita tahu harga emas terkoreksi pada harga $20,67.Dari tahun 1933 hingga 1947 CPI mengalami kenaikan 69%, jadi harga $20,67 pada tahun 1933 akan setara nilainya dengan $35 pada 1947

Hal ini berkaitan dengan aliran masuk emas ke Depkeu AS hingga 1950 (20.279 ton), mencapai puncak pada 1952 (20.663 ton) dan kemudian menurun drastis sebagai akibat inflasi yang dipicu oleh tingginya harga emas yang berakibat pada penukaran Dollar ke emas. Emas saat itu bernilai $35 per ounce tahun 1947 yang tentu masuk akal, yang terlihat dari aliran emas, dan divalidasi dari perubahan daya beli Dollar, sebagaimana terukur dari CPI.Oleh karena itu kita dapat mengambil kesimpulan harga emas sebenarnya adalah $35 pada tahun 1947.

Kita tidak mempertimbangkan inflasi emas antara 1933 dan 1947, sebagaimana asumsi bahwa produksi emas sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di AS secara umum, maka peningkatan produksi barang dan jasa secara implisit dihitung dari CPI yang juga mengakomodasi peningkatan produksi emas . Hal ini secara nyata tidaklah ideal. Sayangnya data M3 (jumlah peredaran uang dalam pengertian yang paling luas) hanya dapat ditelusuri mulai 1959, walaupun kita menemukan penelitian yang mengeksplorasi M3 tahun 1948. Sedangkan data CPI kita temukan mulai tahun 1913.

Dari 1947 hingga seterusnya bagaimanapun, M3 (yang mencerminkan Inflasi Dollar) dan produksi emas (inflasi emas) digunakan untuk mengkalkulasi harga emas yang seharusnya (theoretical gold price), mengacu formula yang telah dicantumkan di atas. Hasilnya sejak 1971 hingga seterusnya dapat dilihat dalam gambar berikut :


Berikut adalah perbandingan antara the theoretical gold price (harga emas secara teori) dan the actual gold price (harga emas aktual),untuk melihat seberapa dekat model dengan realitas.

Gold Window

Dengan derasnya penukaran Dollar ke emas (seiring dengan ketidakpercayaan pasar terhadap Dollar) memaksa Nixon menutup Gold Window (kaitan antara emas dan dollar pada kurs $35/ounce) pada tahun1971, sebagai upaya terakhir untuk mempertahankan sejumlah emas di Depkeu AS. Ketika dipaksa untuk memilih antara menahan emas atau Dollar, Nixon memilih emas. Maka dengan sendirinya memaksa kita untuk mengetahui berapa nilai emas sebenarnya saat itu.

Emas kini mengalami demonetisasi (pemutusan eksistensi emas dengan kaitannya terhadap Dollar) dan karena harganya tidak bisa dipertahankan pada kurs $35 per ounce, pasar dipaksa untuk menentukan berapa harga aktual dari emas itu sendiri. Karena kita tahu emas senilai $35 per ounce pada 1947, kita dapat menghitung berapa harga emas yang seharusnya pada tahun 1971, dan membandingkannya dengan harga sebenarnya terjadi di pasar.

Infasi Dollar dari 1947 hingga 1971, diimbangi dengan inflasi emas (meningkatnya produksi emas), yang berarti bahwa harga emas seharusnya mencapai $103 per ounce ketika Gold Window ditutup (lihat gambar), hampir tiga kali lipat dari harga resminya yaitu $35 Dollar per ounce. Dengan harga emas hanya sepertiganya, maka dia mesti mengakami kenaikan.

Tidak hanya kenaikan harga emas ini yang berjalan, tetapi inflasi selama 1970-an juga bak tersulut api mengikuti kenaikan harga emas . M3 mengalami kenaikan dua kali lipat dari 1971 hingga1978. Pada 1978 harga emas seharusnya mencapai $199 per ounce, dan pada kenyataannya harga emas adalah $193 per ounce.

Hal ini meyakinkan kita bahwa harga emas teoritis bertepatan dengan harga aktualnya pada 1978 : hal ini mengkonfirmasi bahwa basis harga emas $35 per ounce pada 1947 dapat dibenarkan, sehingga kita dapat katakan model ini bekerja dengan baik.

Tetapi bila Anda melihat gambar, Anda dapat mencatat bahwa harga emas akan melanjutkan kenaikannya melampaui apa yang diprediksi oleh model, dan tetap di atas harga teoritis hingga 1984.Mengapa?

bersambung