Keputusan Bank of England pada tahun 1919 untuk meninggalkan konvertibilitas ke dalam sovereign (koin emas di Inggris senilai 1 poundsterling) emas untuk semua uang kecuali pecahan 5£ (poundsterling) menunjukkan situasi moneter yang sebenarnya. Penerbitan uang kertas oleh pemerintah memang jauh melampaui jumlah yang bisa didukung oleh cadangan emas bank sentral. Untungnya bagi pihak otoritas moneter, pada saat tersebut, uang kertas dalam pecahan 5£ yang masih tersisa dalam peredaran berjumlah tinggal sedikit saja.
Akibat buruk yang timbul setelah keputusan tersebut di ambil pada tahun 1919, nilai tukar bergerak ke tingkat $/£ 3,50 dan pemerintah Inggris tidak lagi melakukan intervensi guna mendukung nilai (pound) Sterling di pasar mata uang New York. Meskipun demikian, tekanan domestik untuk mendukung nilai Sterling yang kuat segera memicu tindakan Bank of England untuk meningkatkan suku bunga. Tekanan tersebut muncul terutama di kota London yang statusnya sebagai pusat keuangan internasional yang identik dengan kekuatan nilai tukar Sterling. Para investor asing, yang tertarik oleh suku bunga yang tinggi, pada akhirnya lebih memilih untuk memegang Sterling dan tidak mengalihkan hartanya ke dalam bentuk mata uang lain. Dana yang mereka miliki kemudian didepositokan dalam rekening Sterling untuk memperoleh bunga yang tinggi sebagaimana yang ditawarkan.
Contoh di atas merupakan jenis kebijakan yang mengorbankan kegiatan bisnis dalam negeri guna perhatian terhadap mata uang internasional. Suku bunga yang digerakkan mata uang seringkali mengabaikan realitas iklim perekonomian dalam negeri meskipun investor mungkin memperoleh sesuatu dari kenaikan aliran pembayaran bunga atas pinjaman Sterling mereka. Namun demikian, peminjam dana harus menanggung beban bunga yang lebih tinggi. Bagi sektor usaha, keuntungan mungkin tidak cukup untuk menutup beban bunga yang lebih tinggi, walaupun tingkat suku bunga Sterling bisa mempengaruhi individu untuk mempertahankan deposito Sterling sehingga menghindarkan tekanan terhadap nilai tukar Sterling. Akan tetapi, melalui pembayaran bunga yang besar hanya akan menggelembungkan jumlah Deposito Sterling dalam jumlah yang lebih besar. Pemegang Sterling kemudian dihadapkan pada pilihan akhir yang sama-mengkonversi ke mata uang asing, mengkonversi ke dalam emas (jika mungkin), untuk membeli barang-barang Inggris, atau mendapatkan investasi Sterling lagi.
Sebagaimana yang terjadi, produsen Inggris menemukan diri mereka semakin sulit menjual produk mereka di luar negeri. Perang telah menghancurkan banyak hubungan bisnis dan memungkinkan pesaing asing untuk masuk ke beberapa pasar Inggris yang paling prospektif. Di samping itu, kurangnya investasi pada produk-produk yang tidak terkait dengan perang selama tahun-tahun perang telah mengakibatkan produsen-produsen Inggris mempunyai produk-produk yang sering ketinggalan zaman atau tidak relevan dengan pasar-pasar baru di abad 20. Ekspor barang-barang manufaktur turun dari £1.664 juta pada tahun 1920 menjadi £943 juta pada tahun 1925 dan £670 juta pada tahun 1930. Current account (neraca perdagangan) anjlok dari kondisi surplus sebesar sebesar 5,8% dari GDP pada tahun 1920 menjadi hanya surplus sebesar 0,8% dari GDP menjelang tahun 1930. Lalu apakah ini yang diharapkan-menyediakan barang-barang yang memadai kepada orang-orang asing sebagai tukaran Sterling mereka?
Menaikkan tingkat suku bunga seringkali tidak lebih dari suatu taktik menunda, suatu repons ; suatu upaya untuk menunda momen ketika nilai mata uang anjlok atau cadangan emas ditarik. Usaha seperti ini dapat saja berjalan untuk sementara waktu, bahkan selama beberapa tahun. Tetapi jika sistem perekonomian dalam negeri tidak dapat menghasilkan output yang mencukupi, pada akhirnya masalah fundamental yang akan muncul.
Pada tahun 1919, Inggris telah meninggalkan standard emas dan ketidakstabilan ekonomi pada waktu itu terindikasi dalam harga-harga barang grosir. Kenaikan sebesar kira-kira 50% terjadi antara tahun 1919 dan 1920 dan selanjutnya sebesar lebih dari 40% antara 1920 dan 1921. Churcill dibujuk untuk memulihkan kinerja sistem lama pada tahun 1925. Pidato anggarannya memproklamasikan kembali kepada emas (yaitu standard sebelum perang) yang menunjukkan nilai tukar sebesar $/£4,86. Akan tetapi, tampaknya pidato tersebut tidak bermaksud untuk mengembalikan pada standar emas. Konvertibilitas hanya diperbolehkan untuk tujuan internasional saja, karena pada nyatanya publik secara domestik tidak diperbolehkan untuk mengumpulkan jumlah notes yang cukup (kira-kira sebesar £1.700) untuk kemudian ditukarkan dengan 400 ons emas batangan di Bank of England. Cadangan yang ada tidak mencukupi untuk memulihkan standard emas sepenuhnya, dan penolakan Churchil untuk membolehkan konvertibilitas bagi masyarakat domestik merupakan suatu bukti terhadap hal tersebut.
Meskipun Winston Churchil (Chancellor of the Exchequer pejabat terpenting setelah PM
Inggris saat itu yang bertanggung jawab terhadap ekonomi dan keuangan negara 1924-1929) telah melakukan upaya-upaya tersebut, kepercayaan terhadap Sterling mulai memudar setelah dihadapkan pada realitas ekonomi. Titik balik sudah dekat. Antara tahun 1929 dan 1931, pudarnya kepercayaan terhadap Sterling telah menyebabkan keambrukan. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar negeri tidak membantu mengubah situasi menjadi lebih baik. Bank Creditanstalt dari Austria ambruk pada bulan Mei 1931 dan diikuti oleh serbuan nasabah untuk mendapatkan likuiditas dari kalangan investor internasional. London, yang telah menyatakan dirinya sebagai pusat 'uang panas', merupakan target pertama penarikan oleh investor asing da n bank-bank di London sendiri berada dalam krisis likuiditas. Selama beberapa tahun sebelumnya mereka memberikan pinjaman besar-besaran, terutama kepada peminjam dari Jerman dan Eropa Tengah. Namun, mereka menemukan bahwa pinjaman mereka tidak bisa di bayar kembali secepat yang dituntut oleh investor asing yang ingin menarik deposito mereka dengan segera.
Ini merupakan suatu contoh yang jelas dari permasalahan yang bisa muncul apabila dana yang didepositokan bisa ditarik dengan pemberitahuan mendadak, tetapi pada saat yang sama dipinjamkan dalam jangka waktu 'lama'. Bank of England dengan cepat berusaha untuk menyelamatkan para bankir, dengan menyediakan cadangan emas dan mata uang asingnya untuk dipinjam oleh bank-bank tersebut. Dengan demikian, permintaan investor asing untuk menarik dana-dana mereka dapat terpenuhi dan kepercayaan terhadap integritas kota London dapat dijaga.
Pemerintah nasional yang terbentuk tahun itu dibawah McDonald telah berupaya memulihkan kepercayaan terhadap kebijakan perekonomian Inggris dengan cara menyeimbangkan anggaran, namun upaya ini hanya bermanfaat untuk sementara waktu saja. Pada bulan Juli 1931, mata uang Jerman ambruk di pasar valuta asing dan spekulator mengarahkan perhatian mereka kepada Sterling. Aliran deposito Sterling sekarang mulai menyerang Bank of England untuk menukar uang tunai dengan emas. Kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk membujuk orang asing untuk mempertahankan kepemilikan mereka dalam bentuk Sterling akan menghancurkan perekonomian domestik yang rapuh sehingga dianggap merupakan alternatif kebijakan yang tidak bisa diterima. Pada tanggal 19 September , Bank of England kehabisan emas dan cadangan mata uang asing ketika pelepasan mata uang Sterling terus berlangsung. Pada tanggal 21 September, standard emas ditangguhkan. Sterling sekarang bebas untuk menemukan nilai tukar baru. Dengan cepat mata uang ini anjlok dari $/£ 4,86 menjadi $/£ 3,80.
bersambung
Akibat buruk yang timbul setelah keputusan tersebut di ambil pada tahun 1919, nilai tukar bergerak ke tingkat $/£ 3,50 dan pemerintah Inggris tidak lagi melakukan intervensi guna mendukung nilai (pound) Sterling di pasar mata uang New York. Meskipun demikian, tekanan domestik untuk mendukung nilai Sterling yang kuat segera memicu tindakan Bank of England untuk meningkatkan suku bunga. Tekanan tersebut muncul terutama di kota London yang statusnya sebagai pusat keuangan internasional yang identik dengan kekuatan nilai tukar Sterling. Para investor asing, yang tertarik oleh suku bunga yang tinggi, pada akhirnya lebih memilih untuk memegang Sterling dan tidak mengalihkan hartanya ke dalam bentuk mata uang lain. Dana yang mereka miliki kemudian didepositokan dalam rekening Sterling untuk memperoleh bunga yang tinggi sebagaimana yang ditawarkan.
Contoh di atas merupakan jenis kebijakan yang mengorbankan kegiatan bisnis dalam negeri guna perhatian terhadap mata uang internasional. Suku bunga yang digerakkan mata uang seringkali mengabaikan realitas iklim perekonomian dalam negeri meskipun investor mungkin memperoleh sesuatu dari kenaikan aliran pembayaran bunga atas pinjaman Sterling mereka. Namun demikian, peminjam dana harus menanggung beban bunga yang lebih tinggi. Bagi sektor usaha, keuntungan mungkin tidak cukup untuk menutup beban bunga yang lebih tinggi, walaupun tingkat suku bunga Sterling bisa mempengaruhi individu untuk mempertahankan deposito Sterling sehingga menghindarkan tekanan terhadap nilai tukar Sterling. Akan tetapi, melalui pembayaran bunga yang besar hanya akan menggelembungkan jumlah Deposito Sterling dalam jumlah yang lebih besar. Pemegang Sterling kemudian dihadapkan pada pilihan akhir yang sama-mengkonversi ke mata uang asing, mengkonversi ke dalam emas (jika mungkin), untuk membeli barang-barang Inggris, atau mendapatkan investasi Sterling lagi.
Sebagaimana yang terjadi, produsen Inggris menemukan diri mereka semakin sulit menjual produk mereka di luar negeri. Perang telah menghancurkan banyak hubungan bisnis dan memungkinkan pesaing asing untuk masuk ke beberapa pasar Inggris yang paling prospektif. Di samping itu, kurangnya investasi pada produk-produk yang tidak terkait dengan perang selama tahun-tahun perang telah mengakibatkan produsen-produsen Inggris mempunyai produk-produk yang sering ketinggalan zaman atau tidak relevan dengan pasar-pasar baru di abad 20. Ekspor barang-barang manufaktur turun dari £1.664 juta pada tahun 1920 menjadi £943 juta pada tahun 1925 dan £670 juta pada tahun 1930. Current account (neraca perdagangan) anjlok dari kondisi surplus sebesar sebesar 5,8% dari GDP pada tahun 1920 menjadi hanya surplus sebesar 0,8% dari GDP menjelang tahun 1930. Lalu apakah ini yang diharapkan-menyediakan barang-barang yang memadai kepada orang-orang asing sebagai tukaran Sterling mereka?
Menaikkan tingkat suku bunga seringkali tidak lebih dari suatu taktik menunda, suatu repons ; suatu upaya untuk menunda momen ketika nilai mata uang anjlok atau cadangan emas ditarik. Usaha seperti ini dapat saja berjalan untuk sementara waktu, bahkan selama beberapa tahun. Tetapi jika sistem perekonomian dalam negeri tidak dapat menghasilkan output yang mencukupi, pada akhirnya masalah fundamental yang akan muncul.
Pada tahun 1919, Inggris telah meninggalkan standard emas dan ketidakstabilan ekonomi pada waktu itu terindikasi dalam harga-harga barang grosir. Kenaikan sebesar kira-kira 50% terjadi antara tahun 1919 dan 1920 dan selanjutnya sebesar lebih dari 40% antara 1920 dan 1921. Churcill dibujuk untuk memulihkan kinerja sistem lama pada tahun 1925. Pidato anggarannya memproklamasikan kembali kepada emas (yaitu standard sebelum perang) yang menunjukkan nilai tukar sebesar $/£4,86. Akan tetapi, tampaknya pidato tersebut tidak bermaksud untuk mengembalikan pada standar emas. Konvertibilitas hanya diperbolehkan untuk tujuan internasional saja, karena pada nyatanya publik secara domestik tidak diperbolehkan untuk mengumpulkan jumlah notes yang cukup (kira-kira sebesar £1.700) untuk kemudian ditukarkan dengan 400 ons emas batangan di Bank of England. Cadangan yang ada tidak mencukupi untuk memulihkan standard emas sepenuhnya, dan penolakan Churchil untuk membolehkan konvertibilitas bagi masyarakat domestik merupakan suatu bukti terhadap hal tersebut.
Meskipun Winston Churchil (Chancellor of the Exchequer pejabat terpenting setelah PM
Inggris saat itu yang bertanggung jawab terhadap ekonomi dan keuangan negara 1924-1929) telah melakukan upaya-upaya tersebut, kepercayaan terhadap Sterling mulai memudar setelah dihadapkan pada realitas ekonomi. Titik balik sudah dekat. Antara tahun 1929 dan 1931, pudarnya kepercayaan terhadap Sterling telah menyebabkan keambrukan. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar negeri tidak membantu mengubah situasi menjadi lebih baik. Bank Creditanstalt dari Austria ambruk pada bulan Mei 1931 dan diikuti oleh serbuan nasabah untuk mendapatkan likuiditas dari kalangan investor internasional. London, yang telah menyatakan dirinya sebagai pusat 'uang panas', merupakan target pertama penarikan oleh investor asing da n bank-bank di London sendiri berada dalam krisis likuiditas. Selama beberapa tahun sebelumnya mereka memberikan pinjaman besar-besaran, terutama kepada peminjam dari Jerman dan Eropa Tengah. Namun, mereka menemukan bahwa pinjaman mereka tidak bisa di bayar kembali secepat yang dituntut oleh investor asing yang ingin menarik deposito mereka dengan segera.
Ini merupakan suatu contoh yang jelas dari permasalahan yang bisa muncul apabila dana yang didepositokan bisa ditarik dengan pemberitahuan mendadak, tetapi pada saat yang sama dipinjamkan dalam jangka waktu 'lama'. Bank of England dengan cepat berusaha untuk menyelamatkan para bankir, dengan menyediakan cadangan emas dan mata uang asingnya untuk dipinjam oleh bank-bank tersebut. Dengan demikian, permintaan investor asing untuk menarik dana-dana mereka dapat terpenuhi dan kepercayaan terhadap integritas kota London dapat dijaga.
Pemerintah nasional yang terbentuk tahun itu dibawah McDonald telah berupaya memulihkan kepercayaan terhadap kebijakan perekonomian Inggris dengan cara menyeimbangkan anggaran, namun upaya ini hanya bermanfaat untuk sementara waktu saja. Pada bulan Juli 1931, mata uang Jerman ambruk di pasar valuta asing dan spekulator mengarahkan perhatian mereka kepada Sterling. Aliran deposito Sterling sekarang mulai menyerang Bank of England untuk menukar uang tunai dengan emas. Kenaikan suku bunga yang diperlukan untuk membujuk orang asing untuk mempertahankan kepemilikan mereka dalam bentuk Sterling akan menghancurkan perekonomian domestik yang rapuh sehingga dianggap merupakan alternatif kebijakan yang tidak bisa diterima. Pada tanggal 19 September , Bank of England kehabisan emas dan cadangan mata uang asing ketika pelepasan mata uang Sterling terus berlangsung. Pada tanggal 21 September, standard emas ditangguhkan. Sterling sekarang bebas untuk menemukan nilai tukar baru. Dengan cepat mata uang ini anjlok dari $/£ 4,86 menjadi $/£ 3,80.
bersambung
No comments:
Post a Comment