www.gata.com

Grafik Pergerakan Harga Dinar dalam Rupiah & Dollar AS


 

Wednesday, September 3, 2008

IMF : Trouble Maker

Seorang Profesor peraih Nobel Ekonomi 2001 bernama Joseph E Stiglitz mengeluhkan bahwa IMF telah melakukan kerusakan
ukan kerusakan yang sangat besar melalui kebijakan ekonominya dimana negara-negara anggota IMF harus mengikuti sejumlah aturan agar dapat mendapatkan pinjaman IMF. Lebih lanjut Stiglitz menyatakan bahwa kebijakan Ekonomi IMF terlalu text book economics sehingga tidak masuk akal bagi negara-negara yang direkomendasi IMF. Stiglitz dalam bukunya Globalization & Its Discontents memperlihatkan berbagai konsekuensi dari kebijakan yang salah ini adalah kekacauan, tidak hanya dari ukuran-ukuran statistik tapi juga dari penderitaan umat manusia dari negara-negara yang mengikuti saran IMF.
Dalam konteks Indonesia pada tanggal 15 Januari 1998 Presiden Soeharto menandatangani 50 butir kesepakatan dengan petinggi IMF kala itu Michel Camdessus. Dalam butir-butir kesepakatan itulah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998 Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF tersebut dikutip dari buku Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dianr & Dirham karya M.Iqbal (2007) sbb :
  1. Pemerintah diharuskan membuat UU Bank Indonesia yang otonom, maka lahirlah UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dengan Undang-Undang ini Bank Indonesia mendapatkan otonomi penuh, sehingga tidak bisa diintervensi oleh Pemerintah Indonesia sekalipun.Sehingga dibawah siapa BI? BI berada dibawah IMF. Artinya perekonomian dan moneter kita diatur oleh IMF.
  2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Ini pun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu per satu sampai sekarang.
  3. IMF pula yang mendorong merger empat bank pemerintah untuk go publik.
  4. Pemerintah Indonesia harus secara bertahap menurunkan tarif pajak untuk produk pertanian non- pangan dari luar sampai akhirnya tercapai maksimum pajak 10%. Ini tentu akan membuat produk pertanian non-pangan asing menjadi sangat kompetitif di pasar ini dan dapat menyingkirkan produk lokal sejenis.
  5. Pemerintah harus menurunkan tarif bahan kimia, baja, metal, dan alat-alat perikanan sampai di kisaran 5%-10%. Mirip dengan no 4 produsen lokal pelan-pelan bisa tersingkir oleh pemaing asing.
  6. Pemerintah harus menurunkan pajak ekspor untuk kayu gelondongan, kayu gergajian, rotan dan mineral maximum pada angka 30%. Dampak dari hal ini adalah berpindahnya proses yang memberi nilai tambah dari dalam negeri ke luar negeri. Indonesia dikeruk hasil hutan dan mineralnya dengan nilai yang minimal, nilai tambah yang lebih besar dinikmati oleh para pemain asing.
  7. Pemerintah harus mencabut larangan export minyak sawit dan boleh menggantinya dengan pajak export maximun 40%. Minyak goreng yang sangat dibutuhkan oleh penduduk negeri ini justru harus diexport lagi-lagi untuk kepentingan asing.
  8. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari BUMN, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi domestik maupun internasional. Sehingga mantan Menneg BUMN Sugiharto dalam sidang disertasinya di UGM baru-baru ini menyimpulkan bahwa Privatisasi BUMN tidak berpengaruh bagi kesejahteraan rakyat. Karena memang diatur untuk kesejahteraan asing.
Dari poin-poin di atas amat jelas penjajahan ekonomi yang dilakukan IMF terhadap negara kita hingga saat ini. Sehingga dampak kerusakannya seperti yang dikatakan Stiglitz masih kita rasakan bersama.

Wallahu A'lam

No comments: