www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Friday, March 30, 2012

Bermula dari Masalah Berujung Berjuta Hidayah : Teladan dari Jadullah Al-Qur'ani


Dahulu setiap kali mendapat masalah, saya bingung. Bingung bagaimana mencari rujukan untuk solusi masalah tersebut. Kemudian saya memahami Al Quran adalah solusi setiap permasalahan kita. Tetapi kemudian muncul pertanyaan , bagaimana caranya bagi orang awam seperti saya?
Hingga dalam sebuah pengajian saya mendapat jawabannya. Sang ustadz menjelaskan caranya, apabila kita mendapat masalah, ambil Al Quran dan buka secara acak, kemudian baca halamannya maka akan kita temukan jawaban masalah kita di sana. Sesederhana itukah??? Ya. Alhamdulillah banyak saya temukan jawaban setiap masalah dengan teknik itu walaupun yang kita baca terjemahannya saja.

Bahkan cara ini telah ampuh mengislamkan 6 ribu orang Yahudi dan Nasrani di Eropa dan 6 juta suku Zulu di Afrika, berikut ceritanya yang saya ambil dari www.hidayatullah.com :

Di suatu tempat di Prancis sekitar lima puluh tahun yang lalu, ada seorang berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama Ibrahim. Ia adalah orangtua yang menjual makanan di sebuah toko makanan. Toko tersebut terletak di sebuah apartemen di mana salah satu penghuninya adalah keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak bernama "Jad" berumur 7 tahun.

Jad, si anak Yahudi Hampir setiap hari mendatangi toko tempat di mana Ibrahim bekerja untuk membeli kebutuhan rumah. Setiap kali hendak keluar dari toko –dan Ibrahim dianggapnya lengah– Jad selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa seizinnya.

Pada suatu hari usai belanja, Jad lupa tidak mengambil cokelat ketika mau keluar, kemudian tiba-tiba Ibrahim memanggilnya dan memberitahu kalau ia lupa mengambil sepotong cokelat sebagaimana kebiasaannya. Jad kaget, karena ia mengira bahwa Ibrahim tidak mengetahui apa yang ia lakukan selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan takut jika saja Ibrahim melaporkan perbuatannya tersebut kepada orangtuanya.

"Tidak apa, yang penting kamu berjanji untuk tidak mengambil sesuatu tanpa izin, dan setiap saat kamu mau keluar dari sini, ambillah sepotong cokelat, itu adalah milikmu”, ujar Jad sebagai tanda persetujun.

Waktu berlalu, tahun pun berganti dan Ibrahim yang seorang Muslim kini menjadi layaknya seorang ayah dan teman akrab bagi Jad si anak Yahudi

Sudah menjadi kebiasaan Jad saat menghadapi masalah, ia selalu datang dan berkonsultasi kepada Ibrahim. Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku dari laci, memberikannya kepada Jad dan kemudian menyuruhnya untuk membukanya secara acak. Setelah Jad membukanya, kemudian Ibrahim membaca dua lembar darinya, menutupnya dan mulai memberikan nasehat dan solusi dari permasalahan Jad.

Beberapa tahun pun berlalu dan begitulah hari-hari yang dilalui Jad bersama Ibrahim, seorang Muslim Turki yang tua dan tidak berpendidikan tinggi.
14 Tahun Berlalu

Jad kini telah menjadi seorang pemuda gagah dan berumur 24 tahun, sedangkan Ibrahim saat itu berumur 67 tahun.

Alkisah, Ibrahim akhirnya meninggal, namun sebelum wafat ia telah menyimpan sebuah kotak yang dititipkan kepada anak-anaknya di mana di dalam kotak tersebut ia letakkan sebuah buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi kepadanya. Ibrahim berwasiat agar anak-anaknya nanti memberikan buku tersebut sebagai hadiah untuk Jad, seorang pemuda Yahudi.

Jad baru mengetahui wafatnya Ibrahim ketika putranya menyampaikan wasiat untuk memberikan sebuah kotak. Jad pun merasa tergoncang dan sangat bersedih dengan berita tersebut, karena Ibrahim-lah yang selama ini memberikan solusi dari semua permasalahannya, dan Ibrahim lah satu-satunya teman sejati baginya.

Hari-haripun berlalu, Setiap kali dirundung masalah, Jad selalu teringat Ibrahim. Kini ia hanya meninggalkan sebuah kotak. Kotak yang selalu ia buka, di dalamnya tersimpan sebuah buku yang dulu selalu dibaca Ibrahim setiap kali ia mendatanginya.

Jad lalu mencoba membuka lembaran-lembaran buku itu, akan tetapi kitab itu berisikan tulisan berbahasa Arab sedangkan ia tidak bisa membacanya. Kemudian ia pergi ke salah seorang temannya yang berkebangsaan Tunisia dan memintanya untuk membacakan dua lembar dari kitab tersebut. Persis sebagaimana kebiasaan Ibrahim dahulu yang selalu memintanya membuka lembaran kitab itu dengan acak saat ia datang berkonsultasi.

Teman Tunisia tersebut kemudian membacakan dan menerangkan makna dari dua lembar yang telah ia tunjukkan. Dan ternyata, apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena persis ke dalam permasalahan yang dialami Jad kala itu. Lalu Jad bercerita mengenai permasalahan yang tengah menimpanya, Kemudian teman Tunisianya itu memberikan solusi kepadanya sesuai apa yang ia baca dari kitab tersebut.

Jad pun terhenyak kaget, kemudian dengan penuh rasa penasaran ini bertanya, "Buku apa ini?"

Ia menjawab, "Ini adalah Al-Qur'an, kitab sucinya orang Islam!"

Jad sedikit tak percaya, sekaligus merasa takjub,


Temannya menjawab, "Mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat!"

Jad lalu kembali bertanya, "Bagaimana caranya menjadi seorang muslim?"

Setelah itu, dan tanpa ada rasa ragu, Jad lalu mengucapkan Syahadat, ia pun kini memeluk agama Islam!

Islamkan 6 juta orang

Kini Jad sudah menjadi seorang Muslim, kemudian ia mengganti namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani sebagai rasa takdzim atas kitab Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab seluruh problema hidupnya selama ini. Dan sejak saat itulah ia memutuskan akan menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi menyebarkan ajaran Al-Qur'an.

Mulailah Jadullah mempelajari Al-Qur'an serta memahami isinya, dilanjutkan dengan berdakwah di Eropa hingga berhasil mengislamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.

Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur'an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia mendapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Pada saat matanya tertuju pada gambar benua Afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan Ibrahim dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :

((اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ...!!))

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!...” [QS. An-Nahl; 125]

Iapun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksanakannya.

Beberapa waktu kemudian Jadullah meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika yang di antaranya adalah Kenya, Sudan bagian selatan (yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya. Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari 6.000.000 (enam juta) orang dari suku Zulu, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.

Akhir Hayat Jadullah

Jadullah Al-Qur'ani, seorang Muslim sejati, da'i hakiki, menghabiskan umur 30 tahun sejak keislamannya untuk berdakwah di negara-negara Afrika yang gersang dan berhasil mengislamkan jutaan orang.

Jadullah wafat pada tahun 2003 yang sebelumnya sempat sakit. Kala itu beliau berumur 45 tahun, beliau wafat dalam masa-masa berdakwah.

Kisah pun belum selesai

Ibu Jadullah Al-Qur'ani adalah seorang wanita Yahudi yang fanatik, ia adalah wanita berpendidikan dan dosen di salah satu perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada tahun 2005, dua tahun sepeninggal Jadullah yaitu saat berumur 70 tahun.

Sang ibu bercerita bahwa –saat putranya masih hidup– ia menghabiskan waktu selama 30 tahun berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan putranya agar kembali menjadi Yahudi dengan berbagai macam cara, dengan segenap pengalaman, kemapanan ilmu dan kemampuannya, akan tetapi ia tidak dapat mempengaruhi putranya untuk kembali menjadi Yahudi. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua yang tidak berpendidikan tinggi, mampu melunakkan hatinya untuk memeluk Islam, hal ini tidak lain karena Islamlah satu-satunya agama yang benar.

Yang menjadi pertanyaannya, "Mengapa Jad si anak Yahudi memeluk Islam?"

Jadullah Al-Qur'ani bercerita bahwa Ibrahim yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah memanggilnya dengan kata-kata: "Hai orang kafir!" atau "Hai Yahudi!" bahkan Ibrahim tidak pernah untuk sekedar berucap: "Masuklah agama Islam!"

Bayangkan, selama 17 tahun Ibrahim tidak pernah sekalipun mengajarinya tentang agama, tentang Islam ataupun tentang Yahudi. Seorang tua Muslim sederhana itu tak pernah mengajaknya diskusi masalah agama. Akan tetapi ia tahu bagaimana menuntun hati seorang anak kecil agar terikat dengan akhlak Al-Qur’an.

Kemudian dari kesaksian Dr. Shafwat Hijazi (salah seorang dai kondang Mesir) yang suatu saat pernah mengikuti sebuah seminar di London dalam membahas problematika Darfur serta solusi penanganan dari kristenisasi, beliau berjumpa dengan salah satu pimpinan suku Zolo. Saat ditanya apakah ia memeluk Islam melalui Jadullah Al-Qur’ani?, ia menjawab; tidak! namun ia memeluk Islam melalui orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur'ani.

Subhanallah, akan ada berapa banyak lagi orang yang akan masuk Islam melalui orang-orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani. Dan Jadullah Al-Qur'ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang muslim tua berkebangsaan Turki yang tidak berpendidikan tinggi, namun memiliki akhlak yang jauh dan jauh lebih luhur dan suci.

Begitulah hikayat tentang Jadullah Al-Qur'ani, kisah ini merupakan kisah nyata yang penulis dapatkan kemudian penulis terjemahkan dari catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat yang dijuluki sebagai "Syaikh Kaum Revolusioner Mesir". Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar dan anggota Lembaga Fatwa Mesir yang ditembak syahid dalam sebuah insiden di Kairo pada hari Jumat, 16 Desember 2011 silam.
http://www.hidayatullah.com/read/21434/01/03/2012/kisah-seorang-yahudi-yang-mengislamkan-jutaan-orang.html

Thursday, March 29, 2012

10 Alasan Dominasi Dollar akan Runtuh


Dolar Amerika Serikat sudah lama menjadi mata uang global dunia. Selama beberapa dekade penggunaan dolar benar-benar dominan dalam aktivitas perdagangan internasional. Ini memberi keuntungan luar biasa bagi sistem keuangan dan masyarakat Negeri Abang Sam. Dengan dolar, Amerika memegang kendali yang luar biasa di seluruh dunia.

Saat ini lebih dari 60 persen dari seluruh cadangan mata uang asing dunia dalam dolar. Belakangan terjadi perubahan besar. Anehnya, media-media di Amerika bungkam seribu bahasa tentang ini. Sejumlah negara dengan perekonomian terbesar di Bumi telah membuat perjanjian satu sama lain untuk menyingkirkan penggunaan dolar.

Beberapa negara produsen minyak juga mulai menjual minyak dalam mata uang selain dolar, sehingga mengancam sistem petrodolar yang berjalan selama hampir empat dekade. Lembaga internasional besar, seperti PBB dan IMF, bahkan telah mengeluarkan laporan resmi tentang perlunya membentuk sistem mata uang global baru pengganti dolar.

Mau tak mau dominasi dolar sebagai mata uang dunia pasti terancam. “Pergeseran mata uang yang muncul dalam perdagangan internasional tentu saja akan berimplikasi besar bagi perekonomian Amerika,” ujar Michael Snyder, seperti yang dikutip dari Business Insider, Senin, 26 Maret 2012.

China adalah negara yang paling getol mendorong perubahan itu. China memiliki pendapatan ekonomi terbesar kedua di muka Bumi. Level pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan melampaui Amerika pada 2016. Bahkan salah satu ekonom memprediksi perekonomian China akan tiga kali lebih besar dari ekonomi Amerika pada 2040.

Jadi, para pemimpin di Beijing sedang duduk di sana dan bertanya-tanya, mengapa dolar Amerika harus terus-menerus begitu digdaya jika perekonomian China bakal segera menjadi nomor satu di planet ini?

Selama beberapa tahun terakhir China dan negara-negara berkembang lainnya, seperti Rusia, diam-diam membuat kesepakatan untuk menjauh dari dolar Amerika dalam perdagangan internasional. Supremasi dolar nyatanya tidak setangguh seperti yang dipercayai kebanyakan orang Amerika.

Berikut 10 alasan mengapa kejayaan dolar Amerika sebagai mata uang dunia akan segera berakhir.

#1 China dan Jepang Singkirkan Dolar

Beberapa bulan lalu perekonomian terbesar kedua di dunia (China) dan ekonomi terbesar ketiga di Bumi (Jepang) mencapai kesepakatan yang akan mempromosikan penggunaan mata uang mereka sendiri (bukan dolar) dalam perdagangan satu sama lain.

Hal tersebut kesepakatan yang sangat penting, dan sama sekali diabaikan media Amerika. Seperti yang dilaporkan BBC, China dan Jepang mengumumkan rencana mempromosikan pertukaran langsung dari mata uang mereka. Ini sebagai upaya untuk memotong biaya bagi perusahaan dan meningkatkan perdagangan bilateral.

Kesepakatan itu akan memungkinkan perusahaan kedua negara langsung mengubah mata uang China dan Jepang. Saat ini bisnis di kedua negara perlu membeli dolar AS sebelum mengonversi ke mata uang yang diinginkan, sehingga menambahkan biaya ekstra.

#2 Rencana BRICs Menggunakan Mata Uang Sendiri

Kelompok BRICs, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, terus unjuk gigi. Perjanjian baru ini akan mempromosikan penggunaan mata uang nasional mereka sendiri ketimbang dolar Amerika dalam perdagangan dengan satu sama.

Berita yang dikutip dari media di India menyebutkan, kelima negara berkembang utama BRICs mendorong momentum ekonomi yang lebih besar untuk kelompok mereka dengan menandatangani dua pakta untuk memajukan perdagangan intra-BRICs pada pertemuan puncak ke-4 pemimpin mereka di Jakarta beberapa waktu lalu.

Para peneken perjanjian diharapkan meningkatkan perdagangan antarnegara BRICs yang telah tumbuh pada tingkat 28 persen selama beberapa tahun terakhir. Namun nilai perdagangan setara US$ 230 miliar itu tetap jauh di bawah potensi dari kelima pusat kekuatan ekonomi.

#3 Perjanjian Mata Uang Rusia dan China

Rusia dan China telah menggunakan mata uang nasional sendiri dalam perdagangan satu sama lain selama lebih dari satu tahun. Para pemimpin Rusia dan China sangat menganjurkan pembentukan mata uang global baru untuk beberapa tahun. Kedua negara tampaknya bertekad menghancurkan kekuatan dolar AS dalam perdagangan internasional.

#4 Naiknya Penggunaan Yuan di Afrika

Siapa mitra dagang terbesar Afrika? Amerika Serikat? Bukan. Tiga tahun lalu China menjadi mitra dagang terbesar Afrika. China kini agresif berusaha memperluas penggunaan yuan atau renmimbi, mata uang China, di Benua Hitam.

Sebuah laporan dari bank terbesar di Afrika, Standard Bank, baru-baru ini menyatakan, “Kami berharap setidaknya US$ 100 miliar (sekitar 768 miliar yuan) pada perdagangan Sino-Afrika, yang harus diselesaikan dalam renmimbi pada tahun 2015."

China tampaknya benar-benar bertekad mengubah cara perdagangan internasional. Pada titik ini sekitar 70.000 perusahaan China memakai mata uang China dalam transaksi lintas batas.

#5 Kesepakatan China-Uni Emirat Arab

China dan Uni Emirat Arab sepakat menggusur dolar dan menggunakan mata uang mereka sendiri dalam transaksi minyak satu sama lain. UAE memang pemain kecil, tapi ini jelas sebuah ancaman bagi sistem petrodolar. Apa yang akan terjadi petrodolar jika negara produsen minyak lainnya di Timur Tengah menyusul?

#6 Iran

Iran menjadi salah satu negara yang paling agresif menjauhi dolar Amerika dalam perdagangan internasional. Sebagai contoh, India akan menggunakan emas untuk membeli minyak dari Iran.

Ketegangan antara Amerika dan Iran tidak mungkin tuntas dalam waktu dekat. Iran kemungkinan bakal terus melancarkan aksi yang bisa menekan Amerika Serikat dalam dunia keuangan.

#7 Kerja Sama China-Arab Saudi

Siapa importir minyak dari Arab Saudi paling banyak? Bukan Amerika Serikat, tentunya, tapi China. Negeri Panda mengimpor 1,39 juta barel minyak per hari dari Arab Saudi pada Februari, naik 39 persen dari tahun sebelumnya.

Arab Saudi dan China bekerja sama membangun sebuah kilang minyak besar baru di Arab Saudi. Para pemimpin dari kedua negara telah bekerja untuk agresif memperluas perdagangan antara kedua negara.

Berapa lama Arab Saudi tetap bertahan dengan dolar jika China adalah pelanggan mereka yang paling penting? Ini pertanyaan yang sangat penting.

#8 PBB Mendorong Pembentukan Mata Uang Dunia Baru

PBB mengeluarkan laporan yang secara terbuka menyerukan alternatif terhadap dolar AS sebagai mata uang dunia.

Secara khusus, satu laporan PBB menyebutkan, "sebuah sistem cadangan global baru" di mana AS tidak lagi memiliki dominasi. "Sebuah sistem cadangan global baru dapat dibuat, yang tidak lagi bergantung pada dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan utama tunggal."

#9 IMF Usulkan Bancor sebagai Mata Uang Baru

Dana Moneter Internasional juga menerbitkan serangkaian laporan yang menyerukan dolar Amerika diganti sebagai mata uang cadangan dunia.

Satu dokumen IMF berjudul "Akumulasi Cadangan dan Stabilitas Moneter Internasional" yang diterbitkan beberapa waktu lalu sebenarnya mengusulkan mata uang global masa depan yang diberi nama "Bancor".

#10 Kebanyakan Negara Dunia Benci Amerika

Sentimen global terhadap Amerika Serikat bergeser secara dramatis. Ini tidak boleh dianggap remeh. Beberapa dekade lalu Amerika adalah salah satu negara yang paling dicintai di Bumi. Sekarang mereka adalah salah satu negara yang paling dibenci. “Jika Anda (warga Amerika) masih ragu,” kata Snyder, “Cobalah pergi ke sejumlah negara.”

