Seringkali orang melakukan common mistake bertahun-tahun dalam berbagai hal. Guru Fisika misalnya, ketika saya menanyakan kepada seorang guru Fisika di sebuah SMA negeri mengenai gaya gesek ternyata jawabannya keliru. Ketika sepeda motor berjalan di jalan raya, ban sepeda motor melakukan gaya gesek kemana ke depan atau belakang? Dia menjawab ke belakang. Yang benar gaya geseknya adalah ke depan.Mana buktinya? Lihatlah ban motor atau mobil yang selip di tanah berlumpur atau tidak bisa jalan. Kemana arah lumpurnya? Ke belakang bukan ? Artinya ketika ban motor atau mobil itu tidak bisa jalan maka gaya geseknya ke belakang dan sebaliknya ketika ban itu jalan gaya geseknya ya ke depan. Begitu pula bayangan kita di cermin.Ketika kita berkaca misalnya kelihatan setengah badan. Apa yang harus dilakukan agar tubuh kita kelihatan seluruhnya? Lagi-lagi dia menjawab mundur ke belakang dengan menguraikan rumusannya. Saya bertanya udah pernah coba? Dia jawab belum. Saya diam saja hingga akhirnya dia mencobanya sendiri. Hasilnya berapapun jauh dia mundur bayangannya ya segitu-segitu juga tidak pernah nampak seutuhnya. Apa kaitannya dengan dinar? Seringkali kita terjebak pada common sense bahwa menabung yang paling baik ya di bank? Bentuknya? Ya Dollar atau Rupiah. Padahal secara statistik nilai Rupiah dan Dollar terus turun karena inflasi. Ketika ditawarkan Dinar, sebagian mereka memandang sebelah mata karena pola pikirnya sudah terbentuk sedemikian rupa dengan pola tabungan seperti di atas karena pengaruh teori-teori ekonomi barat yang saat ini sedang rontok satu per satu. Bagaimana solusinya? Sama dengan kisah guru fisika tadi perlu ada usaha untuk mencoba investasi dalam bentuk dinar karena terbukti 1400 tahun lebih nilai dinar tetap stabil.
No comments:
Post a Comment