www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Sunday, June 21, 2009

Dollar Obituary

Berita ini memang sedang santer di internet. Kisahnya bak film yang mestinya bisa box office di layar lebar around the world. Sumbernya dari Bloomberg News mengutip koran Asahi di Jepang. Bagaimana tidak? 2 orang WN Jepang ditahan oleh aparat Italia karena kedapatan membawa $134 Miliar US Bonds di dalam tasnya dalam perjalanan menuju perbatasan Swiss. Berita ini menghebohkan setidaknya dari dua sisi. Pertama, Jumlah US Bonds yang mereka bawa. $134 milliar dollar bukan jumlah yang sedikit, ini setara dengan GDP Singapura atau Swiss, atau cukup untuk 3 kali Olimpiade Beijing dan jika perekonomian suatu negara bisa dijual, mereka bisa membeli Slovakia dan Kroasia dan sisanya cukup untuk membeli Mongolia atau Kamboja. Kedua, peristiwa ini terjadi di saat prediksi hancurnya Dollar atau ekonomi AS. Sehingga wajar Gedung Putih beserta aparatnya sedang ketar-ketir dengan berita ini. Awalnya kedua WN Jepang ini tidak mau menjelaskan identitas mereka. Konjen Jepang di Milan pun tidak bisa memastikan apakah mereka WN Jepang atau bukan. Namun berita terakhir menyatakan mereka adalah 2 agen Kementrian Keuangan Jepang yang akan menjual sebagian US Bonds yang dimiliki Jepang di Swiss. Masuk akal bukan ? Sebab sebagai negara ke dua terbesar kreditor bagi AS setelah China, Jepang memiliki $686 miliar US Bond. Dan di tengah gonjang ganjing dollar sekarang mereka tentu tidak mau ambil resiko seperti pemegang US Bond yang lain seperti China, Rusia, dan India.Kira-kira digunakan untuk apa US Bond yang ingin dicairkan 2 WN Jepang itu? Bukan tidak mungkin Jepang ingin mengikuti jejak China yang mengurangi cadangan devisanya dalam bentuk Dollar dan mengalihkannya ke emas. Wallahu 'alam.

Friday, June 12, 2009

Central Bank Gold Reserve

Kantor berita Reuters memberitakan bahwa beberapa bank sentral di dunia menambah cadangan emas mereka hingga 40%-50%. Informasi yang berasal dari seorang eksekutif senior World Gold Council ini menandakan adanya pergeseran suhu ekonomi yang menyebabkan bank sentral tersebut mengantisipasinya dengan menambah cadangan emas mereka. Suhu ekonomi yang meninggi ditandai dengan ancaman Hyperinflasi yang diprediksi oleh John Williams dan para ekonom sebagai efek bail out besar-besaran pemerintah AS. Ibarat angin yang terus berakumulasi maka bail out dapat berefek kepada badai Great Depression seperti tahun 1930-an. Tidak disebutkan bank sentral mana saja yang menambah cadangan emas mereka, tetapi ada tanda bahwa beberapa bank sentral Asia menambah cadangan emas mereka. Apakah Asia menjadi awal korban Hyperinflasi itu? Wallahu 'alam. Setiap negara yang tidak mempunyai fundamental ekonomi yang kuat tentu menjadi sasaran empuk badai krisis. Belum lepas dari ingatan kita ketika 1/4 asset rakyat negeri ini hangus hanya dalam beberapa hari saja pada krismon 1998. Semoga kejadian ini tidak berulang dan cukuplah pengalaman itu sekali saja bagi sejarah negeri ini. Tentu sunnah kauniyahnya pemerintah mengantisipasinya dengan baik beserta tim ekonominya yang katanya canggih-canggih itu. Namun jika ini tidak diantisipasi dengan baik (karena sibuk kampanye) maka hanya kepada Allah, kita mohon pertolongan.

Thursday, June 11, 2009

ShadowStats

Setiap entrepreneur, institusi, perusahaan tentu membutuhkan data-data. Maka negara-negara membuat biro-biro statistik untuk kebutuhan tersebut. Namun apa yang terjadi bila data-data itu ternyata tidak akurat sehingga muncul ketidakpercayaan publik. Itulah yang terjadi di Amerika Serikat negeri sumber berbagai data termasuk data-data ekonomi . Inilah yang ditangkap oleh seorang John Williams. Dia menjual bisnis keluarganya pada tahun 1970-an dan mulai menjalankan usaha konsultannya yaitu mengkalkulasi ulang data-data ekonomi pemerintah yang bernama Shadow Government Statistic (Shadow Stats). Hasilnya? Data-data statistiknya memang jauh berbeda dengan data yang dilansir pemerintah. Ketika BLS (Bureau of Labor Statistic) mengatakan bahwa tingkat pengangguran 9,4 %, Shadow Stats menyatakan tingkat pengangguran 20%, GDP turun 8% dan harga konsumen naik mendekati 7%. John menyatakan bahwa peluang Hyperinflasi sangat besar dan situasi nya mirip dengan Great Depression tahun 1930-an. Saat itu tingkat pengangguran 25%, bursa saham jatuh, dan banyak manula kehilangan tabungan pensiunnya. Yang lebih menarik saran John Williams menghadapi Hyperinflasi itu. Dia menyarankan buy physical gold. Atau bisa juga kita terjemahkan belilah Dinar (mumpung sedang turun harganya) untuk menghadapi peluang Hyperinflasi itu.


Monday, June 1, 2009

IMF Paranoid

Ada seorang wanita pengusaha yang bercerita bahwa betapa sulitnya dahulu ketika dia mencoba mengeluarkan produk Dinar di sebuah bank Syariah tempat dia bekerja. Ada saja ganjalan dari Depkeu dan Depdag untuk izin produk ini. Begitu pula usaha beberapa direktur bank Syariah untuk menjual dinar di banknya kandas di tengah jalan. Apa yang salah? Sebenarnya tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Petaka itu dimulai ketika pada 1998 Soeharto dengan Camdessus (IMF) sepakat Letter of Intent (LoI) yang terdiri dari 50 point. Point pertama adalah mulai saat itu Bank Indonesia menjadi lembaga independent yang tidak lagi bisa diintervensi pemerintah. Jika BI tidak lagi berada di bawah Pemerintah, dibawah siapa dia? Ya di bawah IMF. Nah, ketika suatu negara seperti Indonesia jadi anggota IMF, maka dia mesti turut dengan aturan-aturan IMF yang bernama Article of Agreement. Salah satu Article of Agreement itu adalah " setiap negara anggota IMF boleh mengaitkan mata uangnya dengan mata uang manapun di dunia kecuali emas". Itulah sebabnya mengapa sulit bagi bank syariah untuk menjual Dinar, sebab IMF khawatir Dinar akan kembali menjadi mata uang seperti masa kekhalifahan Islam dahulu atau setidaknya dapat menjadi timbangan bagi mata uang di dunia seperti era Bretton Woods 1945 dahulu. Jika ini benar terjadi maka hancurlah dagangan mereka yang bernama Dollar.