Bahkan di Eropa (di mana seharusnya Amerika memiliki teman), Amerika diperlakukan seperti kotoran. “Banyak pelancong Amerika terpaksa mengenakan pin Kanada sehingga mereka tidak akan diperlakukan seperti sampah saat bepergian di sana,” ujar Snyder.

Menurut Snyder, sepuluh alasan yang dibicarakan dalam artikel ini tidak akan terjadi dalam semalam, tapi penting dicatat, perubahan ini akan memanas. Jadi kapan ini perubahan besar terjadi? Entahlah. Hanya waktu yang menjawab.*

http://www.hidayatullah.com/read/21934/28/03/2012/10-alasan,-dominasi-dolar-akan-runtuh-.html

Friday, March 23, 2012

Kebijakan paling mudah : Naikkan BBM


Sejumlah dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (21/3), menduga kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) disebabkan adanya tekanan asing pada pemerintahan SBY. Penekanan ini bertujuan agar asing menguasai sektor pertambangan di Indonesia dari hulu hingga hilir.

Para dosen yang tergabung dalam pusat studi energi dan Mubyarto Institue menilai kebijakan pemerintah tidaklah cerdas. Mereka memandang itu hanya akan menyengsarakan rakyat. Seharusnya, menurut mereka, mengatasi krisis energi pemerintah dapat menghemat subsidi dengan mengambil langkah lebih bijak seperti penghematan energi, pemanfaatan energi terbarukan, dan sebagainya.

Dari penelitian yang dilakukan, pihak asing menginginkan harga BBM mencapai tingkat keekonomian agar SPBU-SPBU mereka yang sepi pembeli dapat bersaing dengan SPBU lokal.

Selain itu, para dosen menilai pengguliran bantuan langsung tunai sebesar Rp 150 ribu per bulan, tidaklah sesuai. Seharusnya, menurut mereka, bantuan berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per bulan. Ini mengingat kenaikan harga BBM akan memicu naiknya harga kebutuhan pokok hingga 23.2 persen. Karenanya, bantuan Rp 150 ribu hanya akan mengejar daya beli masyarakat sebesar 12,38 persen, jauh di bawah kenaikan harga kebutuhan.(Novi/Lip)

Tuesday, March 6, 2012

Puisi yang Nyaris Hilang

Selasa malam tanggal 28 Februari 2012 lalu saya menghadiri Deklarasi MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) di Hotel Sahid Jl.Sudirman Jakarta. Saya pergi bersama KH.A.Cholil Ridwan dari MUI Pusat yang juga salah seorang agen Gerai Dinar (walaupun sudah sepuh, beliau aktif sekali memperkenalkan Dinar di berbagai kota).

Ketika sampai di lokasi, saya pun "terseret" beliau di jamu ala VIP. Saya makan malam satu meja dengan Ulama Ketua Ikatan Ulama Muslim Se Dunia (Rabitah Ulama Lil Muslimin), Prof Al Amin Al Hajj. Di meja sebelah ada pula beberapa tokoh seperti Prof.Machfud MD (ketua MK), Dr.Abraham Samad (ketua KPK), Bambang Widjajanto (wakil ketua KPK), Taufik Ismail (Pujangga angkatan 66), Dr.Hamid Fahmi Zarkasyi (ketua MIUMI), Bachtiar Natsir Lc (sekjen MIUMI), guru saya Dr.Suhairy Ilyas (MUI Pusat) dll.

Tidak beberapa lama kemudian tokoh-tokoh di meja sebelah pun bubar, dan beberapa dari mereka menyalami Cholil Ridwan dan selanjutanya pergi menuju ruang deklarasi. Kamipun melanjutkan makan malam, tiba-tiba Tufik Ismail tergopoh-gopoh kembali bersama seorang panitia. Apa pasal? oalah ternyata tas beliau hilang. Beliau mencari di bawah meja, sambil berkata "Tadi tas itu saya taruh dibawah meja sini". Ternyata di dalam tas itu pulalah naskah puisi yang akan dibacakannya saat deklarasi yang tinggal beberapa menit saja lagi berada.Tentu saja beliau agak panik mencarinya. Panitia pun menenangkan beliau "mungkin tertukar dengan peserta lain pak (yang sama-sama satu meja barusan).

Saya tidak tahu lagi kabar tas beliau, namun sepertinya beliau menemukan kembali tasnya karena beliau tampil membawakan puisi yang beberapa kali mendapat sambutan hangat dari hadirin. Berikut beberapa potongan puisi yang nyaris hilang tersebut, saya kutip dari istanailmu.com :

Mencari Sekolah yang Mengajarkan Rasa Malu

Seorang ibu membawa anaknya ke sekolah A

dia mengajukan permohonan

“Tolong, tolong anak saya diajari rasa malu,” katanya

Kemudian, jawab kepala sekolah

“Waaah, di sekolah kami tidak diajarkan rasa malu,”

“Loh, kenapa, pak?”

“Begini, Bu, ketika murid-murid nyontek, guru-guru kami pura-pura tidak tahu,”

“Ooooh…”

Ibu itu pergi, membawa anaknya ke sekolah B

dia menyebutkan permintaan yang serupa

“Bu, bu, tolong anak saya diajari rasa malu,” ujarnya

Kemudian, jawab ibu kepala sekolah

“Waadduh, di sekolah kami tidak lagi diajarkan rasa malu,”

“Loh, bagaimana toh itu maksudnya, Bu Kepala Sekolah?”

“Begini, begini… Ketika UAN,

ada guru ditugaskan diam-diam,

kepada murid memberi jawaban ujian,”

“ooooo…”

Ibu yang gigih itu

ibu itu sangat gigih

dia membawa anaknya ke sekolah C

dia mengulang lagi permintaan itu juga

“Pak, pak, pak, pak, tolong anak saya diajari rasa malu,” ujarnya

Jawab kepala sekolah,

“Yaaaah, kok nggak tau sih ibu ini?

Di sekolah kami kan sudah lama sekali tidak diajarkan rasa malu,”

“Loh, bagaimana itu penjelasannya Pak Kepala Sekolah?”

“Walah, walaaah, sekolah kami sudah seratus persen lulusnya,

dan itu harus dicapai dengan segala cara,”

“Bagaimana itu caranya pak?”

“dee ngaan see gaa laa caa rraa…”

“ooooooooo…”

9 (sembilan) “O”-nya itu

***

Tiga Kali Potong

Di Republik Rakyat Tiongkok koruptor dipotong leher

Di Arab Saudi koruptor dipotong tangan

Di Indonesia koruptor dipotong masa tahanan

Saya dapat dari sampeyan. Terima kasih!

(sembari Taufik Ismail menunjuk ke salah seorang di depannya)

Dua Kali Mundur

Di Jepang, menteri merasa salah memang mundur

Di Indonesia, menteri jelas salah pantang mundur


(“Puisi terakhir, inspirasi dari Datuk Sri Anwar Ibrahim yang memberikan perbandingan ini diceramahnya di teater kecil di TIM [Taman Ismail Marzuki, Jakarta]“, kata Taufiq)

Sama Saja Serakahnya, Sama Saja Serakahnya, Cuma… Titik, Titik, Titik

Koruptor di negara bekas jajahan Inggris

geraknya halus, tidak terus terang, lumayan sopan, masih ada rasa segan

Koruptor di negara bekas jajahan Belanda

kasar tingkahnya, gayanya blak-blakan, tanpa rasa malu, tidak sungkan-sungkan

Yang satu melaksanakan transaksinya di bawah meja saja

Yang satu lagi melaksanakan transaksi di bawah meja

dan di atas meja

dan sehabis itu mengunyah mejanya

***


Monday, March 5, 2012

Ibrahim Al Harbi dan buku-bukunya


Khathib Al-Baghdadi berkata dalam Tarikh Baghdad, VI: 31, Ibnu Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah I: 86-88, dan Syamsuddin An-Nablusi dalam Mukhtasar-nya hal. 51 dan 294, tentang biografi Ibrahim bin Ishaq Al-Harbi (lahir tahun 198 H, dan wafat tahun 285 H di Baghdad). Ia seorang imam dan simbol dalam hal ilmu, kezuhudan, fiqih, hadis, sastra, dan bahasa,

Khathib Al-Baghdadi berkata, bahwa Ibrahim Al-Harbi pernah menuturkan, “Aku telah menghabiskan umurku selama 30 tahun hanya dengan memakan dua potong roti. Jika ibuku atau saudaraku perempuanku datang membawanya kepadaku, maka aku memakannya. Namun jika tidak, maka aku tetap dalam keadaan lapar dan haus sampai malam yang kedua.

Aku juga telah menghabiskan 30 tahun dari umurku hanya dengan memakan satu potong roti setiap harinya. Jika istriku atau salah seorang anak perempuanku datang membawanya kepadaku, maka aku memakannya. Namun jika tidak, maka aku tetap dalam keadaan lapar dan haus sampai malam berikutnya.

Sekarang aku makan hanya dengan setengah potong roti dan empat butir kurma jika itu kurma bagus, atau dua puluh lebih jika itu kurma jelek. Tatkala anak perempuanku sakit, maka istriku mengunjunginya dan selalu merawatnya selama satu bulan penuh. Jatah berbukaku dalam sebulan ini hanya dengan satu dirham dan dua setengah daniq! Aku masuk pemandian, lalu membeli sabun untuk keluargaku dengan harga 2 daniq. Jadi, jatah belanjaku selama bulan Ramadhan ini adalah satu dirham dan empat setengah daniq.”

Abul Qasim bin Bukair berkata, “Aku pernah mendengar Ibrahim Al-Harbi menuturkan, ‘Kami tak pernah mengenal masakan-masakan ini sedikit pun. Dari sore berikutnya, ibuku hanya menyediakan maknanan untukku, berupa terong bakar atau sepotong lemak, atau sepirik lobak.”

Abu Ali Al-Khayyath (si penjahit), yang lebih dikenal dengan julukan Al-Mayyit (si mayit) bercerita, “Pada suatu hari, aku duduk bersama Ibrahim Al-Harbi di pintu rumahnya. Tatkala memasuki pagi hari, ia berkata kepadaku, ‘Wahai Abu Ali, pergilah menunaikan kesibukanmu. Aku mempunyai sebuah lobak. Tadi maalm aku telah memakan daunnya. Sekarang aku akan memakan batangnya’.”

Kemudian Khathib Al-Baghdadi merwiyatkan dengan sanadnya yang disandarkan kepada Ahmad bin Salman An-Najjad, salah seorang ahli hadis dari kalangan ulama madzhab Hanbali angkatan pertama, juga salah seorang ahli fiqih yang miskin, namun tetap bersyukur, semoga Allah merahmatinya. Ahmad bin Salman An-Najjad Al-Qathi’i berkata, “Aku mengalami kesulitan hidup yang sangat. Maka, aku pergi menemui Ibrahim Al-Harbi untuk mengatakan kepadanya apa yang aku alami. Ia mengatakan kepadaku, ‘Janganlah dadamu merasa sempit, karena Allah pasti akan menolongmu. Aku juga pernah mengalami hal yang sama. Bahkan, sampai pada tingkat keluargaku tidak memiliki apa-apa untuk mereka makan. Kemudian istriku berkata kepadaku, ‘Anggap saja aku dan kamu bisa bersabar, lalu bagaimana dengan dua anak perempuan yang masih kecil ini? Berikanlah sebagian bukumu. Kita jual atau gadaikan saja!’ Aku tak setuju dengan usulan istriku itu. Kukatakan kepadanya, ‘Berutanglah sesuatu untuk kedua anak perempuan kita. Beri aku kesempatan sampai besok pagi.’

Aku mempunyai sebuah kamar di salah satu sudut rumah untuk menyimpan buku-bukuku. Di dalamnya aku biasa duduk untuk menyalin buku dan mengkajinya. Pada malam itu ada seseorang mengetuk pintuku. Aku bertanya, ‘Siapa itu?’ Ia menjawab, ‘Seorang tetangga.’ Kukatakan, ‘Silakan masuk.’ Ia berkata, ‘Matikan dulu lampumu, baru aku masuk.’

