Isu Redenominasi kembali mengemuka pekan terakhir ini. Isu yang sudah mulai dihembuskan awal 2011 lalu, sudah disetujui drafnya oleh pemerintah di pertengahan Maret 2011 lalu dan tinggal menunggu pengesahannya oleh DPR untuk kemudian diimplementasikan. Mengutip berita dari Antara, redenominasi ini rencananya akan mulai efektif tahun 2014.
Apa itu Redenominasi? Dia adalah sebuah proses dimana pemerintah, dalam kasus ini adalah Indonesia membuang 3 angka nol dibelakang nilai mata uang Rupiah (IDR), dengan tujuan menyederhanakan pencatatan, pembukuan, dan penyebutan nilai transaksi di kemudian hari, tanpa mengurangi nilai transaksi. Jadi jika bila kita punya uang Rp 1.000.000,- maka setelah Redenominasi uang kita akan menjadi Rp 1.000,- dalam satuan mata uang baru. Nah, satuan uang yang baru ini akan bisa digunakan untuk membeli barang yang nilainya sama dengan Rp.1.000.000,- atau nilai uang sebelum Redenominasi.
Kalau sesederhana itu, mengapa banyak orang membicarakannya? Dan ada beberapa kelompok yang menentangnya? Pada dasarnya Redenominasi berbeda dengan Sanering. Indonesia pernah melakukan Sanering pada rentang tahun 1959-1966. Hyperinflasi menyebabkan pemerintah kala itu memotong nilai Rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, harga barang tetap namun nilai mata uang diciutkan.
Walaupun antara Redenominasi dan Sanering berbeda, banyak kelompok masyarakat yang menganggapnya sama saja. Praktek di beberapa negara Redenominasi memang memicu Hyperinflasi di tahun-tahun pertama kebijakan ini dijalankan. Faktor penyebabnya adalah kepanikan psikologis terutama bagi kelompok masyarakat yang "tidak lagi percaya" terhadap uangnya, sehingga mereka membelanjakannya dalam bentuk aset. Penyebab lainnya adalah karena ulah spekulan yang menaikkan harga barang karena merasa nilainya terlalu rendah dalam mata uang yang baru. Contoh kita biasa makan satu porsi sop kambing dengan harga Rp 15.000,- setelah Redenominasi, harganya menjadi Rp 15,- , maka sop kambing ini akan dengan mudah naik 100% menjadi Rp 30,- karena dinilai terlalu murah.
Hyperinflasi setelah beberapa tahun akan kembali normal. Ini tergantung bagaimana pemerintah mensosialisasikan Redenominasi ini, untuk mencegah spekulan untuk menaikkan harga jual produk mereka.Apabila kebijakan ini tidak ditangani secara hati-hati maka akan timbul kepanikan psikologis yang merasa bahwa mata uang mereka mengalami pemotongan.Maka apabila ini terjadi orang akan beralih ke mata uang asing, emas atau dinar untuk menyelamatkan asetnya. Gejala ini mulai terasa walau kebijakannya sendiri belumlah efektif. Beberapa negara khususnya negara berkembang telah melakukan kebijakan ini. Negara yang sukses menerapkan redenominasi adalah Turki dengan Lira-nya.
Kembali pada kebijakan Redenominasi Rupiah, untuk jangka panjang ini akan bermanfaat dari segi efisiensi.Perlu sosialisasi yang intensif agar tidak dimanfaatkan oleh spekulan untuk mencari keuntungan agar tidak terjadi gejoolak harga. Namun bagaimanapun, ini tetap saja solusi sementara sebelum berderet angka nol akan terus beranak pinak dibelakang nilai Rupiah kita karena tekanan inflasi pada mata uang kertas.
No comments:
Post a Comment