Suatu waktu di India abad 19 M di masa penjajahan dan pendudukan Inggris, ada seorang syeikh yang didakwa bersekongkol dengan para pemberontak anti penjajahan Inggris yang bernama syeikh al Badawini rahimahullah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1857 M. Syeikh al Badawini dibawa menghadap pengadilan Inggris yang ternyata salah seorang jaksa penuntutnya adalah seseorang yang pernah menjadi muridnya. Maka si penuntut ini berbisik kepada anggota sidang lainnya agar membatalkan tuduhan dan membebaskan terdakwa. Namun syekh al Badawini menolak dan berkata dengan lantang,"Benar, aku telah bersekongkol dengan para pemberontak, dan aku tidak akan membantah tuduhan terhadap diriku." Maka dengan berat hati si penuntut menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan. Ketika syeikh al Badawini dituntun menuju tiang gantungan, si penuntut sambil menangis berkata, "Hingga detik inipun, Andai tuanku mau mengatakan, walau sekali saja, bahwa dakwaan itu palsu, dan tuanku mengaku bahwa tidak terlibat dalam peristiwa pemberontakan, niscaya aku akan berjuang keras untuk membebaskan tuanku." Syeikh al Badawini dengan keras hati berkata,"Apabila aku mengikuti permintaanmu maka sia-sialah amalku, karena aku telah melakukan kebohongan, sekali lagi aku katakan, bahwa benar aku telah bersekongkol dengan para pemberontak, maka lakukanlah apa yang kau inginkan!" Maka eksekusipun dilaksanakan!
Demikianlah suatu kisah seorang ulama yang teguh memegang prinsip kejujuran. Walaupun dihadapkan pada pilihan hidup atau mati, beliau tetap teguh dengan kejujurannya. Sebab bagi sang ulama, hidup ini bukan hanya dunia, masa depan hidupnya adalah hari akhir, dimana titik awalnya alam kubur. Bandingkan dengan kondisi zaman "modern" ini dimana orang dengan mudahnya berbohong bahkan bersaksi palsu hanya untuk jabatan, uang, status, keselamatan dunia, dengan menggadaikan keselamatan akhirat. Ingatlah firman Allah swt dalam surat An-nisaa ayat 135 sbb :
" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan."
Kita diperintah Allah swt untuk berlaku adil dan menjadi saksi karena Allah walau terhadap diri sendiri, ibu bapak, dan kaum kerabat. Bahkan kita adalah umat yang diperintah untuk berlaku adil walau kepada kaum yang kita benci, sebagaimana Al Quran surat Al Maaidah ayat 8 sbb :
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Dikisahkan di India masih pada masa penjajahan Inggris, terjadi sengketa antara orang-orang Hindu dan orang-orang Islam di perkampungan Kandahla, provinsi Muzzaffarnagar, memperebutkan sebidang tanah. Kelompok Hindu mengklain bahwa disana adalah tempat peribadatan mereka, sedangkan umat Islam mengklaim bahwa di tanah itu telah terlebih dahulu berdiri sebuah masjid. Sengketa tak kunjung usai, maka kedua belah pihak membawa masalah ini ke pengadilan Inggris. Pengadilan memperdengarkan dakwaan dari kedua belah pihak, namun Hakim belum puas dengan bukti-bukti yang ada dan oleh karenanya ia bertanya kepada kelompok Hindu, "Apakah ada diantara kamu yang mengenal seorang warga muslim di daerah itu? Mereka menjawab "Benar ada di disana ada seseorang yang bernama Fulan." Yang dimaksud oleh kelompok Hindu adalah seorang ulama muslim yang saleh. Maka Hakim mengirim seorang utusan kepada ulama tersebut agar menghadirkannya di pengadilan. Kepada utusan Hakim sang ulama mengatakan "Aku telah bersumpah untuk tidak mau melihat batang hidung orang asing satupun". Namun akhirnya ulama itu mau juga hadir di pengadilan. Di pengadilan sambil membelakangi Hakim, dia berkata " Yang benar adalah kelompok Hindu, tanah itu adalah hak milik mereka." Berdasarkan keterangan sang Ulama Hakim memutuskan perkara dengan memenangkan kelompok Hindu. Meski kalah dipengadilan, umat Islam mendapat simpati dari kelompok Hindu dan oleh sebab kejujuran mereka, banyak kelompok Hindu yang masuk Islam.
Demikianlah akhlak seorang muslim yang tetap dituntut berlaku adil dan jujur walaupun terhadap pihak agama lain, dan merugikan kepentingan kelompoknya sendiri.
wallahu 'alam.
sumber : Derita Dunia Islam, Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi (Fadlindo,2006)
No comments:
Post a Comment