Aku pun meredupkan sedikit lampuku, lalu kukatakan, Masuklah.’ Maka, ia masuk ke kamar di salah satu sudut rumah itu dan meletakkan sebuah kantong besar. Ia mengatakan kepadaku, ‘Kami membuat makanan yang cukup enak buat anak-anak kami, maka kami ingin kamu dan anak-anakmu mendapatkan bagian darinya. Adapun ini sesuatu yang lain.’ Ia meletakkannya di samping kantong besar itu seraya berkata, ‘Gunakan ia untuk keperluanmu.’ Aku tidak mengenal laki-laki itu. Lalu, ia meninggalkanku dan berlalu.

Aku memanggil istriku. Kukatakan kepadanya, “Nyalakan lampu.” Ia pun menyalakan lampu dan segera datang. Ternyata kantong tersebut berupa bungkusan makanan yang besar. Isinya lima puluh wadah makanan. Masing-masing wadah makanan itu berisi aneka jenis makanan. Dan, di samping bungkusan besar itu terdapat kantong berisi uang 1.000 dinar. Maka, aku berkata kepada istriku, “Bangunkan anak-anak agar mereka bisa makan.” Esok harinya kami melunasi utang dari uang tersebut.

Kala itu waktu kedatangan jamaah haji dari Khurasan. Aku duduk di pintu rumahku pada esok hari setelah kejadian malam itu. Tiba-tiba datanglah seorang pemelihara unta yang menuntun dua ekor unta dengan mengangkut dua karung rezeki di punggungnya. Ia menanyakan tentang rumah Ibrahim Al-Harbi. Tatkala ia tiba di depanku, kukatakan, ‘Aku Ibrahim Al-Harbi.” Kemudian ia menurunakn dua karung rezeki itu seraya berkata, ‘Dua karung ini adalah kiriman seseorang dari penduduk Khurasan.’ Aku bertanya, ‘Siapa dia?’ Ia menjawab, ‘Ia telah memintaku bersumpah agar tidak mengatakan siapa dia.’

Ahmad bin Salman An-Najjad berkata, ‘Aku pun beranjak dari samping Ibrahim Al-Harbi. Aku pergi ke kuburan Ahmad. Aku menziarahinya, lalu pulang. Tatkala aku sedang berjalan di pinggir parit, tiba-tiba ada seorang wantia tua tetangga kami berpapasan denganku. Ia bertanya kepadaku, ‘Mengapa kamu bersedih?’ Maka, aku menceritakan kepadanya apa yang kualami. Ia berkata, ‘Sebelum wafat, ibumu telah memberiku 300 dirham. Ibumu berpesan, ‘Simpanlah uang ini di rumahmu. Jika kamu melihat anakku mengalami kesulitan dan bersedih, maka berikanlah uang itu kepadanya.’ Oleh karena itu, ikutilah aku. Aku akan berikan uang tersebut kepadamu.’ Aku pun pergi mengikutinya, lalu ia memberikan uang tersebut kepadaku.”

Ahmad bin Salman An-Najjad ini, sebagaimana dikatakan oleh Khathib Al-Baghdadi saat menjelaskan tentang biografinya dalam Tarikh Baghdad, IV: 191, ia selalu berpuasa setahun penuh. Setiap malam, ia berbuka dengan satu potong roti dan menyisakan satu suapan. Jika malam Jumat tiba, maka jatah berbukanya ia sedekahkan, sementara ia sendiri berbuka dengan suapan-suapan yang sebelumnya telah ia sisihkan.

Kemudian Khathib Al-Baghdadi memaparkan dengan sanadnya yang disandarkan kepada Abul Qasim bin Al-Jabali, ia berkata, “Ibrahim Al-Harbi menderita suatu penyakit, hingga hampir wafat. Suatu hari, aku menjenguknya. Ia berkata kepadaku, ‘Wahai Abul Qasim, aku menghadapi masalah besar dengan anak perempuanku.’ Kemudian ia berkata kepada anak perempuannya, ‘Berdirilah, temuilah pamanmu.’ Anak perempuan itu pun keluar dan membuka cadarnya. Ibrahim berkata kepada anak perempuannya, ‘Ini adalah pamanmu, berbicaralah dengannya.’

Anak perempuan itu berkata, ‘Wahai paman, kami menghadapi masalah besar! Tapi tak terkait masalah dunia maupun akhirat! Selama satu bulan, satu tahun, kami tidak mempunyai makanan selain potongan-potongan roti kering dan garam. Terkadang tanpa garam. Kemarin Al-Mu’tadhid mengirimkan uang 1.000 dinar kepada bapak melalui Badar, tetapi bapak menolaknya. Fulan dan fulan juga mengirim uang kepada bapak, tetapi bapak juga tidak mengambil sedikit pun. Padahal bapak sedang sakit.’

Ibrahim menoleh ke arah anak perempuannya sambil tersenyum. Ia bertanya kepada anak perempuannya, ‘Wahai anakku, kamu takut miskin?’ Anak perempuannya menjawab, ‘Benar.’ Maka, ia berkata kepada anak perempuannya, ‘Lihatlah ke sudut itu.’ Anak perempuan itu melihat ke arah yang ditunjukkan bapaknya. Ternyata ada banyak buku. Kemudian Ibrahim berkata, ‘Di sana ada 12.000 juz buku bahasa dan kata-kata sulit. Aku telah menulisnya dengan tulisan tanganku. Jika aku mati, ambillah setiap hari satu juz. Kamu bisa menjualnya dengan harga satu dirham. Orang yang mempunyai 12.000 dirham, maka ia bukanlah orang miskin.”

Kemudian Khathib Al-Baghdadi memaparkan dengan sanadnya, dan Ibnul Jauzi dalam Manaqibul Imam Ahmad, Hal. 508, dengan sanadnya pula yang disandarkan kepada Abu Imran Al-Asyyab, ia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibrahim Al-Harbi, ‘Bagaimana Anda mampu mengumpulkan buku-buku ini?’ Mendengar pertanyaan itu, Ibrahim Al-Harbi marah seraya berkata, ‘Aku mampu mengumpulkan buku-buku ini dengan daging dan darahku! Dengan daging dan darahku!”

Penulis berkomentar, bahwa jika kita mengetahui begitu cintanya Ibrahim Al-Harbi dengan buku-bukunya, dan bagaimana cara ia mengumpulkan buku-buku itu, yaitu dengan daging dan darahnya, maka mana mungkin ia mau menuruti saran istrinya saat berkata kepadanya, “Berikanlah sebagian bukumu. Kita jual atau kita gadaikan saja.”

