www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Tuesday, January 11, 2022

Negara Bangkrut yang Menguasai Dunia (4)

Satu peristiwa lagi yang menggambarkan bagaimana pengaruh US Treasury Bill atau surat Obligasi pemerintah AS,  membuat suatu negara yang kuat secara geopolitik kala itu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Hudson menulis : "Industri Jerman banyak mendatangkan pekerja dari Yunani, Turki, Yugoslavia, Italia, dan negara-negara mediterania lainnya. Pada tahun 1971 saja 3% dari penduduk Yunani bekerja di industri mobil dan eksportir Jerman. Ketika mereka mengirim mobil VW dan produk ekspor ke Amerika, maka perusahaan tsb menerima Dollar AS yang dapat ditukar dengan mata uang mark Jerman melalui bank sentral Jerman.  Namun Bank Sentral Jerman hanya dapat memegang (klaim) dollar ini dalam bentuk obligasi pemerintah AS saja. Akibatnya dalam kurun 1970-1974 saja, nilai obligasi tsb kehilangan nilai sebesar 1/3, ketika nilai Dollar terhadap Mark Jerman jatuh  52%. Penyebab utamanya adalah inflasi domestik AS kala itu menggerus daya beli Dollar hingga 34%. Inflasi ini akibat ongkos militer amat besar untuk perang Vietnam dan dukungan AS terhadap militer "Israel" yang kala itu sedang memanas dengan negara-negara Arab, khususnya Mesir dan Suriah."

Pada titik ini Jerman secara tidak langsung mengongkosi AS pada perang Vietnam dan dukungan militer "Israel". AS berhasil memaksa negara-negara lain, untuk membiayai program perangnya, terlepas mereka suka atau tidak.

Selanjutnya hanya 2 tahun setelah "Nixon Shock", sebagai respon atas devaluasi Dollar dan kenaikan harga gandum oleh Amerika, negara-negara eksportir minyak OPEC menaikkan harga minyak internasional sebesar 4 kali lipat. Tentu saja AS dan Eropa kalang kabut.

Maka terjadilah distribusi kekayaan yang baru pada negara-negara eksportir minyak tsb. Pada 1974 neraca pembayaran negara-negara eksportir minyak surplus sebesar $70 miliar, bandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya $7 miliar. Jumlah tsb hampir 5% dari GDP AS. Arab Saudi saja surplus 51% dari GDPnya saat itu.

Penting bagi AS saat itu, untuk meyakinkan negara-negara OPEC untuk menyimpan petrodollar (Dollar yang diperoleh dari penjualan minyak) mereka tetap dalam Dollar (tidak dalam emas atau sektor riil luar negeri). Juga sebagai upaya menyerap Dollar dari Eropa dan Jepang yang saat itu melepas cadangan devisa mereka.

Nixon sampai perlu untuk mengutus Menkeu William Simon ke Arab Saudi untuk memastikan agar harga minyak tetap dalam Dollar seraya mendaur ulang petrodollar negara-negara OPEC dalam produk-produk sekuritas  AS.

Buah dari loby tsb, pada 8 Juni 1974, AS-Arab Saudi menandatangani pakta Ekonomi dan Militer, yang isinya kerajaan Saudi setuju untuk menempatkan dana $10 miliar lebih pada produk-produk sekuritas Amerika, sebagai imbalannya AS menjamin keamanan  kerajaan Saudi dan  negara-negara teluk, dan menjual peralatan militer kepada mereka dalam jumlah besar.

Selama negara-negara OPEC menyimpan dananya dalam produk sekuritas AS, tidak dalam barang modal atau membangun industri di luar negeri, maka pergerakan harga minyak OPEC tidak membuat  AS khawatir.

Saat itu memang ada kekhawatiran publik AS bahwa Saudi akan mengambil alih perusahaan-perusahaan AS. Namun dengan jalinan hubungan spesial tsb, AS berhasil meyakinkan Saudi untuk tidak merambah sektor industri swasta Amerika, namun sebaliknya menggunakan dananya membeli obligasi atau surat utang Amerika.

Amerika terus menaikkan suplay Dollarnya, sehingga pecah rekor inflasi sejak perang sipil Amerika. Namun kenaikan defisit ini diredam oleh investasi finansial Saudi dalam Dollar, yang kemudian diikuti negara-negara OPEC lainnya.

Bersambung...







No comments: