www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Tuesday, October 21, 2014

Menengok Desa Penghasil Emas di Kalimantan

0Sha“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”
Demikian pengakuan seorang warga Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Desa Pujon sangat terkenal. Pujon seolah adalah nama sebuah kota kecamatan, padahal sesungguhnya adalah sebuah desa yang sangat jauh dengan aksesibilitas yang rendah. Herannya, jalur transportasi ke desa penghasil emas ini sangat banyak. Ada kendaraan umum berupa Bus dari Palangkaraya. Lebih banyak lagi, angkutan umum berupa dengan mobil kijang merk Avanza atau Innova yang masyarakat Kapuas menyebutnya dengan Travel.
13399313141703837906
Kondisi jalan menuju Desa Pujon dan angkutan yang antri karena jembatan runtuh (dok. pribadi - Juni 2012)
Pujon memang terkenal sebagai desa tempat dimana pekerja penambang emas rakyat bermukim. Selain itu Pujon menjadi tempat transit bagi banyak pekerja pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit swasta. Tak heran, banyak penginapan tersedia di Desa ini. Namun demikian, Pujon juga terkenal dengan kualitas jalan yang tak kunjung membaik meski banyak uang yang mengalir kesana.
Pujon adalah desa Emas? Awalnya saya tidak percaya bahwa di Kabupaten Kapuas banyak sumber bijih emas di dalam hutan. Saya kemudian terkejut dan terperangah setelah melakukan survei Akhir April dan Awa Juni tahun 2012. Survei yang saya lakukan bukan bertujuan untuk melacak sumber emas. Saya sedang penelitian tentang kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan analisa citra satelit banyak kawasan hutan bekas terbakar pada lima tahun terakhir ini mengalami perubahan tutupan lahan. Ada areal yang dominasi lahan terbuka yang cukup luas di daerah dekat Desa Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. Saya menduga-duga, mungkin ini lokasi tambang emas atau pasir zirkon. Zirkon sejenis pasir halus sebagai bahan baku keramik dan komponen elektronik.
“Disini, 99 % warganya menambang emas, Mas.”
Seorang Ibu pengelola Losmen di Desa Pujon Kecamatan Kapuas Tengah Kabupaten Kapuas menegaskan dugaan saya, tentang cerita warga Kapuas tentang tambang emas. Benar saja, setelah saya mulai bergerak, ke arah utara Desa Pujon, sepanjang kanan kiri jalan bekas Jalan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang kini jadi jalan Kabupaten, banyak hamparan luas berwarna putih. Laksana padang pasir berwarna putih terang. Areal tersebut adalah lokasi pembuangan limbah pasir dari aktifitas penambangang emas rakyat.
13399314921837469149
Bekas areal penambangan emas rakyat di dekat Desa Pujon (Dok. pribadi April 2012)
Bagaimana mereka “memanen” emas? Menurut penuturan warga yang pernah menambang, mereka masuk ke dalam hutan yang sudah mulai terbuka akibat kebakaran, perladangan dan penebangan, lalu mulai mencari lokasi yang diduga mengandung bijih emas. Pendugaan lokasi yang mengandung bijih emas dilakukan sesuai pengalaman atau bahkan ada yang memakai jasa “orang pintar” mealui ritual magis. Setelah lokasi ditentukan, maka digalilah tanah hingga menembus bagian pasir. Setelah itu lalu dilakukan penyedotan tanah. Tanah disedot dengan mesin penyedot khusus yan diarahkan ke mesin lain yang didesain untuk menyaring pasir dengan air. Bijih emas akan terpisah di bagian penyaring yang mengandung bahan kimia merkuri (Air Raksa). Bagian lain yakni pasir halus berwarna “hitam manis” yakni pasir zirkon juga dipisahkan untuk dijual sebagai “panen tambahan”. Menurut artikel di Kompas.com (Baca : Pasir Zirkon Diekspor Tanpa diolah), kulaitas pasir Zirkon dari Kalteng termasuk yang paling baik di Indonesia. Harga pasir Zirkon menurut pengakuan salah satu warga mencapai Rp. 6.000,-/kg.
13399315541364737327
Instalasi penyedot dan penyaring pasir penambang emas rakyat di Desa Pujon (dok. pribadi April 2012)
Berapa panen yang mereka peroleh? Menurut salah satu warga yang pernah ikut menambang emas dengan metode sedot pasir, bila mereka beruntung, tim penambang bisa mendapat bijih emas seberat 1- 2 ons . Harga bijih emas paling murah dijual ke pengumpul seharga Rp. 100.000/gram. Kalau sebesar 1 ons berapa? Nilai ini tentu harus dibagi-bagi ke beberapa penambang yang ikut dalam kegiatan pemanenan emas ini. Tentu saja bagian terbesar adalah pemilik mesin sedot yang biasanya juga pemodal kegiatan penambangan. Ini penuturan salah satu warga yang bisa saja tidak sama antar mereka.
Selain pemanenan emas model lubang dalam atau sedot pasir di darat, ada pula penambang emas melakukan penyedotan dan penyarigan pasir yang mengandung emas di atas sungai dimana warga Kapuas jamak menyebutnya dengan Sistem Lanting. Sistem Lanting adalah penambangan emas di tengah sungai dengan alat penyaring yang terapung. Aktifitas penambangan emas masyarakat dengan system ini banyak ditemukan di sepanjang Sungai Kapuas dari Desa Pujon menuju Desa Jangkang.
13399316301714134783
Instalasi alat penyedot dan penyaring pasir penambang emas rakyat di pinggiran Sumgai Kapuas dekan Desa Pujon (dok. pribadi Juni 2012)
Sistem penambangan dengan lubang dalam yang menghasilkan tailing atau limbah pasir bercampur Merkuri yang merusak hutan dan air sungai. Sistem Lanting yang menyedot pasir di sungai langsung, yang menyebabkan air keruhdan tercemar bahan kimia serta mengakibatkan pendangkalan sungai.
1339931717867209061
Air limbah hasil kegiatan penambangan emas rakyat di Desa Pujon (Dok. pribadi April 2012)
1339931808429347028
Areal Hutan yang rusak akibat timbunan pasir hasil kegiatan penambangan emas rakyat (dok. pribadi April 2012)
13399318841017882225
Kondisi Sempadan sungai Kapuas di Dekat Desa Pujon akibat timbunan pasir dari kegiatan penambangan emas rakyat (dok. pribadi Jumi 2012)
Dua sistem ini hampir mengubur cara pendulangan emas metode tradisional yang hanya memakai alat penyaring kayu berbentuk bulat seperti piringan hitam yang besar. Seperti yang saya temukan di pinggiran alur sungai di dekat Desa Bajuh Kapuas Tengah, dimana seorang ibu mendulang emas dengan metode tradisional. Seorang ibu yang dipanggil dengan Nami mempraktekkan cara mendulang emas pada saya dan teman-teman survei. Ibu Pendulang emas itu memisahkan kerikil, pasir dan bijih emas. Tidak sampai satu menit, butiran-butiran emas kembali kami lihat di piringan hitam besar yang terbuat dari kayu itu. Lalu Sang Ibu memasukkan hasil saringan tersebut dalam toples plastik beserta pasir Zirkon. Sederhana dan ramah lingkungan. Tanpa air raksa dan limbah pasir yang menggunduk merusak aliran pohon, air dan tanah.
13399319651112050629
Penambang emas tradisional dengan cara menyaring pasir dengan piringan terbuat dari kayu (dok pribadi April 2012)
Apa dampak perekonomian bagi warga desa? Tentu saja sangat jelas terlihat. Di Desa Pujon, ibukota Kecamatan Kapuas Tengah, beberapa fasilitas modern telah terbangun. Ada menara salah satu operator seluler, jalan desa yang mulai di bangun dan aktifitas perekonomian yang makin ramai. Lima tahun lalu, menurut warga yang biasa berdagang di desa ini, saat ini Pujon sudah demikian berubah. Termasuk juga harga-harga barang. Contohnya seperti yang saya alami, hanya makan 3 porsi sarapan pagi sederhana saya sudah harus merogoh uang Rp. 60.000,- untuk membayarnya. Mahal bukan? Namun buat orang Pujon, harga seperti itu sudah normal karena penghasilan dari tambang emas sangatlah besar.
1339932027938835400
Kondisi Pusat Desa Pujon (dok. pribadi Juni 2012)
“Disini, Pak. Mangga yang harganya Rp. 500,-/buah di Kuala Kapuas laku dijual Rp. 5.000,-. Harga tidak jadi soal.”
Demikian ungkap salah satu pedagang yang dulu sering bolak-balik Kuala Kapuas – Pujon menggambarkan betapa mudahnya mendapat uang di Desa penambang emas ini.
Akses jalan dari Kecamatan Timpah ke Pujon saat ini jauh lebih baik. Awalnya Pujon adalah Desa yang bisa ditembus melalui jalur sungai Kapuas atau melalui jalan Eks HPH. Jalan Eks HPH inilah yang diperbaiki dan kemudian dijadikan jalan Kabupaten yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Timpah dan Kecamatan Kapuas Tengah. Dulu sekitar 5 tahun lalu, ongkos angkutan dari Kuala Kapuas ke Pujon mencapai Rp. 300.000,- karena sulitnya akses. Namun saat ini, ongkos mobil Kuala Kapuas-Pujon turun jadi Rp. 100.000,-.
Catatan penting lain adalah selain kemakmuran yang dirasakan warga sekitar areal penambangan emas, dampak lingkungan nampaknya diabaikan begitu saja. Para penambang tanpa peduli membuang begitu saja limbah pasir kasar yang dalam istilah penambangan besar disebut Tailing. Limbah penambangan inilah yang merupakan ancaman lingkungan yang sangat nyata. Selain rusaknya tanah dan vegetasi di areal hutan, air sungai yang tercemar Merkuri sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
13399321121967019316
Air limbah mengandung merkuri hasil kegiatan penambangan emas rakyat (dok. pribadi April 2012)
13399321791189771469
Banyak pohon dan tumbuhan masti tertimbun pasir limbah penambangan emas rakyat (dok. pribadi Juni 2012)
Saya melihat dan merasakan sendiri air sungai berwarna coklat kemerahan yang berbusa mengalir begitu saja ke sungai. Saat saya berniat ingin membuang air besar di sungai di dekat penambangan emas, saya mengurungkan niat karena bau air yang sangat menyengat. Air dari aliran sungai yang keruh di dekat penambangan akan masuk ke Sungai Kapuas hingga membuatnya menjadi keruh dan tercemar. Karenanya, beberapa warga tidak mau memakan ikan yang dipancing atau diambil dari sungai Kapuas, khawatir sudah terpapar Merkuri.
Sungguh prihatin melihat fakta kondisi lingkungan yang akan mereka nikmati dalam jangka panjang. Meski saat ini hasil dari penambangan emas sudah menaikkan status ekonomi mereka, apa yang akan mereka, warga dari desa sekitar penambangan emas, yang akan nikmati setelah emas habis?
Semoga banyak pihak tidak hanya memikirkan bagaimana mendapat uang sebanyak-banyaknya dari tambang emas, namun juga memikirkan kelestarian lingkungan sebagai warisan pada anak cucu kita. Semoga pihak yang berwenang dan bertanggung jawab segera merespon dampak negative yang nyata dari aktifitas penambangan emas rakyat. (Achmad Siddik)