Buku-buku bagi para istri laksana istri kedua suami yang merugikannya. Begitu para istri itu tertimpa kesulitan untuk pertama kalinya, maka pikiran mereka langsung tertuju kepada buku-buku itu untuk dijual dan dikeluarkan dari rumah. Adapun buku-buku bagi para ulama laksana para saudara sekaligus penolongnya. Manakala mereka ditimpa kesempitan, mereka akan mampu bersabar bila harus kelaparan, tidak memiliki pakaian, dan miskin. Akan tetapi, mereka takkan ammpu bersabar bila harus berpisah dengan buku-buku tersebut dan menjualnya.

Khathib Al-Baghdadi berkata dalam Tarikh Baghdad, VI: 31, Ibnu Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah I: 86-88, dan Syamsuddin An-Nablusi dalam Mukhtasar-nya hal. 51 dan 294, tentang biografi Ibrahim bin Ishaq Al-Harbi (lahir tahun 198 H, dan wafat tahun 285 H di Baghdad). Ia seorang imam dan simbol dalam hal ilmu, kezuhudan, fiqih, hadis, sastra, dan bahasa,

Khathib Al-Baghdadi berkata, bahwa Ibrahim Al-Harbi pernah menuturkan, “Aku telah menghabiskan umurku selama 30 tahun hanya dengan memakan dua potong roti. Jika ibuku atau saudaraku perempuanku datang membawanya kepadaku, maka aku memakannya. Namun jika tidak, maka aku tetap dalam keadaan lapar dan haus sampai malam yang kedua.

Aku juga telah menghabiskan 30 tahun dari umurku hanya dengan memakan satu potong roti setiap harinya. Jika istriku atau salah seorang anak perempuanku datang membawanya kepadaku, maka aku memakannya. Namun jika tidak, maka aku tetap dalam keadaan lapar dan haus sampai malam berikutnya.

Sekarang aku makan hanya dengan setengah potong roti dan empat butir kurma jika itu kurma bagus, atau dua puluh lebih jika itu kurma jelek. Tatkala anak perempuanku sakit, maka istriku mengunjunginya dan selalu merawatnya selama satu bulan penuh. Jatah berbukaku dalam sebulan ini hanya dengan satu dirham dan dua setengah daniq! Aku masuk pemandian, lalu membeli sabun untuk keluargaku dengan harga 2 daniq. Jadi, jatah belanjaku selama bulan Ramadhan ini adalah satu dirham dan empat setengah daniq.”

Abul Qasim bin Bukair berkata, “Aku pernah mendengar Ibrahim Al-Harbi menuturkan, ‘Kami tak pernah mengenal masakan-masakan ini sedikit pun. Dari sore berikutnya, ibuku hanya menyediakan maknanan untukku, berupa terong bakar atau sepotong lemak, atau sepirik lobak.”

Abu Ali Al-Khayyath (si penjahit), yang lebih dikenal dengan julukan Al-Mayyit (si mayit) bercerita, “Pada suatu hari, aku duduk bersama Ibrahim Al-Harbi di pintu rumahnya. Tatkala memasuki pagi hari, ia berkata kepadaku, ‘Wahai Abu Ali, pergilah menunaikan kesibukanmu. Aku mempunyai sebuah lobak. Tadi maalm aku telah memakan daunnya. Sekarang aku akan memakan batangnya’.”

Kemudian Khathib Al-Baghdadi merwiyatkan dengan sanadnya yang disandarkan kepada Ahmad bin Salman An-Najjad, salah seorang ahli hadis dari kalangan ulama madzhab Hanbali angkatan pertama, juga salah seorang ahli fiqih yang miskin, namun tetap bersyukur, semoga Allah merahmatinya. Ahmad bin Salman An-Najjad Al-Qathi’i berkata, “Aku mengalami kesulitan hidup yang sangat. Maka, aku pergi menemui Ibrahim Al-Harbi untuk mengatakan kepadanya apa yang aku alami. Ia mengatakan kepadaku, ‘Janganlah dadamu merasa sempit, karena Allah pasti akan menolongmu. Aku juga pernah mengalami hal yang sama. Bahkan, sampai pada tingkat keluargaku tidak memiliki apa-apa untuk mereka makan. Kemudian istriku berkata kepadaku, ‘Anggap saja aku dan kamu bisa bersabar, lalu bagaimana dengan dua anak perempuan yang masih kecil ini? Berikanlah sebagian bukumu. Kita jual atau gadaikan saja!’ Aku tak setuju dengan usulan istriku itu. Kukatakan kepadanya, ‘Berutanglah sesuatu untuk kedua anak perempuan kita. Beri aku kesempatan sampai besok pagi.’

Aku mempunyai sebuah kamar di salah satu sudut rumah untuk menyimpan buku-bukuku. Di dalamnya aku biasa duduk untuk menyalin buku dan mengkajinya. Pada malam itu ada seseorang mengetuk pintuku. Aku bertanya, ‘Siapa itu?’ Ia menjawab, ‘Seorang tetangga.’ Kukatakan, ‘Silakan masuk.’ Ia berkata, ‘Matikan dulu lampumu, baru aku masuk.’

Aku pun meredupkan sedikit lampuku, lalu kukatakan, Masuklah.’ Maka, ia masuk ke kamar di salah satu sudut rumah itu dan meletakkan sebuah kantong besar. Ia mengatakan kepadaku, ‘Kami membuat makanan yang cukup enak buat anak-anak kami, maka kami ingin kamu dan anak-anakmu mendapatkan bagian darinya. Adapun ini sesuatu yang lain.’ Ia meletakkannya di samping kantong besar itu seraya berkata, ‘Gunakan ia untuk keperluanmu.’ Aku tidak mengenal laki-laki itu. Lalu, ia meninggalkanku dan berlalu.

Aku memanggil istriku. Kukatakan kepadanya, “Nyalakan lampu.” Ia pun menyalakan lampu dan segera datang. Ternyata kantong tersebut berupa bungkusan makanan yang besar. Isinya lima puluh wadah makanan. Masing-masing wadah makanan itu berisi aneka jenis makanan. Dan, di samping bungkusan besar itu terdapat kantong berisi uang 1.000 dinar. Maka, aku berkata kepada istriku, “Bangunkan anak-anak agar mereka bisa makan.” Esok harinya kami melunasi utang dari uang tersebut.

