Datang untuk Jadi Pecundang
Mossad sering kali dipandang sebagai badan intelijen yang tak terkalahkan. Padahal faktanya, mereka berkali-kali jadi pecundang
Hidayatullah.com--Hari naas itu tak bisa dihindari Ahmad Buchiki. Dia lagi berjalan-jalan bersama istrinya yang sedang mengandung. Namun, siapa sangka bila hari itu adalah saat terakhir dia bersama orang yang dicintainya.
Tiba-tiba tubuh pria berusia 30 tahun keturunan Aljazair itu diberondong senapan. Pria yang bekerja sebagai pelayan di Lillehammer akhirnya tewas seketika.
Keesokan harinya, 22 Juli 1973, pihak kepolisian Norwegia berhasil mengungkap pelaku pembunuhan itu. Mereka para agen Mossad. Dua di antara mereka, Dan Ert dan Marianne Gladnikoff, tertangkap saat berada di bandara Oslo. Pelaku lainnya digrebek saat berada di sebuah rumah persembunyian.
Mereka datang ke Norwegia sebenarnya untuk menghabisi Hassan Salamah, Kepala Intelijen PLO yang dituduh sebagai otak pembunuhan 11 atlet Israel pada Olimpiade Munich tahun 1972.
Namun, mereka salah mengidentifikasi. Pria yang mereka berondong itu bukan orang yang mereka cari. Akibatnya, pada tahun 1996, pemerintah Israel membayar kompensasi sebesar 283.000 US dollar kepada istri dan anak-anak Buchiki.
Para agen Mossad itu tidak lama mendekam di penjara, karena mendapat pengampunan. Sementara kepala operasinya, Mike Harari, tidak ditangkap dan ia kemudian berpetualang sebagai penjual senjata internasional. Kejadian yang dikenal dengan Peristiwa Lillehammer ini merupakan satu dari rentetan kegagalan Mossad.
Masih ada beberapa kegagalan fatal lainnya. Padahal, Mossad biasa digambarkan sebagai badan intelijen yang hebat dan seakan-akan tidak mengenal kegagalan. Berikut ini beberapa peristiwa yang memaksa Mossad menjadi pecundang:
1954:
Saat musim panas, pelaku Operasi Susannah tertangkap oleh pemerintah Mesir. Mereka meledakkan beberapa fasilitas Amerika dan Inggris di Kairo dan Iskandaria. Tujuan mereka agar pemerintah Mesir menuding Al Ikhwan Al Muslimun sebagai pelakunya.
18 Mei 1965:
Eli Cohen, seorang mata-mata Mossad dihukum gantung di Damaskus Square, setelah dua tahun menjalankan aksinya. Dia membocorkan rahasia militer Syiria kepada Israel.
24 April 1991:
Empat agen Mossad ditangkap karena berusaha memasang alat penyadap di Kedutaan Iran di Nicosia, Siprus. Mereka dibebaskan setelah disidang, karena membayar uang tebusan sebesar USD 1.000.
15 November 1995:
Tidak hanya gagal menjalankan tugas, bahkan Mossad gagal melindungi Perdana Menteri mereka sendiri, Yitzak Rabin dari pembunuhan yang dilakukan Yigal Amir, seorang warga Israel. Menyusul peristiwa itu, Shabtai Shavit didesak mundur dari jabatannya sebagai Direktur Mossad. Kemudian Shimon Peres menunjuk Danny Yatom sebagai pengganti.
24 September 1997:
Dua agen Mossad yang membawa paspor Kanada masuk ke Yordania tertangkap setelah melakukan percobaan pembunuhan terhadap salah satu aktivis Hamas, Khalid Misy’al. Banyak kerugian yang harus dibayar atas kegagalan operasi ini.
Kegagalan intelijen Israel selama perang di Libanon tahun 2006, juga telah mencederai citra Mossad di mata Arab. Lebih konyol lagi saat perang berlangsung, Mossad mengklaim bahwa mereka berhasil menahan seorang tentara Iran di Libanon Selatan. Padahal, yang mereka tangkap hanyalah seorang petani miskin yang kebetulan bernama Hasan Nashrallah.
Untuk menggambarkan kegagalan Mosaad itu, cukuplah kita meminjam ungkapan Julius Kaisar dengan sedikit ’modifikasi’. “Kami datang, kami perang, dan kami menjadi pecundang.” [Thoriq/Dija/Sahid/hidayatullah.com]
No comments:
Post a Comment