Kala itu waktu kedatangan jamaah haji dari Khurasan. Aku duduk di pintu rumahku pada esok hari setelah kejadian malam itu. Tiba-tiba datanglah seorang pemelihara unta yang menuntun dua ekor unta dengan mengangkut dua karung rezeki di punggungnya. Ia menanyakan tentang rumah Ibrahim Al-Harbi. Tatkala ia tiba di depanku, kukatakan, ‘Aku Ibrahim Al-Harbi.” Kemudian ia menurunakn dua karung rezeki itu seraya berkata, ‘Dua karung ini adalah kiriman seseorang dari penduduk Khurasan.’ Aku bertanya, ‘Siapa dia?’ Ia menjawab, ‘Ia telah memintaku bersumpah agar tidak mengatakan siapa dia.’

Ahmad bin Salman An-Najjad berkata, ‘Aku pun beranjak dari samping Ibrahim Al-Harbi. Aku pergi ke kuburan Ahmad. Aku menziarahinya, lalu pulang. Tatkala aku sedang berjalan di pinggir parit, tiba-tiba ada seorang wantia tua tetangga kami berpapasan denganku. Ia bertanya kepadaku, ‘Mengapa kamu bersedih?’ Maka, aku menceritakan kepadanya apa yang kualami. Ia berkata, ‘Sebelum wafat, ibumu telah memberiku 300 dirham. Ibumu berpesan, ‘Simpanlah uang ini di rumahmu. Jika kamu melihat anakku mengalami kesulitan dan bersedih, maka berikanlah uang itu kepadanya.’ Oleh karena itu, ikutilah aku. Aku akan berikan uang tersebut kepadamu.’ Aku pun pergi mengikutinya, lalu ia memberikan uang tersebut kepadaku.”

Ahmad bin Salman An-Najjad ini, sebagaimana dikatakan oleh Khathib Al-Baghdadi saat menjelaskan tentang biografinya dalam Tarikh Baghdad, IV: 191, ia selalu berpuasa setahun penuh. Setiap malam, ia berbuka dengan satu potong roti dan menyisakan satu suapan. Jika malam Jumat tiba, maka jatah berbukanya ia sedekahkan, sementara ia sendiri berbuka dengan suapan-suapan yang sebelumnya telah ia sisihkan.

Kemudian Khathib Al-Baghdadi memaparkan dengan sanadnya yang disandarkan kepada Abul Qasim bin Al-Jabali, ia berkata, “Ibrahim Al-Harbi menderita suatu penyakit, hingga hampir wafat. Suatu hari, aku menjenguknya. Ia berkata kepadaku, ‘Wahai Abul Qasim, aku menghadapi masalah besar dengan anak perempuanku.’ Kemudian ia berkata kepada anak perempuannya, ‘Berdirilah, temuilah pamanmu.’ Anak perempuan itu pun keluar dan membuka cadarnya. Ibrahim berkata kepada anak perempuannya, ‘Ini adalah pamanmu, berbicaralah dengannya.’

Anak perempuan itu berkata, ‘Wahai paman, kami menghadapi masalah besar! Tapi tak terkait masalah dunia maupun akhirat! Selama satu bulan, satu tahun, kami tidak mempunyai makanan selain potongan-potongan roti kering dan garam. Terkadang tanpa garam. Kemarin Al-Mu’tadhid mengirimkan uang 1.000 dinar kepada bapak melalui Badar, tetapi bapak menolaknya. Fulan dan fulan juga mengirim uang kepada bapak, tetapi bapak juga tidak mengambil sedikit pun. Padahal bapak sedang sakit.’

Ibrahim menoleh ke arah anak perempuannya sambil tersenyum. Ia bertanya kepada anak perempuannya, ‘Wahai anakku, kamu takut miskin?’ Anak perempuannya menjawab, ‘Benar.’ Maka, ia berkata kepada anak perempuannya, ‘Lihatlah ke sudut itu.’ Anak perempuan itu melihat ke arah yang ditunjukkan bapaknya. Ternyata ada banyak buku. Kemudian Ibrahim berkata, ‘Di sana ada 12.000 juz buku bahasa dan kata-kata sulit. Aku telah menulisnya dengan tulisan tanganku. Jika aku mati, ambillah setiap hari satu juz. Kamu bisa menjualnya dengan harga satu dirham. Orang yang mempunyai 12.000 dirham, maka ia bukanlah orang miskin.”

Kemudian Khathib Al-Baghdadi memaparkan dengan sanadnya, dan Ibnul Jauzi dalam Manaqibul Imam Ahmad, Hal. 508, dengan sanadnya pula yang disandarkan kepada Abu Imran Al-Asyyab, ia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibrahim Al-Harbi, ‘Bagaimana Anda mampu mengumpulkan buku-buku ini?’ Mendengar pertanyaan itu, Ibrahim Al-Harbi marah seraya berkata, ‘Aku mampu mengumpulkan buku-buku ini dengan daging dan darahku! Dengan daging dan darahku!”

Penulis berkomentar, bahwa jika kita mengetahui begitu cintanya Ibrahim Al-Harbi dengan buku-bukunya, dan bagaimana cara ia mengumpulkan buku-buku itu, yaitu dengan daging dan darahnya, maka mana mungkin ia mau menuruti saran istrinya saat berkata kepadanya, “Berikanlah sebagian bukumu. Kita jual atau kita gadaikan saja.”

Buku-buku bagi para istri laksana istri kedua suami yang merugikannya. Begitu para istri itu tertimpa kesulitan untuk pertama kalinya, maka pikiran mereka langsung tertuju kepada buku-buku itu untuk dijual dan dikeluarkan dari rumah. Adapun buku-buku bagi para ulama laksana para saudara sekaligus penolongnya. Manakala mereka ditimpa kesempitan, mereka akan mampu bersabar bila harus kelaparan, tidak memiliki pakaian, daTautann miskin. Akan tetapi, mereka takkan ammpu bersabar bila harus berpisah dengan buku-buku tersebut dan menjualnya.

(Pz/Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah, Zam Zam, Cetakan:1: 2008)